DPR soal UU telekomunikasi: Rombak total
Merdeka.com - Rencana pemerintah akan mengkaji UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi disambut baik oleh DPR RI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, memandang diperlukan perombakan secara total UU tersebut atau diganti dengan UU telekomunikasi yang baru. Pasalnya, aturan yang tertuang dalam beleid tersebut tidak lagi relevan dengan keadaan industri teknologi informasi saat ini.
"UU telekomunikasi saat ini sudah ketinggalan zaman. Salah satu contohnya apa yang harus diatur adalah kebijakan konvergensi. UU sekarang kan tidak menjangkau ke sana, terlebih saat ini perangkat teknologi dipakai segala macam kegunaan, baik komunikasi, penyiaran maupun telekomunikasi itu sendiri," jelasnya saat dimintai pendapat usai acara diskusi 'Penerimaan Negara dan Lelang Frekuensi: Negara Untung atau Buntung?' di Jakarta, Rabu (8/3).
Konvergensi yang dimaksudnya ini, yakni dengan semakin berkembangnya internet, maka tak hanya digunakan untuk mencari informasi semata, melainkan banyak hal yang dapat dilakukan. Sehingga tak bisa dimungkiri, layanan-layanan yang berjalan melalui internet tumbuh subur. Sementara, dalam UU yang disahkan saat zaman Presiden RI BJ Habibie itu, dikatakannya tidak lagi relevan untuk mengatur begitu cepatnya arus teknologi.
-
Apa yang DPR apresiasi dari perubahan ujian SIM? Komisi III mengapresiasi respon cepat Korlantas dalam melakukan adaptasi kebijakan, karena intinya ujian sim ini materinya harus relevan. Yg saya liat selama ini materinya seperti jalur angka 8 itu agak tidak masuk akal.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
-
Kenapa DPR mendukung perubahan ujian praktik SIM? Komisi III mengapresiasi respon cepat Korlantas dalam melakukan adaptasi kebijakan, karena intinya ujian sim ini materinya harus relevan. Yg saya liat selama ini materinya seperti jalur angka 8 itu agak tidak masuk akal.
-
Bagaimana cara DPR memastikan perubahan ujian SIM efektif? Tapi kita masih tunggu juga inovasi dari segi tes psikologi. Jangan sekedar formalitas administrasi, cari pendekatan yang lebih up to date lagi. Kalau perlu libatkan ahlinya di sana
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
"Jadi misalnya internet ini kan tidak sekadar tempat mencari informasi tapi di situ banyak platform penyiaran, radio, tv bisa streaming dari situ (internet –red), bahkan live, dan kemudian penyedia layanan komunikasi berbasis internet yang tidak sekadar memberi informasi dan itu tidak ada selama ini dalam UU telekomunikasi. Maka hal itu harus dimunculkan platform baru untuk menjangkau semua ini, seperti sekarang ini pemerintah kebingungan menghadapi Over The Top (OTT) mau seperti apa, itu karena tidak ada UU yang relevan, maka kita ingin hadirkan dalam uu telekomunikasi yang baru," terang putra Amien Rais ini.
Sejauh ini, diungkapkannya, rencana itu masih dalam penggodokan internal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Sebelumnya secara terpisah, anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna, mengatakan ada dua langkah yang akan dilakukan pihaknya untuk memperbaharui beleid itu, pertama: merevisi dan kedua: menggantikan dengan UU baru.
"Kami masih mencermati isu-isu yang ada sekarang ini. Lalu akan kami bandingkan dengan UU 36 tahun 1999. Apakah dari sekian pasal dari UU 36 tahun 1999 ini, lebih banyak yang harus diganti atau lebih banyak yang harus disesuaikan," katanya belum lama ini.
Keputusan untuk direvisi atau diganti beleid itu tergantung dari hasil kajian yang dilakukan oleh pihak internal. Pihak internal ini tidak hanya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) saja, melainkan melibatkan operator selular, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Dijelaskannya, jika dalam kajian itu ditemukan sebanyak 50 persen lebih aturan-aturan yang mestinya diubah, maka diperlukan adanya UU pengganti. Namun, jika sebaliknya hanya akan dilakukan revisi.
"Baru akan dibahas secara internal dulu. Yang dibahas itu materinya dari itu. Apa-apa saja yang masih relevan dari UU tersebut. Nanti kita sisir satu per satu sesuai dengan perkembangan saat ini," tutur Ketut.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diketahui, dalam rapat pleno sembilan fraksi menyetujui atas perubahan tersebut.
Baca SelengkapnyaDPR Akui Revisi UU Kementerian bakal Bahas Penambahan Jumlah Menteri jadi 40
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, amandemen UUD sudah pernah dilakukan.
Baca SelengkapnyaDPR menampung usulan pembentukan undang-undang (UU) sapu jagat atau Omnibus Law Politik.
Baca SelengkapnyaDPR menyetujui RUU Dewan Pertimbangan Presiden menjadi RUU inisiatif DPR.
Baca SelengkapnyaPemerintahan mendatang, kata Achmad Baidowi, bisa menambah atau mengurangi jumlah kementerian tergantung pada kebutuhan politik dan kebijakan presiden.
Baca SelengkapnyaDraf akan diserahkan terlebih dahulu kepada pimpinan DPR untuk masuk dalam rapat paripurna.
Baca SelengkapnyaDua isu penting dalam RUU Desa adalah masa jabatan kepala desa dari 6 tahun jadi 9 tahun untuk dua periode.
Baca SelengkapnyaSembilan fraksi telah menyampaikan pendapatnya masing-masing atas keempat RUU.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, revisi UU Penyiaran merupakan sebuah kewajiban
Baca SelengkapnyaKeputusan tersebut diambil dalam rapat pleno bersama Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dan Menpan RB Azwar Anas.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyebut DPR RI Periode 2019-2024 telah mengesahkan 225 RUU menjadi undang-undang.
Baca Selengkapnya