Deretan kisah belum tuntas soal kebocoran data Facebook
Merdeka.com - Beberapa minggu yang lalu, jagat media sosial digegerkan dengan kebocoran data Facebook oleh Cambridge Analytica. Banyak pengguna yang akhirnya memilih menutup atau menghapus akun Facebook milik mereka demi tidak jadi korban yang datanya dimanfaatkan.
Namun seiring waktu berlalu, kasus ini nampaknya belum dekat kepada penyelesaian. Berbagai investigasi dan tindakan pencegahan telah dilakukan, namun masih banyak kisah yang belum tuntas soal kebocoran data ini.
Mulai dari rilisnya memo internal yang ungkap sisi gelap, hingga mustahilnya privasi kita aman di internet, berikut adalah deretan kisah belum tuntas soal kebocoran data Facebook. Berikut ulasannya.
-
Siapa yang mundur karena data negara bocor? Kejadian tersebut menyebabkan Presiden Sistem Pensiun Jepang, Toichiro Mizushima mengundurkan diri dari jabatannya.
-
Siapa pendiri Facebook? Sejarah 4 Februari Hari Ulang tahun Facebook, yaitu dimulai Mark Zuckerberg ingin membuat platform chat.
-
Bagaimana perusahaan seperti Facebook mengumpulkan data pengguna? Dokumen tersebut menguraikan proses enam langkah bagaimana perangkat lunak Active-Listening mengumpulkan data suara pengguna dari berbagai perangkat.
-
Kenapa menghapus akun Google bisa membuat kehilangan data? Jika akun Google dihapus, maka Anda akan kehilangan semua data dan konten di akun tersebut.
-
Siapa yang mengklaim TikTok ambil data pengguna berlebihan? Pada tahun 2022, perusahaan keamanan siber Internet 2.0 mengeluarkan laporan bahwa TikTok melakukan 'pengambilan data yang berlebihan' terhadap para penggunanya.
-
Data apa yang bocor di Jepang? Kebocoran data tersebut melibatkan nama, nomor identifikasi, tanggal lahir, dan alamat.
Riwayat telepon dan SMS juga bocor
Melansir laporan The Verge dan Ars Technica, Facebook telah mengumpulkan riwayat panggilan dan data SMS dari smartphone Android selama bertahun-tahun. Hal ini bisa ditemukan dari data file akun Facebook kita yang bisa diunduh.
Aplikasi Facebook di Android memang meminta akses untuk kontak, data SMS, serta riwayat panggilan dari perangkat Android Anda. Hal ini digunakan Facebook untuk membedakan kontak bisnis dan kontak personal Anda, di mana Facebook merancang algoritma canggih untuk melakukannya.
Menurut laporan yang sama, Facebook diduga mengumpulkan data ini lewat aplikasi Messenger miliknya, yang selalu meminta pengguna untuk jadi aplikasi pengganti SMS. Berbagai data kontak pun juga diunggah ke Facebook dengan secara tidak sadar lewat persetujuan kita.
Ars Technica menyebut bahwa hal ini telah terjadi bertahun-tahun, sejak permintaan izin akses di Android ke pengguna tak seketat sekarang. Googl sendiri mengubah izin Android jadi lebih jelas dan terpecinci untuk saat ini. Meski demikian, pengembang tetap dapat mengakses berbagai data yang mereka inginkan asal pengguna memberi izin.
Data hasil kebocoran belum dihapus hingga sekarang
Menurut laporan Mashable, data kebocoran Facebook yang dikumpulkan oleh Cambridge Analytica belum sepenuhnya dihapus. Hal ini diinvestigasi oleh Channel 4 yang berbasis di Inggris, yang hingga sekarang masih bisa melihat data dari paling tidak 136.000 pengguna Facebook yang ada di sumber Cambridge Analytica.
Channel 4 Inggris sendiri hanya memeriksa dengan kata kunci yang mengacu pada warga negara bagian Colorado. Jadi, itu hanya data bocor dari warga Colorado saja. Diduga, data kebocoran dari negara bagian Oregon juga masih bisa diakses dan belum dihapus.
Memo internal yang ungkap sisi gelap Facebook
Berdasarkan laporan The Guardian, Facebook pernah membuat memo internal perusahaan yang diedarkan ke karyawan secara tertutup. Memo tersebut, ditulis oleh salah seorang wakil direktur Facebook bernama Andrew Bosworth pada 2016. Yang memicu kontroversi tentu adalah isinya. Diketahui, memo ini dimuat pertama kali via BuzzFeed News.
Dalam memo itu, Boz - panggilan karib Bosworth - mengklaim kalau Facebook cuma memiliki satu misi untuk menguntungkan perusahaan, yakni menghubungkan semua penggunanya menjadi komunitas besar.
Tentu, semakin besar jumlah pengguna, semakin banyak pula keuntungan yang dikantongi Facebook. Namun, Boz malah menekankan cara ini bisa dilakukan bisa dengan apa saja, yang penting caranya baik secara de facto. Bisa disimpulkan, Facebook dapat menghalalkan segala cara untuk meraup untung.
"Mungkin kita butuh mengorbankan hidup untuk mengekspos seseorang yang di-bully, atau juga mungkin kita juga bisa mengekspos seseorang yang mati terkena serangan teroris. Mau bagaimana pun, itulah yang kita lakukan. Sejelek apa pun isunya, kita harus menghubungkan orang. Titik. Itulah kerjaan kita untuk menumbuhkan pengguna," tulis Boz.
Sontak saja, memo tersebut memicu kontroversi dan pertanyaan soal kesigapan Facebook menangani informasi dan data pribadi pengguna, apakah mereka benar-benar menjaga kerahasiaan data pengguna, atau cuma sekonyong-konyong memikirkan angka demi keuntungan belaka?
Boz sendiri mengakui kalau memo internal tersebut benar adanya. Namun, ia tidak membenarkan terkait isi dari memo itu.
Menurutnya, memo itu malah cuma memicu perdebatan dan memperkeruh suasana. Boz bahkan tidak mengakui isi pesan tersebut bukan ia yang tulis.
Pada kesempatan yang sama, CEO Facebook Mark Zuckerberg, juga berkomentar terkait memo itu. "Boz adalah pemimpin berbakat, yang berani mengeluarkan opini provokatif. Namun pendapat Boz sudah pasti tidak disetujui karyawan, bahkan termasuk saya. Kami tak percaya bahwa tujuan itu bisa dibenarkan untuk meraih sesuatu dari Facebook," ujar Zuck - sapaan karibnya.
Data kita tak pernah aman
Berdasar laporan Mashable, Menurut Luke Stark, calon profesor di Dartmouth College dan periset spesialis privasi online, data kita dilacak tak cuma lewa jejaring sosial.
"Berbagai platform besar yang umum kita gunakan setiap hari, pasti mengumpulan berbagai jenis data tentang kita yang digunakan untuk mengembangkan profil pribadi kita," ungkapnya.
Hal ini berarti, apapun yang kita 'sentuh' secara online, pasti akan melacak data kita dengan berbagai cara. Mulai dari mesin pecarian seperti Google, platform e-commerce, bahkan operator telekomunikasi dan penyedia layanan internet.
Hal ini berupa paling tidak siapa Anda, ke mana lokasi Anda bepergian, dan lain sebagainya. (mdk/idc)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data BPJS Ketenagakerjaan diduga diretas dan diumumkan di forum internet.
Baca SelengkapnyaIa mengingatkan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar
Baca SelengkapnyaBPJS Ketenagakerjaan membantah tejadi kebocoran data seperti beredar lewat akun media sosial X @FalconFeedsio.
Baca SelengkapnyaIni penjelasan dari pakar siber security mengenai kecurigaan orang-orang terkait hal itu.
Baca SelengkapnyaPerusahaan media sosial seperti LinkedIn dan Meta menggunakan informasi pengguna untuk melatih AI.
Baca SelengkapnyaIndonesia kembali dihebohkan kabar kebobolan 204 juta Data Pemilih Tetap (DTP) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaBeredar narasi utang bank dan pinjol bisa lunas hanya unggah nomor rekening di Facebook
Baca SelengkapnyaPada tahun 2020-2021 terjadi peningkatan aduan tindak pidana transaksi keuangan.
Baca SelengkapnyaMengenai apakah sudah ada tersangka yang diperiksa, Himawan tidak menjawab dengan jelas.
Baca SelengkapnyaKominfo dan BSSN dituding lalai terkait hal ini. Berikut selengkapnya
Baca SelengkapnyaKirim ke Bareskrim dan KPU, Begini Hasil Investigasi BSSN soal Kebocoran Data Pemilih
Baca SelengkapnyaData milik Universitas Indonesia (UI) diduga diretas. Data tersebut diduga dijual di forum hacker BreachForums.
Baca Selengkapnya