FBI Diduga Bohong, Tak Bisa Buka iPhone Teroris Tanpa Apple
Merdeka.com - Pada Januari lalu, Apple 'diserang' oleh Presiden Trump lewat Twitter, karena raksasa teknologi AS tersebut menolak untuk membuka kunci iPhone miliki teroris Mohammed Saeed Alshamrani, yang membunuh 3 orang di Pensacola, Florida.
Seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, FBI meminta Apple untuk membuka iPhone dari teroris, untuk mengetahui berbagai informasi di dalamnya termasuk serangan teroris di masa depan.
Nah, ada sesuatu yang janggal di sini. Pasalnya, FBI sebelumnya menyatakan telah bisa membuka kunci iPhone 11 milik Lev Parnas, seseorang yang berkongsi dengan Rudy Giuliani, politikus sekaligus orang kepercayaan Trump yang diduga mencari cara kotor untuk menjatuhkan lawan Trump yakni Joe Biden.
-
Iphone palsu apa yang disita polisi? Laporan menunjukkan bahwa lebih dari 800 perangkat palsu, mulai dari AirPods hingga berbagai aksesoris iPhone lainnya, ditemukan di area bisnis setempat.
-
Siapa yang dilarang menggunakan iPhone? Sebelumnya, Pemerintah China secara resmi melarang para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara tersebut menggunakan iPhone dan perangkat merek asing lainnya untuk bekerja.
-
Apa risiko beli iPhone 16 ilegal? Pembelian unit iPhone 16 ini dapat merugikan pembeli karena tidak adanya garansi resmi dari distributor lokal,' ungkap Febri dalam keterangan resminya pada Jumat (1/11). Hal ini berarti pembeli tidak akan mendapatkan perlindungan konsumen terkait layanan purna jual atau perbaikan resmi.
-
Siapa yang memanfaatkan IMEI IPhone ilegal? Celah ini yang kemudian dimanfaatkan pedagang culas.
-
Apa yang dilakukan polisi terhadap IMEI IPhone ilegal? Polri akan melakukan shut down atau pemblokiran terhadap 191.000 handphone yang terdata menggunakan IMEI ilegal.
-
Kenapa iPhone jarang dipakai penjahat film? Apple, mereka membolehkan kamu menggunakan iPhone dalam film, tapi-ini sangat penting-jika kamu pernah menonton film misteri, orang jahat tidak boleh kelihatan memakai iPhone,“
Uniknya, iPhone milik teroris di Pensacola ini adalah iPhone 5 dan iPhone 7. Kedua iPhone ini tentu tidak lebih mutakhir sistem keamanannya ketimbang iPhone 11 milik Lev Parnas.
Dari sini, FBI diduga bohong tentang kemampuannya membuka kunci iPhone milik teroris. Nampaknya, Apple masih diminta untuk membukakan kuncinya.
Disebut Gunakan Software Pemecah Sandi
Cerita semacam ini sebenarnya bukan kisah baru. Sejak 2015, FBI sudah bersitegang dengan Apple karena ditolaknya pembukaan kunci iPhone teroris.
Kala itu, perangkatnya adalah iPhone 5c milik teroris San Bernardino, Syed Farook.
FBI akhirnya mengklaim bahwa pihaknya bisa membuka iPhone tersebut, melansir laporan Phone Arena, adalah dengan sebuah software bernama Cellebrite.
Cara kerjanya adalah melakukan jailbreak sementara dan melakukan ekstraksi file lengkap. Disebut pula, dengan pembaruan, Cellebrite dapat mengakses chipset Phone 5s hingga iPhone X.
Dengan ini, sebenarnya iPhone milik Alshamrani sudah bisa dibuka kuncinya. Hal ini ditambah dengan fakta bahwa iPhone 11 milik Lev Parnas yang bisa dibobol lewat pencarian kombinasi angka sandi yang memakan waktu lebih dari dua bulan.
Setelah semua itu, FBI masih saja meminta bantuan Apple, dan akhirnya menjadikan Trump terpancing dan menyerang Apple di Twitternya.
Standar Ganda Soal 'Pintu Belakang'
Melansir laporan dari Bloomberg, direktur FBI Chritopher Wray masih tidak dapat menemukan informasih apa yang ada di perangkat Alshamrani. Hal ini dikarenakan, Wray mengakui bahwa FBI tidak bisa mengakses data terenkripsi di perangkat.
Ia pun menyatakan bahwa kini pihaknya kembali membujuk Apple agar mendapatkan bantuan soal akses ke perangkat teroris tersebut.
Apple, di sisi lain, telah tegas menolak. Terlebih lagi, permintaannya tak lagi soal buka kunci, namun data cloud dari iPhone 5 dan iPhone 7 milik Alshamrani tersebut.
Apple disebut diminta menambahkan 'pintu belakang' ke perangkatnya, agar data yang dienkripsi bisa lebih mudah diakses oleh agensi seperti FBI, dan juga penjabat AS.
Disebut, Apple menolak karena "Pintu belakang juga dapat dieksploitasi oleh mereka yang mengancam keamanan nasional kita dan keamanan data pelanggan kita." Penyalahgunaan data jadi isu besar di sini.
Bloomberg dan Phone Arena menyebut dalam laporannya, terdapat standar ganda di sini.
Jika Anda ingat, Huawei sempat dimasukkan dalam daftar entitas perdagangan dan memblokirnya untuk berbisnis dengan perusahaan AS.
Penyebabnya? Huawei diduga memberi 'pintu belakang' atas data sensitif pengguna ke pemerintah AS. Hal ini sama sekali tidak terbukti, dan berulang kali dibantah.
Huawei diblokir karena sekadar diduga punya pintu belakang, namun Apple justru didorong untuk memberi pintu belakang.
Nah, menurut Anda, apakah FBI masih butuh Apple?
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pasalnya FBI pernah melakukan hal serupa namun tak berhasil.
Baca SelengkapnyaTim Siber TNI langsung turun. Mengecek kabar dugaan peretasan yang dialami data milik Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI
Baca SelengkapnyaSebuah laporan menyatakan bahwa iPhone yang dimiliki oleh dua staf kampanye presiden AS telah berhasil diretas oleh peretas yang berasal dari Tiongkok.
Baca SelengkapnyaPengungkapan kasus tersebut berawal adanya aduan dari Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Eletronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin.
Baca SelengkapnyaPara penyerang menggunakan kampanye phishing dengan mengirimkan email dan teks yang dirancang seolah-olah dikirim oleh Apple.
Baca SelengkapnyaBSSN masih berkoordinasi dengan Polri terkait dugaan kebocoran data INAFIS tersebut.
Baca SelengkapnyaBea Cukai juga meminta agar masyarakat berhati-hati dari penipuan jasa unlock IMEI.
Baca SelengkapnyaFitur ini disebut-sebut kemungkinan besar akan pensiun.
Baca SelengkapnyaApple masih harus merealisasikan komitmen yang mereka sudah sepakati.
Baca SelengkapnyaMengingat, seri iPhone 16 yang saat ini telah masuk ke Indonesia terbatas untuk pemakaian pribadi para penumpang.
Baca SelengkapnyaKepolisian akan menggadeng pelbagai lembaga di antaranya PPATK untuk menelusuri adanya tindak pidana pencucian uang.
Baca SelengkapnyaBeredar yang mengklaim Indonesia bergabung dengan Rusia untuk menyerang Israel, simak penelusurannya
Baca Selengkapnya