Debat antar sains dan agama, ternyata dipicu oleh 'jaringan' di otak
Merdeka.com - Perdebatan antara sains dan agama, yang secara sederhana adalah perdebatan antara pemikiran berdasarkan fakta dan keimanan, sudah sangat mendarah daging. Biasanya keduanya bertentangan dan tidak saling menjelaskan.
Namun hal ini ternyata bisa dijelaskan juga oleh Sains. Karena menurut sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal PLOS One, konflik ini berakar dari struktur otak kita.
Para ilmuwan menemukan hal ini melalui penelitian secara mendalam tentang mengapa seseorang menggunakan penalaran analitis, yang punya asosiasi ke sains, serta alasan moralitas, yang erat hubungannya dengan keimanan atau agama.
-
Mengapa fakta penting di dunia ilmiah? Dalam konteks ilmiah, fakta sering dianggap sebagai dasar dari pengetahuan yang objektif.
-
Mengapa ramalan itu memicu perdebatan? Prediksi ini memicu perdebatan ringan namun menegangkan dengan pembawa acara Jesse Watters. Pasalnya Watters dikenal atas dukungannya terhadap Trump.
-
Kenapa kata "kajian" penting dalam ilmu pengetahuan? Hal ini yang kemudian ada istilah kata kajian yang digunakan untuk mengkaji sebuah penelitian ilmiah.
-
Apa arti dari kata "kajian"? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengkaji artinya belajar, mempelajari, memeriksa, memikirkan, menguji, atau menelaah.
-
Dimana kata "kajian" sering dipakai? Biasanya, kata kajian digunakan oleh para ilmuwan dan cendekia dalam melakukan suatu pengkajian ilmiah.
-
Kenapa ilmuwan skeptis? Profesor Cox meminta agar sampel makhluk itu dikirim ke perusahaan bioteknologi 23andme untuk melakukan verifikasi independen bahwa spesimen tersebut bukanlah alien.
Studi ini dilakukan untuk memperkuat penemuan dari tim peneliti yang sama, yang menunjukkan bahwa otak memiliki 'jaringan analitis' yang digunakan untuk berpikir kritis, serta sebuah 'jaringan sosial' yang menjadikan otak kita bisa lebih berempati dan lebih tertarik ke alasan moral ketimbang penalaran.
Menurut peneliti, kedua jaringan ini berlawanan. Jika seseorang lebih banyak mengalami pengalaman yang erat dengan keimanan atau supranatural, secara otomatis otak akan menekan kinerja 'jaringan analitis,' sehingga otak kita tak akan berpikir kritis. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang percaya agama, tak terlalu tertarik terhadap sains dan hal-hal yang para ilmuwan coba untuk nalar.
Penemuan ini senada dengan seorang filosofis asal Jerman yakni Immanuel Kant. Kant menganggap ada dua buah kebenaran, yakni kebenaran empiris dan kebenaran secara moral.
"Kant membedakan antara alasan teoritis yang berhubungan dengan sais, serta alasan praktis yang berhubungan dengan moral," ungkap Dr. Tony Jack, kepala peneliti sekaligus Profesor filosofi dan neuroscience. "Kant menunjukkan bahwa dua tipe pemikiran ini dapat saling bertentangan, dan hal ini adalah hal yang sama dengan yang kita bisa lihat di otak kita. Sehingga, konflik ini berakar dari otak kita sendiri," imbuhnya.
Dikarenakan dua 'komponen' otak yang saling menekan ini, setiap orang akan memilih satu pemikiran daripada yang lain. Jadi akan ada dua tipe orang, yakni yang percaya sains dengan segala sesuatu yang dapat dinalar, atau yang percaya keimanan. Hal inilah yang memicu konflik antara sains dan agama.
Metodologi studi yang dilakukan Profesor Jack dan tim adalah membuat delapan kali eksperimen dengan melibatkan 527 orang dewasa. Dalam eksperimen pertama, partisipan diwajibkan untuk mengisi kuisioner yang dapat mengukur tingkat pemikiran kritis dan mekanikal, yang keduanya mengukur tingkat pemikiran nalar secara analitis.
Hasil dari kuisioner ini sangat akurat, di mana seseorang yang percaya terhadap keimanan dan agama, mereka lebih berpikir secara moral ketimbang analitis.
Namun hal ini tak menunjukkan bahwa cara berpikir yang satu lebih baik daripada yang lain. Cara berpikir seseorang muncul berdasarkan masalah tertentu yang dihadapi oleh seseorang.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perdebatan Saintek vs Soshum kembali memanas di X! Cari tahu alasan, argumen, dan mengapa kedua bidang ini sebenarnya sama-sama penting di dunia kerja.
Baca SelengkapnyaBerikut jawaban sederhana Albert Einstein kepada seorang bocah kecil.
Baca SelengkapnyaPenjelasan mengenai teks argumentasi dan contohnya yang perlu dipahami.
Baca SelengkapnyaBias dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap orang lain, terutama dalam konteks sosial atau profesional.
Baca SelengkapnyaDokter Aisyah Dahlan sebut ada patron Al-Quran di jantung manusia.
Baca SelengkapnyaEinstein mula-mula yang memantik diskusi mengenai topik ini. Berikut kisahnya.
Baca SelengkapnyaOntologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang membahas tentang hakikat dari entitas, sifat, dan hubungan antar entitas.
Baca SelengkapnyaSecara umum, manusia menjadi baik atau jahat sangat tergantung dari kondisi lingkungan sekitarnya.
Baca SelengkapnyaBerikut adalah deretan ilmuwan yang memilih atheis dalam menjalani hidupnya.
Baca SelengkapnyaFilosofi berbeda dari ilmu pengetahuan dalam cara ia mendekati pertanyaan-pertanyaan ini melalui alasan logis dan kritis.
Baca SelengkapnyaBerdebat adalah proses adu gagasan yang harus memperhatikan etika.
Baca SelengkapnyaSecara umum, lembaga ini didedikasikan untuk merawat, mengajarkan, dan menjalankan praktik-praktik keagamaan.
Baca Selengkapnya