Deepfake Tak Bisa Dihentikan, Teknologi Paling Berbahaya Saat Ini?
Merdeka.com - Konten berbasis deepfake, atau pengubah wajah berbasis kecerdasan buatan, kini makin banyak beredar.
Terbukti dari viralnya berbagai konten tersebut, mulai dari klip Barack Obama yang 'didubbing' oleh komedian Jordan Peele, Jon Snow dari Game of Thrones yang meminta maaf soal ending Season 8 acara televisi tersebut, hingga video Mark Zuckerberg yang mengajak penonton membayangkan bagaimana kalau ia menguasai dunia.
Memang, semua ini nampak sebagai konten hiburan semata dan tidak berbahaya. Namun, perhatian soal bagaimana mudahnya sebuah video dimanipulasi lewat kecerdasan buatan jadi masalah yang serius. Dalam kasus ekstrem, informasi yang salah bisa merusak reputasi seseorang.
-
Kenapa banyak yang khawatir dengan AI Generatif 'deepfake'? AI Generatif seperti 'deepfake' telah menjadi senjata baru untuk membuat disinformasi dan hoax yang sangat dikhawatirkan banyak kalangan, termasuk oleh media massa dan pemerintah di banyak negara.
-
Bagaimana Deepfake AI bisa digunakan untuk menipu? 'Penipuan digital semakin canggih, terutama dengan maraknya penyalahgunaan teknologi AI,' kata Sati Rasuanto, Co-founder dan Presiden VIDA dalam keterangannya, Selasa (29/10).
-
Bagaimana deepfake bisa memengaruhi pemilu? Saat AS bersiap untuk pemilihan presiden pada bulan November 2024, ada kemungkinan bahwa AI dan deepfake dapat mengubah hasil pemungutan suara yang penting ini.
-
Bagaimana penipu properti memanfaatkan Deepfake AI? Namun, yang muncul dalam video bukanlah pemilik asli. Wanita yang tampak di layar sebenarnya adalah deepfake AI yang dirancang untuk menyamar sebagai seorang wanita yang dilaporkan hilang beberapa tahun lalu.
-
Siapa yang menciptakan Deepfake AI? ''Kami menyadari bahwa hal terpenting adalah meningkatkan kesadaran dan memberdayakan konsumen secara berkelanjutan. Seiring dengan berkembangnya metode penipuan, solusi kami pun harus terus maju. Kami mengajak konsumen dan pelaku bisnis di Indonesia untuk bekerja sama dalam menghadapi ancaman kejahatan online berbasis AI. Dengan memprioritaskan keamanan, kita dapat membangun sistem keuangan yang lebih inklusif dan tangguh bagi Indonesia,' ujar Sati.
-
Apa bahaya AI di 2024? AGI adalah titik kritis hipotetis yang juga dikenal sebagai 'Singularitas,' di mana AI menjadi lebih pintar dari manusia. Generasi AI saat ini masih tertinggal dalam bidang-bidang yang menjadi keunggulan manusia, seperti penalaran berbasis konteks dan kreativitas sejati. Sebagian besar, jika tidak semua, konten yang dihasilkan AI hanya memuntahkan, dalam beberapa hal, data yang digunakan untuk melatihnya.Namun AGI berpotensi melakukan pekerjaan tertentu lebih baik daripada kebanyakan orang, kata para ilmuwan. Teknologi ini juga bisa dijadikan senjata dan digunakan, misalnya, untuk menciptakan patogen yang lebih kuat, melancarkan serangan siber besar-besaran, atau mengatur manipulasi massal.
Buruknya, teknologi ini tak bisa dibendung dan akan makin marak. Bahkan, kita tak bisa berbuat apa-apa akan hal ini.
"Dari sudut pandang teknologi, kita tak bisa berbuat apa-apa," ungkap Ali Farhadi, senior riset manager dari Allen Institute for Artificial Intellegence. "Teknologinya sudah ada, dan orang-orang bisa menggunakannya dengan berbagai cara yang ia bisa," lanjutnya.
Tak bisa dimungkiri, deepfake adalah teknologi paling berbahaya saat ini. Hal ini mengingat kekuatannya untuk memanipulasi informasi dari platform yang nampak masuk akal.
Sulit Dibendung
Disebut, hampir tidak mungkin untuk mencegah sebuah video deepfake dibuat. Lebih lanjut, tidak ada cara pula untuk mencegah sebuah video deepfake untuk menyebar di media sosial dan platform lainnya.
Bahkan, memblokir teknologi ini bukanlah solusi. Pasalnya, permasalahan deepfake bukanlah teknologinya, namun penggunaannya.
"Informasi yang salah masih bisa muncul meski videonya 100 persen benar, jadi, perhatiannya adalah soal informasi yang salah, bukan teknologi yang membuat video tersebut ada," ungkap Maneesh Agrawala, profesor ilmu komputer dan direktur dari Brown Institute for Media Innovation di Stanford University, melansir Tech Insider.
Mencegah Informasi Keliru
Pertanyaannya makin mengerucut menjadi apa yang bisa dilakukan untuk mencegah deepfake digunakan dengan cara yang berbahaya, seperti menyebarkan informasi salah bermodal video politisi ataupun orang penting yang seharusnya tak berdosa?
Profesor Agrawala menyebut ada dua pendekatan. Pertama adalah sebuah solusi teknologi yang dapat mendeteksi apakah sebuah video itu asli atau editan deepfake. Kedua, sebuah hukum pidana untuk mereka yang terbukti menyalahgunakan deepfake untuk menyebar informasi yang keliru.
Sang profesor sendiri bersama beberapa ilmuwan dari Stanford, Max Planck Institute, Princeton University, dan juga Adobe Research, telah mengembangkan algoritma yang dapat mendeteksi video deepfake dan dapat menyuntingnya melalui teks.
Hal ini juga diamini oleh Farhadi, di mana penggunaan algoritma pendeteksi deepfake adalah cara paling efisien untuk mengatasi penyalahgunaan deepfake.
Kendala sendiri datang dari dua solusi tersebut. Sean Gourley, founder dari firma pembelajaran mesin Primer AI, menyebut bahwa teknologi deepfake makin lama akan makin canggih, dan algoritma akan makin sulit mendeteksi mana video asli, mana video editan deepfake.
Masalah lain datang dari adanya hukum, di mana seringkali untuk menempuh jalur hukum adalah sesuatu yang menghabiskan banyak waktu. Sementara persebaran informasi palsu tidak terdeteksi dan jumlah orang yang terpapar informasi salah tersebut bisa jadi sudah sangat banyak.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut prediksi teknologi berbasis AI yang akan berubah menyeramkan di 2024.
Baca SelengkapnyaSaluran Telegram dengan lebih dari 220.000 peserta dilaporkan digunakan untuk membagikan gambar-gambar pornografi yang dihasilkan oleh AI.
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan lengkap mengenai teknologi DeepFake AI yang sedang viral.
Baca SelengkapnyaLangkah-langkah antisipasi sudah disiapkan pemerintah guna menangkal video palsu.
Baca SelengkapnyaDemi selaras dengan UU ITE, Menkominfo mengaku sedang menyusun panduan etika AI.
Baca SelengkapnyaPenipu menggunakan wajah seseorang yang dikenal oleh korban .
Baca SelengkapnyaAI bukan hanya memudahkan pekerjaan manusia, namun ia bisa menjadi 'pribadi' yang suka mengadu domba.
Baca SelengkapnyaMenyiapkan diri, bangsa, dan negara memanfaatkan AI dan menanggulangi dampak buruknya bukan lagi suatu pilihan, namun menjadi keharusan.
Baca SelengkapnyaJenderal TNI anak eks Kapolri ingatkan masyarakat tentang bahaya AI yang bisa digunakan sebagai alat penipuan.
Baca SelengkapnyaBenarkah Iwan Fals nyanyi soal korupsi Rp271 triliun? Simak faktanya
Baca SelengkapnyaPerlunya materi pengenalan AI dimasukkan dalam kurikulum formal di bangku sekolah.
Baca SelengkapnyaMenurut Megawati, dunia kini dihadapkan pada persoalan yang lebih kompleks, volatile dan penuh ketidakpastian.
Baca Selengkapnya