Bangga atau sengsara? Ini derita kerja di perusahaan sebesar Google!
Merdeka.com - Alphabet, induk dari perusahaan dari Google kini tercatat sebagai perusahaan paling bernilai di dunia. Di akhir tahun 2015 lalu, Alphabet tercatat mempunyai nilai market sekitar USD 558 miliar (sekitar Rp 7,5 ribu triliun), mengalahkan Apple yang ada di posisi kedua dengan nilai market USD 535 miliar (sekitar Rp 7,25 ribu triliun).
Tentu fakta itu membuat banyak orang yang kepincut untuk bekerja di Alphabet, terutama di Google. Terlebih banyak media yang memberitakan betapa modern dan nyamannya kantor-kantor Google.
Akan tetapi, pengakuan mantan pegawai dan pegawai Google justru sebaliknya. Mereka mengaku kerja di Google memiliki pengaruh negatif, baik diri sendiri dan karir di masa depan. Apa saja?
-
Apa Google itu? Google, yang kini menjadi elemen penting dalam kehidupan digital kita, diciptakan oleh dua inovator teknologi, Larry Page dan Sergey Brin.
-
Apa Google menyatakan soal berhenti di Indonesia? Melansir dari Antara, tidak ditemukan pernyataan resmi terkait Google akan berhenti beroperasi di Indonesia imbas dari aksi boikot yang dilakukan.
-
Siapa yang mulai meninggalkan Google? Minat generasi Z di Amerika Serikat (AS) untuk melalukan pencari informasi berita melalui platform Google terus mengalami penurunan.
-
Apa dampak hapus akun Google? Menghapus akun Google akan menghilangkan akses ke layanan dan data yang terkait, seperti email, kontak, dan dokumen.
-
Kenapa Google diklaim bakal berhenti di Indonesia? Masyarakat Indonesia ramai-ramai membuat Gerakan boikot terhadap merek, barang, dan jasa yang berasal dari maupun yang terafiliasi dengan Israel masih terus berlanjut hingga saat ini.Di media sosial pun beredar narasi yang mengeklaim pendiri Google akan menghentikan operasionalnya di Indonesia imbas dari gerakan boikot.
-
Kenapa harus hapus akun Google? Menghapus akun Google akan menghilangkan akses ke layanan dan data yang terkait, seperti email, kontak, dan dokumen. Pastikan untuk mem-backup data penting sebelum melakukan langkah ini untuk menjaga keamanan informasi Anda.
Merasa tak spesial
Satu hal yang pasti, Google hanya mempekerjakan orang-orang yang sangat cerdas saja. Menurut Lutz Enke, pegawai Google Hamburg, semua rekan kerjanya jenius dan berkontribusi besar pada perusahaan. Hal ini lah yang membuat pegawai lain merasa tak spesial karena 'terkepung' banyak orang hebat di sekitarnya.
Hal ini diamini oleh mantan pegawai Google, Dmitry Belenko. Pria ini mengatakan bila kerja di Google membuat banyak orang harus rela kompromi dengan ego. Banyak orang cerdas yang akhirnya meresa mereka bukan apa-apa di Google dan akhirnya justru menghancurkan kepercayaan dirinya.
Terkucilkan dari teknologi lain
Kerja di Google secara otomatis membuat pegawainya berkutat dengan software buatan Google. Hasilnya, mayoritas pegawai Google hanya akan akrab dan jadi pakar di software-software yang hanya ada di lingkungan Google.
Ini membuat Jesse McGrew, mantan pegawai Google, merasa terkucilkan dari software lain. Hal ini membuatnya tidak bisa menyalurkan atau menularkan ilmu yang dia dapat orang lain di luar Google. Selain itu, pengalaman kerja di Google pun diakuinya tidak banyak membantu untuk masuk kerja di perusahaan teknologi lain akibat ekslusifnya software yang dipakai Google.
Tak berkembang dan susah naik jabatan
Menurut Stephen Kurtzman, mantan pegawai Google, sebagai ahli software sangat sulit untuk berkembang di Google. Mayoritas orang yang diterima kerja di Google mempunyai kualitas melebihi dari tuntutan pekerjaan.
Imbasnya, mereka tidak mendapat lingkungan yang 'menantang' dan ujung-ujungnya skill tidak berkembang. Ini adalah kabar buruk bagi mereka yang baru memulai kerja, sebab Kurtzman mengatakan bila tahun-tahun awal kerja adalah masa paling penting bagi sisa karir di masa depan.
Selain itu, karena banyak rekan kerja yang tidak kalah jenius, bahkan lebih hebat, akan terasa susah untuk naik jabatan di Google. Kurtzman menambahkan akan terlihat perbedaan kemajuan karir yang signifikan antara seseorang yang kerja di perusahaan lain dengan lingkungan lebih menantang ketimbang di Google.
Manajemen buruk, mudah bosan
Stephen Kurtzman mengungkapkan salah satu alasan banyak orang hengkang dari Google adalah munculnya kebosanan akibat mengerjakan hal-hal yang di bawah kemampuannya. Akhirnya terasalah bila pekerjaan mereka tidak mampu memuaskan secara profesional dan intelektual.
Parahnya lagi, beberapa mantan pegawai Google sama-sama setuju bila manajemen Google tergolong buruk. Tidak hanya rekan kerja, para manajer banyak disebut memiliki kecerdasan emosi (EQ) rendah dan tidak terlalu menginspirasi anak buahnya.
Imbasnya banyak pegawai Google yang mengalami masalah hanya karena hubungan kurang harmonis dengan manajer. Kurang harmonis dengan manajer juga disebut Kurtzman awal dari ketidakbetahan kerja di Google.
Alasannya, manajer disebut jarang mau membantu anak buahnya karena si manajer jarang mau memahami masalah yang di hadapi anak buah.
Berbagai alasan di atas mungkin bisa dianggap sebagai tantangan bagi banyak orang. Namun tidak semua orang akhirnya menganggap Google sebagai tempat kerja ideal. Sekali lagi, mungkin tempat kerja ideal itu memang tidak ada.
Sumber: Quora, Techworm.net
(mdk/bbo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Warga SIngapura lebih pilih hidup stabil meski tidak bahagia dalam pekerjaan.
Baca SelengkapnyaAyah dari mantan karyawan, menderita sakit Parkinson.
Baca SelengkapnyaEric Schmidt, mantan CEO Google, menyatakan bekas perusahaan yang ia pimpin tidak serius dalam menghadapi persaingan AI.
Baca SelengkapnyaPekerjaan yang menumpuk sesekali akan membuat siapapun akan merasa jenuh. Kata-kata lucu tentang pekerjaan berikut ini bisa jadi solusi dari rasa bosanmu.
Baca SelengkapnyaBanyak pekerja merasa kesepian, marah, atau sedih setiap hari.
Baca SelengkapnyaSejak awal tahun, CEO Google telah mengabarkan akan terjadi PHK lebih banyak tahun ini.
Baca SelengkapnyaMantan pegawai Google menyatakan bahwa kekalahan Google dalam persaingan AI bukan disebabkan oleh kebijakan WFH, melainkan oleh birokrasi hambat inovasi.
Baca SelengkapnyaPahami arti dan waktu penggunaan istilah gabut dalam percakapan harian.
Baca SelengkapnyaMereka disebut tidak puas dengan gaji dan pekerjaannya, sehingga memutuskan untuk menawarkan diri menjadi hacker sebagai pekerjaan sampingan.
Baca Selengkapnya