Hoaks Merajalela di Nigeria Lewat WhatsApp
Merdeka.com - Penyebaran berita palsu atau hoaks makin merajalela di aplikasi chatting WhatsApp. Terbaru, hoaks beredar di negara-negara Afrika yang populasinya paling banyak.
Menurut laporan terbaru, hoaks di WhatsApp beredar di Nigeria. Beredarnya berita palsu meningkatkan kekhawatiran terhadap pemilu yang akan datang di Nigeria pada Februari 2019.
Menurut laporan The Poynter Institute, hoaks yang beredar di WhatsApp melibatkan sejumlah gambar hasil editan Photoshop dan sejumlah klaim palsu tentang politisi Nigeria.
-
Apa berita hoaks yang menyebar di Amerika Serikat? Situs-situs berita hoaks atau 'berita palsu' lebih banyak daripada surat kabar harian di seluruh Amerika Serikat.
-
Mengapa penipuan WhatsApp semakin sering terjadi? Masalahnya adalah masih sedikit orang yang benar-benar memahami jenis-jenis penipuan melalui pesan WA.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Apa saja dampak dari penipuan WhatsApp? 'Phising ini di mana kita akan dikirimkan sebuah informasi yang sifatnya urgent, biasanya mengaku dari pihak bank yang meminta konfirmasi pilihan biaya transaksi, di mana di dalam wa tersebut akan ada link ke sebuah website yang kita harus isi data diri kita termasuk data perbankan dan lainnya,' ungkap dia kepada Merdeka.com, Kamis (31/8).
-
Dimana berita hoaks tersebar di AS? Pada Juni 1.265 situs berita lokal mengaku situs mereka objektif namun pada kenyataannya melaporkan dengan bias yang mendukung kelompok partisan atau pemerintah asing, kata NewsGuard, seperti dilansir the Washington Times, Rabu (12/6).
Mengutip laman CNET, Selasa (4/12), berita palsu yang beredar menggunakan bahasa lokal dan menimbulkan gesekan antaretnis.
"Unggahan yang terkait politik di WhatsApp kerap kali berkaitan dengan etnisitas dan beberapa di antaranya menggunakan bahasa lokal. Pada intinya menuding satu kandidat telah mengatakan sesuatu (padahal tidak)," kata seorang peneliti dan manajer komunitas Allwell Okpi, yang meneliti berita palsu.
Penyebaran berita palsu di WhatsApp pun terbilang lebih cepat dibandingkan dengan melalui platform lainnya.
Di antara klaim palsu yang beredar, termasuk tudingan tentang posisi politisi pada kelompok etnis nomaden Fulani yang bentrok dengan suku pribumi dan petani kristen.
Desas-desus palsu lainnya adalah tentang salah satu capres Atiku Abubakar, yang tak bisa masuk ke Amerika Serikat karena tudingan korupsi. Bahkan, ada pula gambar hasil editan Abubakar tengah bersalaman dengan Presiden AS Donald Trump.
Bukan hanya itu, hoaks lain yang juga menyebar adalah foto mayat seorang tentara disertai dengan keterangan palsu, yang menyebut bahwa tentara tersebut merupakan korban dari serangan Boko Haram.
Africa Check, organisasi pengecekan berita palsu di sana, menemukan bahwa sejumlah foto itu telah didaur ulang dari peristiwa terjadi beberapa tahun lalu.
"Foto-foto itu palsu. Tentu saja, pendukung dari partai yang berkuasa telah mendorong adanya foto-foto pesawat yang tengah melepas rudal dengan keterangan, 'Oke, pemerintah telah menanggapi dan membombardir para teroris'," kata Okpi.
Rupanya, foto tersebut adalah foto jet-jet Rusia tenggah memerangi ISIS, bukan foto tentara Nigeria.
"Kami melihat bahwa para pendukung di kedua belah pihak mencoba mendapatkan apa pun yang mereka bisa untuk mendukung politik mereka," katanya.
Sementara itu, hasil survei Nieman Jornalism menemukan bahwa hampir sepertiga orang Nigeria suka menyebarkan informasi yang ternyata merupakan informasi palsu.
Survei juga menemukan, warga Nigeria memiliki tingkat kepercayaan terendah kepada media dibandingkan negara-negara lainnya termasuk Kenya dan Afrika Selatan.
Di Nigeria, berita palsu juga lebih sering beredar di platform mobile seperti WhatsApp dan lain-lain.
Ujaran kebencian berujung pada kekerasan, rasisme, hingga mendorong kebencian terhadap wanita.
Juru bicara WhatsApp dalam pernyataannya mengatakan, WhatsApp sangat peduli dengan keamanan pengguna di seluruh dunia.
"Kami telah membuat sejumlah perubahan baru-baru ini di WhatsApp yang bertujuan membatasi penyebaran rumor viral," katanya.
Salah satunya adalah menempatkan label pada pesan yang diteruskan hingga membatasi bagaimana pesan dikirim di WhatsApp.
"Kami baru-baru ini membantu menghadirkan CrossCheck ke WhatsApp untuk memeriksa hoaks di Nigeria. Menjelang pemilu, kami akan meningkatkan pendidikan tentang bagaimana pengguna bisa membedakan hoaks atau rumor," tutur juru bicara tersebut.
Sumber: Liputan6.com
Reporter: Agustin Setyo Wardani (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
YouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaUntuk itu WhatsApp, menghadirkan berbagai fitur upaya mencegah beredarnya hoaks jelang pemilu
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaHoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.
Baca SelengkapnyaPenipuan WA kini makin menyeramkan. Berikut deretannya.
Baca SelengkapnyaDengan mengikuti tips ini, diharapkan masyarakat akan semakin waspada terhadap konten hoaks di media sosial yang berpotensi menyesatkan jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaWapres Ma'ruf Amin meminta masyarakat berhati-hati, dan selalu menyaring setiap informasi yang diterima saat Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya