Google Berkontribusi Ajarkan Anak Deteksi Berita Hoax
Merdeka.com - Google yang merupakan raksasa teknologi dunia dan berkiprah di berbagai aspek kehidupan online manusia, ternyata juga memiliki gairah di dunia pendidikan.
Pasalnya, ternyata dalam beberapa tahun belakang, Google meluncurkan kurikulum Be Internet Awesome, yang memfokuskan para pendidik untuk mengajarkan keamanan online para muridnya.
Ternyata, usaha Google tak hanya sampai di situ. Tahun ini, Google juga akan fokus ke media literasi.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Bagaimana orangtua bisa membantu anak mencari informasi? Ini adalah peluang untuk mengajarkan keterampilan penelitian dan penggunaan sumber daya seperti buku, internet, atau perpustakaan.
-
Bagaimana berita hoaks dibuat? Beberapa bahkan menggunakan konten yang dibuat oleh AI atau kecerdasan buatan.
-
Bagaimana cara membedakan hoaks dengan berita asli? Jika dilihat lebih detail, ada sejumlah kejanggalan yang terlihat pada layout unggahan tersebut dengan tampilan pada situs asli Liputan6.com. Satu di antaranya yaitu perbedaan font tulisan, struktur tanda baca, serta tata letak penulisan, nama penulis, dan tanggal unggahan artikel.
-
Siapa yang membuat berita hoaks? Menurut NewsGuard, situs-situs ini mengklaim diri mereka sebagai sumber berita lokal yang independen, namun tidak mengungkapkan afiliasi partisan atau asing mereka.
Dilansir Engadget via Tekno Liputan6.com, Google bekerjasama dengan Net Safety Collaborative, salah satu program play-to-learn untuk mengajarkan anak cara mendeteksi berita yang menyesatkan, seperti URL palsu atau headline berita yang salah.
Kurikulum ini memiliki beberapa aktivitas play-to-learn, salah satunya Don't Fall for Fake yang mengajarkan anak cara berpikir kritis, sehingga mereka bisa membedakan sumber berita yang kredibel atau tidak dan menentukan apakah suatu URL fake atau asli.
Ada pula aktivitas Share with Care, yang mengajarkan anak cara menjaga reputasi baik di media online dan aktivitas It's Cool to be Kind tentang pelecehan secara online.
Bersamaan dengan diluncurkannya kurikulum ini, Google juga mengumumkan kerjasamanya bersama YMCA dan akan membantu keluarga-keluarga untuk berbincang dengan anak-anak mereka seputar media sosial, cyberbullying dan disinformasi.
Usut punya usut, Google ternyata meradang setelah YouTube sering dituduh menyebarkan informasi sesat, sehingga Google fokus pada topik penyebaran informasi.
Dengan ini, masyarakat bisa lebih bijak dalam memilih dan menyerap konten yang bertebaran secara online.
Sumber: Tekno Liputan6.comReporter: Athika Rahma
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Fitur Pencarian Aman mendukung pengawasan internet pada anak.
Baca SelengkapnyaProposal Anti-Hoax Zeneration Project yang diajukan Liputan6.com, salah satunya akan fokus pada generasi muda.
Baca SelengkapnyaAnak-anak berusia 3 hingga 5 tahun menunjukkan kepercayaan yang selektif berdasarkan keakuratan informannya.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaKonten negatif berupa berita bohong dan intoleransi dapat merusak keutuhan bangsa.
Baca SelengkapnyaPenyuluhan literasi ini mengedukasi siswa mengenai, bagaimana memilah konten media
Baca SelengkapnyaTak hanya melawan hoaks, Gatotkaca asal Sukoharjo itu juga melakukan aksi-kasi lainnya.
Baca SelengkapnyaKasat Reskrim menyampaikan bahwa pada era digital saat ini berita palsu dapat dengan mudah menyebar ke masyarakat
Baca SelengkapnyaLangkah hukum akan diterapkan Kominfo apabila ditemukan kasus hoaks yang memiliki intensitas berat dan berpotensi memecah belah bangsa.
Baca SelengkapnyaAhli menyebut ada potensi indoktrinisasi dari China yang terjadi di konten-konten TikTok.
Baca SelengkapnyaGoogle akan berhenti beroperasi di Indonesia imbas boikot? Simak penelusurannya
Baca SelengkapnyaKunci utama dalam melindungi anak di era digital adalah membangun lingkungan yang aman dan protektif, terutama dari orang tua dan keluarga.
Baca Selengkapnya