Ini Mengapa Jual Beli Followers Adalah Hal Berbahaya dan Harus Dilarang!
Merdeka.com - Jual beli followers Instagram adalah hal yang cukup sering kita temui di dunia maya. Banyak sekali bot yang terang-terangan untuk menjual followers di kolom komentar posting para publik figur di platform berbagi gambar tersebut.
Bahkan banyak yang kini menjual followers dengan pemasaran berupa jaminan 'followers hidup', yang berarti ini adalah followers asli yang dioperasikan manusia, bukan bot. Dan kini, melansir Mashable, bahkan tanda verifikasi berupa centang biru juga bisa dibeli, yang di AS dibanderol dengan harga fantastis 15.000 USD (lebih dari 200 juta Rupiah).
Namun, ada beberapa hal yang sebenarnya berbahaya jika kita menggunakan followers beli, bukan asli. Pertama, ini adalah praktik 'black market.' Pasalnya kita melakukan jual beli sesuatu yang tidak seharusnya dijual. Ketika jumlah followers adalah hal yang harus dicapai, ada yang sekedar membayar untuk mendapatkannya.
-
Bagaimana media sosial bisa berdampak negatif? Remaja yang menghabiskan waktu berlebihan di media sosial sering kali mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak terlalu aktif di platform tersebut.
-
Apa saja bahaya media sosial untuk anak? Belum lagi prevalensi cyberbullying, diskriminasi, ujaran kebencian, dan postingan yang mempromosikan tindakan menyakiti diri sendiri yang dapat berinteraksi secara teratur dengan remaja, menurut APA.
-
Kenapa media sosial berbahaya untuk otak anak? Otak anak-anak memiliki fungsi yang berbeda, dan dapat menjadi rentan selama fase perkembangan remaja. Kurang tidur bisa lebih berbahaya bagi remaja daripada orang dewasa, misalnya.
-
Kenapa informasi yang salah berbahaya? 'Sering kali orang terdekat justru memberikan informasi yang tidak terbukti kebenarannya sehingga menghalangi para pejuang kanker payudara mendapatkan pengobatan lanjutan,' jelasnya.
-
Siapa yang bilang media sosial berbahaya bagi anak? Seorang Ahli Bedah Umum asal Amerika Serikat (AS) Vivek Murphy mengatakan bahwa media sosial menghadirkan risiko besar bagi kesehatan mental remaja.
-
Apa dampak negatif media sosial untuk anak? Seringkali, anak-anak tidak menyadari risiko yang mengancam akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.
Kedua, semua orang memiliki asumsi awal bahwa jumlah followers adalah sebuah pencapaian. Jika seseorang membeli followers, berarti sama saja melakukan kebohongan kepada publik. Hal ini juga tidak adil kepada mereka yang benar-benar mendapatkan banyak followers. Terutama jika terdapat label 'influencer' yang notabene bisa bergerak di bidang-bidang yang mendatangkan uang seperti endorsement dan juga perwakilan merek.
Ketiga, hal ini ternyata berbahanya untuk demokrasi, karena penggunaan followers palsu tak cuma untuk pamer, namun untuk tujuan politik sesat.
Di Amerika Serikat, jutaan bot dan pengguna palsu di Instagram, Twitter, dan terutama Facebook, terbukti berhasil mempengaruhi Pemilu Presiden 2016 dan memenangkan Trump. Berdasarkan investigasi AS, hal ini dilakukan oleh Internet Research Agency milik Rusia, dan menghabiskan uang puluhan juta USD demi membeli bot dan pengguna palsu tersebut.
Tak bisa dimungkiri, hal ini pun juga terjadi di Indonesia. Dari data PoliticalWave yang dilansir dari Liputan6.com, terdapat lebih dari 1 juta percakapan soal Pilpres 2019 oleh warganet, dan analisis ini mengeluarkan banyak sekali akun bot dan akun palsu dari datanya.
Dari data tersebut, hanya ada percakapan negatif sebesar 28 persen untuk Jokowi Maruf dan 12 persen untuk Prabowo Sandi, namun tentu kita bisa lihat di kenyataan jika percakapan negatif banyak didominasi oleh bot dan akun palsu. Bayangkan, jika percakapan negatif yang dilakukan oleh akun asli saja menyentuh kira-kira 20 persen dari seluruh percakapan politik, berapa banyak propaganda negatif yang dikeluarkan oleh akun palsu dan bot? Tentu banyak pula.
Terutama, media sosial jadi kanal informasi yang penting untuk menjangkau para pemilih pertama yang masih belum menggantungkan pilihan mereka, atau "swing voters" kinerja bot dan akun palsu untuk mempengaruhi pilihan para swing voters bisa sangat signifikan pengaruhnya.
Belum lagi bila membahas mereka yang masih belum melakukan banyak cek dan ricek untuk menyebarkan informasi atau mempercayai data yang sebenarnya tak jelas juntrungannya. Dari kontribusi bot dan akun palsu yang menebar informasi tak jelas itu saja, banyak sekali hoaks tercipta dan tersebar secara sukarela dan mempengaruhi secara signifikan kepada mereka yang masih bingung untuk memilih siapa.
Di AS, melansir Mashable, penjual followers palsu mulai disisir dan ditangkap. Akhirnya, untuk pertama kalinya penegak hukum di AS menyatakan bahwa menjual followers, like, atau engagement media sosial lainnya yang bersifat palsu, serta menggunakan identitas palsu, adalah aktivitas ilegal dan dapat dijerat dengan hukum pidana.
Bagaimana menurut Anda, haruskah penjual akun palsu dan followers ditindak?
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Skema bisnis TikTok yang menggabungkan sosial media dengan e-commerce dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat.
Baca SelengkapnyaIronisnya, monopoli alur ini dijalankan tanpa disadari oleh pengguna.
Baca SelengkapnyaArie bercerita selama ini keberadaan Tiktok Shop telah menganggu usahanya. Sebab, selama lima tahun dia berjualan di daring dan berbagai platform e-commerce.
Baca SelengkapnyaBahlil menegasakan TikTok sebenarnya hanya media sosial saja buka media untuk tempat orang berjualan.
Baca SelengkapnyaPemerintah diminta mengatur ulang perdagangan di platform e-commerce dan social commerce.
Baca SelengkapnyaPemerintah resmi melarang TikTok melakukan transaksi jual beli online.
Baca SelengkapnyaTeten menyebut bahwa pihaknya menemukan ada pengguna atau akun yang menjual pakaian bekas di Instagram.
Baca SelengkapnyaPemerintah resmi melarang TikTok melakukan transaksi jual beli langsung.
Baca SelengkapnyaTiktok Indonesia menyayangkan keputusan tersebut, karena akan berdampak pada pengusha UMKM dalam negeri.
Baca SelengkapnyaFOMO adalah rasa takut tertinggal pengalaman yang terjadi di sekitarnya. Namun tahukah Anda bahwa ketakutan ini ternyata berbahaya bagi kesehatan mental?
Baca SelengkapnyaSelama ini, izin platform TikTok di Indonesia hanya aplikasi media sosial, bukan e-commerce
Baca SelengkapnyaJika tidak diatur, berpotensi menghadirkan persaingan dagang yang tidak sehat.
Baca Selengkapnya