Kata pengamat soal hitungan biaya interkoneksi
Merdeka.com - Pemerintah baru saja mengeluarkan Surat Edaran mengenai Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2016. Surat edaran No 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 memastikan biaya interkoneksi diturunkan dari Rp 250/menit menjadi Rp 204/menit, serta penerapan perhitungan pola simetris atau tidak berbasis biaya penggelaran jaringan yang telah diinvestasikan oleh masing-masing operator.
Menurut Pengamat Ekonomi dan Bisnis UGM, Fahmy Radhi, peraturan biaya interkoneksi sesungguhnya hanya sangat berpengaruh kepada Bisnis antar operator dan tidak berdampak langsung pada tarif ritel. Terlebih, penetapan pola biaya interkoneksi secara simetris yang besarannya sama untuk semua operator sangatlah tidak tepat.
"Secara teori, penetapan biaya interkoneksi secara simetris akan mencapai efisiensi di pasar, hanya jika syarat coverage jaringan sudah menjangkau seluruh wilayah di suatu negara dan mencapai keseimbangan jaringan antar operator," jelasnya melalui email, Selasa (09/08).
-
Bagaimana globalisasi memengaruhi komunikasi? Globalisasi bidang komunikasi menjadikan hidup di dunia semakin tidak terbatas waktu dan tempat. Hal ini membuat seakan semua hal yang ada di berbagai belahan dunia dalam sekejap dapat kita ketahui.
-
Kenapa biaya variabel penting untuk bisnis? Dalam aktivitas bisnis, biaya variabel adalah biaya yang harus benar-benar diperhitungkan sebab biaya ini digunakan untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran yang sehat.
-
Bagaimana OTT mempengaruhi pendapatan operator seluler? Efek Gunting kehadiran OTT ini pada satu sisi menaikan traffic penggunaan pada penyedia layanan seluler di Indonesia. Akan tetapi, pada sisi lainnya meskipun traffic dari pengguna akan naik, pendapatan yang dihasilkan akan datar dan sama saja. Sebab, nilai yang masuk itu diterima oleh OTT, bukan penyedia layanan seluler.
-
Apa dampak OTT terhadap pendapatan operator seluler? 'Apa sih dampaknya? Kalau kita lihat dalam 5-7 tahun terakhir penurunan dari pendapatan sms. Kalo kita lihat secara global ancaman terhadap operator ini juga terjadi di seluruh dunia,' Sigit juga menambahkan terdapat setidaknya beberapa dampak yang akan dipengaruhi oleh ketidakadaan regulasi yang mengatur operasional OTT di Indonesia.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas telekomunikasi Indonesia? Dua orang yang bertanggung jawab atas kondisi telekomunikasi Indonesia, yaitu Mayjen TNI Soehardjono (dirjen pos dan telekomunikasi) serta Ir Sutanggar Tengker Yahya (direktur telekomunikasi di ditjen pos dan telekomunikasi yang juga mantan dirut PN Telekomunikasi Indonesia), menyadari pentingnya menggunakan satelit untuk menyambungkan komunikasi di wilayah nusantara yang begitu luas dan terpisah jarak begitu jauh.
-
Kenapa regulasi OTT penting untuk industri seluler? Pasalnya belum ada regulasi yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga sejumlah dampak dikhawatirkan dapat berpotensi merusak kestabilan industri seluler di Indonesia.
"Kalau syarat itu belum terpenuhi, kebijakan penetapan biaya interkoneksi secara simetris akan menyebabkan “blunder” bagi industri Telekomunikasi. Tidak hanya menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat, sehingga tidak sesuai dengan tujuan Pemerintah dalam menetapkan biaya interkoneksi," terangnya.
Lebih jauh, dikatakannya, di Indonesia coverage gap antar operator telekomunikasi masih sangat tajam. Data menunjukan bahwa total BTS yang sudah dioperasikan oleh operator telekomunikasi di Indonesia baru sebanyak 249 ribu BTS, di antaranya dimiliki Telkomsel sekitar 46,6 persen, XL 23,7 persen, Indosat 21,3 persen, dan Smartfren 6,02 persen.
"Dalam kondisi adanya coverage gap yang masih tajam ini, Indonesia mestinya menerapkan kebijakan asimetris, yaitu penetapan biaya yang besarannya berbeda di antara operator. Kalau kebijakan simetris dipaksakan dikhawatirkan akan menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan industri Telekomunikasi di Indonesia," ujarnya.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaBiaya penerbangan domestik jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya penerbangan internasional atau ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaPolemik mahalnya tiket pesawat domestik Indonesia masih menjadi topik hangat publik.
Baca SelengkapnyaSederet komponen biaya yang membuat harga tiket pesawat mahal.
Baca SelengkapnyaTak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaRespons pengusaha internet mendengar statment pejabat pemerintah soal harga murah Starlink.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaLayanan Over The Top (OTT) seperti Google dan Meta, masih menjadi permasalahan hingga hari ini.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaBesaran pengaruh harga avtur terhadap tiket pesawat bekisar 20 sampai 30 persen. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata harga avtur dunia.
Baca SelengkapnyaDirut Garuda Indonesia mengatakan bahwa bahan bakar pesawat atau avtur, tidak dikenakan pajak untuk tiket penerbangan internasional.
Baca Selengkapnya