Curhat peneliti teknologi penyembuh kanker soal putusan terberatnya
Merdeka.com - Peneliti penyembuh kanker dengan teknologi Electrical Capacitive Cancer Treatment (ECCT), Warsito P Taruno nampaknya mulai pesimis jika teknologi yang saat ini sedang dikaji oleh pihak terkait bakal di luar harapannya.
"Indonesia saya kira berat. Saya tak yakin akan bisa tembus. Kalau riset sih di Indonesia akan jalan terus. Tetapi mungkin riset-risetan kali ya. Untuk bisa menjadi produk dan brand nasional perlu langkah kuat dari pengambil kebijakan," ungkapnya kepada Merdeka.com, Kamis (31/12).
Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil pertemuannya dengan pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes), beberapa waktu yang lalu, muncul tiga kesepakatan. Tiga kesepakatan itu di antaranya Kemenkes akan meninjau semua penelitian yang sudah dilakukan oleh pihaknya: in vitro, in vivo, studi kasus. Kedua, pihak Warsito tidak diperkenankan menerima pasien baru dan ketiga pihaknya masih boleh memberikan pelayanan pasien lama. Teknologi yang dirinya ciptakan itu direview oleh Balitbangkes, RS Dharmais, PERABOI, PORI, dan Kemenristek Dikti.
-
Apa yang diteliti? Analisis terhadap lebih dari 4.000 artefak batu yang ditemukan di sebuah pulau di barat laut Australia memberikan gambaran kehidupan suku Aborigin puluhan ribu tahun yang lalu.
-
Siapa yang melakukan penelitian? Para peneliti dari Universitas Cincinnati menangkap tiga ekor piton Burma di sekitar Taman Nasional Everglades, lalu mengukur ukuran rahang mereka. Salah satu dari ular tersebut memiliki panjang tubuh mencapai 5,8 meter, menjadikannya piton terpanjang yang pernah tertangkap di Florida, meskipun bukan yang terberat.
-
Apa yang ditemukan peneliti? Para peneliti menggambarkan spesies baru dari genus Calotes di Tiongkok selatan dan Vietnam utara.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian? Studi ini, yang melibatkan sekitar 1,5 juta orang dewasa dari berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Norwegia, dilakukan selama periode 15 tahun oleh tim peneliti dari Universitas Toronto.
Bahkan, jika hasil kajian dari pihak terkait mengenai teknologinya itu mengecewakan, maka tak segan-segan ia akan membawa penelitiannya ke luar Indonesia.
"Satu-satunya pertimbangan yang berat yang harus saya lakukan adalah mengembangkannya terus di luar menjadi produk dan brand yang bukan punya Indonesia. Pertimbangan itu sudah ada sejak 3 bulan yang lalu, dokumen perjanjian yang terus saya pending sampai sekarang. Lost opportunity, buat masyarakat Indonesia, buat ekonomi Indonesia," jelasnya.
Baginya, keputusan negara mana saja yang akan ditunjuknya melanjutkan riset untuk menjadi sebuah brand dan produk, itu hal yang mudah. Kata Warsito, ada perwakilan dari banyaknya negara yang sudah mencoba untuk melobi agar dia mau melanjutkan risetnya lebih jauh lagi di luar Indonesia. Beredar kabar jika teknologi yang dimilikinya sangat digandrungi oleh Singapura dan India.
"Bukan hanya India dan Singapura yang tertarik. Namun, Jerman, Jepang, Polandia, Australia, Kanada, Amerika juga Dubai dan Rusia," ucap peraih BJ Habibie Technology Award 2015 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Namun, saat ini Ia masih terus menimbang-nimbang keputusan terberatnya itu sembari menghormati kajian yang sedang dilakukan oleh pihak terkait teknologinya itu.
"Kemungkinan sekarang buat saya: 25% tetap mengembangkan di Indonesia, 25% di luar, 50% saya akan hibahkan ke organisasi non-profit di mana saja yg bisa mengembangkannya menjadi produk yang bisa diakses oleh masyarakat. Berarti belum ada kemungkinan yang mencapai 51%," katanya.
Sebelumnya, hasil risetnya itu mengundang pro dan kontra. Dari sisi medis, alat tersebut belum terbukti sembuhkan kanker. Namun, Warsito mengklaim jika alatnya tersebut sudah banyak menyembuhkan penderita kanker. (mdk/tsr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Budi memastikan Prabowo-Gibran akan mengalokasikan anggaran riset menjadi 1,5 persen dari pendapat domestik bruto Indonesia.
Baca Selengkapnya"Saya akan memerintahkan kepada BRIN untuk jadi orkestrator penelitian, bersama Bappenas untuk merancang kebutuhan riset kita," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaJokowi lantas meminta Mendikbud Nadiem Makarim menganggarkan dana riset dan pengembangan besar-besaran.
Baca SelengkapnyaPerhimpunan Periset Indonesia atau PPI menyebut dua capres, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo punya perhatian besar terhadap periset.
Baca SelengkapnyaIndonesia memiliki universitas yang sangat banyak baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Baca SelengkapnyaSejumlah elemen masyarakat menolak penyebaran nyamuk Wolbachia di Gedung Bappenas.
Baca SelengkapnyaAnies menuturkan, ada tiga hal prinsip demokrasi. Yaitu kebebasan berbicara khususnya mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi dengan santai meminta sejumlah pihak tak perlu takut dengan kehadiran Starlink.
Baca SelengkapnyaHasto mengaku sedih atas penyataan Jokowi yang mendapat sentimen negatif dari masyarakat.
Baca SelengkapnyaSATRIA-1 diluncurkan demi menjangkau fasilitas publik di wilayah 3T, termasuk Puskesmas.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menegaskan agar pemerintah tidak alergi terhadap berbagai macam kritik
Baca SelengkapnyaAda hal lain nampaknya dari rayuan pemerintah ke Elon Musk untuk hadirkan satelit Starlink.
Baca Selengkapnya