Ilmuwan Kembangkan Sensor Berbahan Kertas Untuk Deteksi Kilat Covid-19
Merdeka.com - Ilmuwan yang berbasis di University of Illinois, berhasil mengembangkan tes ultrasensitif menggunakan sensor elektrokimia untuk deteksi virus. Keunggulannya adalah bahannya yang menggunakan kertas dan hasil yang bisa didapat hanya dalam lima menit.
"Saat ini, kami mengalami peristiwa yang mengubah hidup sekali dalam satu abad," ujar salah seorang peneliti yang merupakan kandidat Ph.D, Maha Alafeef dikutip dari Eurekalert via Tekno Liputan6.com.
"Kami merespons kebutuhan global ini dari pendekatan holistik dengan mengembangkan alat multidisiplin untuk deteksi dini dan diagnosis serta pengobatan untuk Covid-19," tutur Alafeef lebih lanjut.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan? Menariknya, para ilmuwan baru-baru ini menemukan salah satu fosil burung terror yang diyakini menjadi yang terbesar yang pernah ditemukan.
-
Apa yang diciptakan oleh para peneliti? Mereka menggunakan model muskuloskeletal – yang dikendalikan oleh metode kontrol refleks yang mencerminkan sistem saraf manusia.
-
Siapa yang mengembangkan alat deteksi kanker paru-paru ini? Mereka sedang mengembangkan sebuah alat diagnosis inovatif yang hanya memerlukan embusan napas untuk mendeteksi tanda-tanda kanker paru-paru.
Penelitian yang dipimpin oleh profesor Dipanjan Pan ini terbiet di jurnal ACS Nano.
Di pasaran ada dua kategori utama tes Covid-19. Kategori pertama menggunakan reverse transcriptase real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) dan strategi hibridisasi asam nukleat untuk mengidentifikasi RNA virus.
Tes diagnostik yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) di AS saat ini menggunakan teknik tersebut. Namun, kekurangan dari tes ini adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengujian, kebutuhan akan personel khusus, dan ketersediaan peralatan dan reagen.
Sementara tes kedua berfokus pada deteksi antibodi. Namun, mungkin ada jeda beberapa hari hingga beberapa pekan setelah seseorang terpapar virus agar mereka dapat menghasilkan antibodi yang dapat dideteksi.
Perkembangan
Para peneliti telah berhasil membuat point-of-care biosensor dalam beberapa tahun terakhir menggunakan nanomaterial 2D seperti graphene untuk mendeteksi penyakit. Keuntungan utama dari biosensor berbasis graphene adalah sensitivitasnya, biaya produksi rendah, dan perputaran deteksi cepat.
"Penemuan graphene membuka era baru pengembangan sensor karena karakteristiknya. Graphene menunjukkan sifat mekanis dan elektrokimia unik yang membuatnya ideal untuk pengembangan sensor elektrokimia sensitif," kata Alafeef.
Tim peneliti ini menciptakan biosensor elektrokimia berbasis graphene dengan pengaturan pembacaan listrik untuk mendeteksi keberadaan materi genetik SARS-CoV-2 secara selektif.
Ada dua komponen pada biosensor ini: platform untuk mengukur pembacaan listrik dan probe untuk mendeteksi keberadaan RNA virus.
Untuk membuat platform, pertama-tama peneliti melapisi kertas saring dengan lapisan nanoplatelet graphene untuk membuat film konduktif.
Kemudian, mereka menempatkan elektroda emas dengan rancangan yang telah ditentukan di atas graphene sebagai bantalan kontak untuk pembacaan listrik. Baik emas maupun graphene memiliki sensitivitas dan konduktivitas tinggi yang membuat platform ini sangat sensitif untuk mendeteksi perubahan sinyal listrik.
Saat ini tes Covid-19 berbasis RNA menyaring keberadaan gen N (nukleokapsid fosfoprotein) pada virus SARS-CoV-2. Dalam penelitian ini, tim merancang probe antisense oligonucleotide (ASOs) untuk menargetkan dua wilayah gen-N.
Langkah ini memastikan keandalan sensor, jika satu wilayah mengalami mutasi gen. Nanopartikel emas (AuNP) selanjutnya dilapisi dengan asam nukleat untai tunggal (ssDNA) ini, yang mewakili probe penginderaan ultrasensitif untuk SARS-CoV-2 RNA.
Uji Sensor
Tim peneliti menguji kinerja sensor ini dengan menggunakan sampel positif dan negatif Covid-19. Sensor tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dalam tegangan sampel positif dibandingkan dengan sampel negatif. Selain itu, sensor ini juga memastikan adanya materi genetik virus dalam waktu kurang dari lima menit.
Platform ini dapat diterapkan secara luas karena mudah dibawa dan biayanya rendah. Sensor tersebut, jika terintegrasi dengan mikrokontroler dan layar LED atau dengan smartphone melalui Bluetooth atau WiFi, dapat digunakan di tempat perawatan, di kantor dokter atau bahkan di rumah.
Selain Covid-19, tim peneliti juga memperkirakan sistem dapat beradaptasi untuk mendeteksi berbagai penyakit.
"Potensi bioteknologi yang tidak terbatas selalu menarik minat saya dengan aplikasi terjemahan yang inovatif. Saya senang melihat proyek penelitian saya berdampak pada pemecahan masalah dunia nyata," tutur Alafeef.
Sumber: Liputan6.comReporter: Mochamad Wahyu Hidayat
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mengantisipasi lonjakan Covid-19 dan temuan mycoplasma pneumonia di luar negeri.
Baca SelengkapnyaSiswa SMK di Kupang sukses membuat jemuran pintar. Seperti apa hasilnya?
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan lengkap tentang bagaimana cara kerjanya.
Baca SelengkapnyaTemuan dan hasil inovasi sejumlah warga negara Indonesia ini mendapatkan pengakuan ilmiah di kancah internasional.
Baca SelengkapnyaAlat ini dirakit langsung oleh tim yang merupakan penyandang disabilitas. Tim ini berada di bawah naungan Sentra Terpadu Kartini di Temanggung.
Baca SelengkapnyaDrone ini dilengkapi dengan berbagai fitur canggih
Baca SelengkapnyaPenyakit kanker paru-paru bisa dideteksi secara dini hanya melalui embusan napas.
Baca SelengkapnyaAryanto menemukan ratusan alat-alat canggih yang membuat ia dilirik oleh mancanegara.
Baca SelengkapnyaPemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat melalui Bagian Umum dan Protokol (Umprot) membuat alat yang bisa menangkap polutan di udara.
Baca SelengkapnyaAlat deteksi dini kanker serviks pakai AI ini jadi kabar bahagia bagi perempuan.
Baca SelengkapnyaIlmuwan pun tak menyadari apa yang dilakukannya ini berhasil.
Baca SelengkapnyaBerikut adalah cara para ilmuwan bisa menulis di atas air.
Baca Selengkapnya