Komisi I DPR 'kritisi' tarif interkoneksi baru dan jaringan operator
Merdeka.com - Masih soal ribut-ribut pembahasan tarif interkoneksi telekomunikasi yang akan diturunkan 26 persen menjadi Rp 204 dari Rp 250 pada 1 September nanti. Tarif interkoneksi, salah satu komponen operator telekomunikasi menetapkan tarif ritel yang dibayarkan pelanggan telepon. Saat ini tarif interkoneksi berkontribusi 15 persen terhadap penentuan tarif ritel.
Dalam sepekan terakhir, Komisi I DPR RI yang mengawasi sektor telekomunikasi, memanggil pihak-pihak terkait. Mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Rabu (24/8), hingga seluruh operator telekomunikasi besar pada esok harinya, Kamis (25/8). Bahkan saat rapat dengan operator besar ini, dihadiri lengkap oleh orang nomor setiap operator. Hadir Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga, Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah, Dirut Indosat Ooredoo Alexander Rusli, Dirut XL Axiata Dian Siswarini, Dirut Smartfren Merza Fachys, dan Wakil Dirut Huchitson 3 Indonesia Danny Buldansyah.
Pembahasan pun berlangsung alot, hingga berakhir pada malam hari selama dua hari tadi. Beberapa anggota Komisi I ini tampak betul mencoba mengkritisi rencana pemerintah, yang ngotot diterapkan 1 September tahun ini.
-
Siapa yang mendorong Telkom? Dalam sambutannya, Menteri BUMN Erick Thohir mendorong seluruh perusahaan BUMN untukterus menerapkan prinsip keterbukaan informasi dan program keberlanjutan demi terciptanya tata kelola perusahaan yang baik.
-
Apa yang didukung oleh Menkominfo terkait XL Axiata dan Smartfren? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan Pemerintah Indonesia mendukung dilakukannya merger atau penyatuan usaha antara dua operator seluler di Indonesia, yaitu XL Axiata dan Smartfren.
-
Bagaimana tanggapan Telkomsel terkait rencana Menkominfo membuat regulasi kecepatan internet minimal 100 Mbps? 'Kita tinggal nunggu aturannya seperti apa, tapi itu kan dikembalikan ke pelanggan semoga economy of skill nya dapet lah,' Menurut Saki, dengan kecepatan minimal 100 Mbps sangat mungkin. Ia menyontohkan pelanggan IndiHome yang sudah memiliki opsi 100 Mbps. 'Intinya dari kami, tinggal tunggu dari pemerintah regilasinya sepetti apa,' ujar dia.
-
Bagaimana Menkominfo berpendapat tentang merger XL dan Smartfren? 'Saya sudah bilang, ‘kami mendukung. Soal yang lain-lain, komersialnya, silakan kalian omongin sendiri,' Ia mengungkapkan bahwa Kominfo tidak akan ikut campur mengenai urusan bisnis ke bisnis (B2B) dalam upaya merger tersebut.
-
Siapa yang menyatakan dukungan terhadap merger XL dan Smartfren? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan Pemerintah Indonesia mendukung dilakukannya merger atau penyatuan usaha antara dua operator seluler di Indonesia, yaitu XL Axiata dan Smartfren.
-
Apa strategi utama Telkom? Kelima strategi utama ini dicanangkan untuk memperkuat posisi Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi digital dalam menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi para pemangku kepentingan perusahaan, serta memaksimalkan peluang, meningkatkan daya saing, dan value creation dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz, misalnya, yang memimpin rapat kerja dengan Menteri Rudiantara, meminta pemerintah hati-hati sebelum memberlakukan penurunan tarif interkoneksi sebesar 26 persen di 1 September. Sebab Komisi I melihat perlu meminta keterangan semua pihak terkait terutama operator seluler.
"Kami minta pemerintah tidak memutuskan apa-apa, sebelum proses Komisi I DPR mencari tahu masalah ini selesai," kata Meutya, usai memimpin rapat yang berakhir pada Rabu malam.
Sikap kritis anggota dewan ini terus berlanjut saat memanggil operator pada esok harinya. Beberapa anggota dewan secara terang menuding kebijakan pemerintah itu untuk memberikan kesempatan kepada operator lain memperebutkan “kue” Telkomsel dengan cara tidak adil (fair).
"Ada faktor ketidakadilan. Ada operator yang membangun lebih dulu dan lebih banyak, lalu ada yang mau ikut menikmati. Empat operator yang non-Telkom Group ini kan mau mendompleng ke jaringan Telkom dan Telkomsel untuk mendapat keuntungan. Itu tidak fair," kata Efendi Simbolon dari anggota Komisi I, Kamis malam.
Anggota lainnya, Evita Nursanty, berpendapat biaya interkoneksi telekomunikasi seluler itu adalah cost recovery. Telkom dan Telkomsel memiliki cost recovery tinggi, Rp 285, karena membangun di seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah terpencil. Sedangkan cost recovery operator lain jauh di bawah Telkom Group, yakni Rp 120. Sebab hanya membangun di kota-kota besar. Sebut saja, cost recovery Indosat Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100, dan Tri Rp 120.
"Apa wajar, operator yang sudah membangun hingga ke pelosok negeri dengan biaya besar, lalu tarifnya disamakan dengan operator lain, yang hanya membangun di kota-kota besar. Kalau bangun jaringannya sedikit, lalu ingin minta yang banyak, itu tidak fair," kata Evita.
Anggota Budi Youyastri punya pendapat menarik. Dia sangat yakin, penurunan biaya interkoneksi itu sebenarnya hanya ingin memperebutkan 'kue' Telkomsel. Operator non-Telkom tidak mau membangun jaringan hingga ke seluruh pelosok Tanah Air, tapi mau memakai jaringan Telkom dan Telkomsel dengan biaya murah.
"Lalu setelah merebut kue Telkomsel, keuntungannya mereka mau dibawa ke mana? Apakah akan dipakai untuk membangun jaringan atau dibawa ke luar negeri," tanya Budi.
Kalau memang Kementerian Komunikasi ngotot menurunkan tarif interkoneksi, Budi menyarankan kepada Telkom dan Telkomsel untuk mengembalikan jaringan yang sudah dibangun itu kepada kementerian. "Kasih saja ke pemerintah biar pemerintah yang buy back."
Pada kesempatan itu, Budi juga mempertanyakan komitmen operator untuk membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Tanah Air. Saat mendapat lisensi, seluruh operator telekomunikasi telah menyatakan komitmennya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Nusantara.
"Kan semua operator mendapat lisensi nasional. Jadi pasti ada komitmen untuk membangun di Papua, Maluku, Ternate, Alor, dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Coba kasih ke kami komitmen itu," pungkasnya.
Telkom Keberatan
Dirut Telkom Alex Sinaga dengan tegas menolak dan keberatan atas Surat Edaran (SE) Kementerian Komunikasi pada 2 Agustus 2016 tentang penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204. Penolakan dan keberatan itu sudah disampaikan secara tertulis oleh Telkom Group termasuk Telkomsel kepada kementerian. Namun hingga saat ini belum mendapat tanggapan dari kementerian.
"Biaya interkoneksi baru itu (Rp 204), jelas merugikan Telkom, mengingat cost recovery kami, menurut perhitungan konsultan, adalah Rp 285. Sebab kami membangun jaringan sampai ke pelosok Tanah Air, sedangkan operator lain membangun cuma di kota saja. Kenapa diperlakukan sama," ujar Alex Sinaga, di hadapan anggota Komisi I DPR RI, Kamis.
Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah menambahkan, berdasarkan PP No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi, pasal 23 ayat 2 menyebutkan, biaya interkoneksi ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama, dan adil.
"Selain itu, perhitungan biaya interkoneksi itu dilakukan secara asimetris, yang didasarkan pada biaya (cost based) yang dikeluarkan setiap operator telekomunikasi," pungkasnya.
Terlalu Kecil
Jika Telkom Group keberatan dan menolak, pada sisi berbeda, empat operator lainnya, yakni XL Axiata, Indosat Ooredoo, Smartfren, Hutchison Tri Indonesia berargumen penurunan biaya interkoneksi sebesar 26 persen atau setara Rp 46 itu masih terlalu kecil. Keempat operator itu mengharapkan penurunan biaya interkoneksi lebih besar lagi. Sebab cost recovery mereka sangat rendah, yakni Indosat hanya Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100, dan Tri Rp 120.
Alexander Rusli, Dirut Indosat Ooredoo, menyatakan penurunan tarif interkoneksi adalah untuk memberi kesempatan kepada operator selain Telkom Group untuk berkembang.
"Kalau tarif interkoneksi turun, kami bisa memberikan layanan lain yang lebih menarik untuk pelanggan. Interkoneksi masih menjadi barrier, sehingga harga murah kepada pelanggan pada daerah-daerah tertentu bersifat terbatas," ujar Alex. (mdk/ega)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Benny mendapat banyak keluhan dari masyarakat, yang terbebani dengan perpanjang SIM.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman kembali menyinggung soal perpanjangan SIM.
Baca SelengkapnyaKekhawatiran muncul manakala Starlink melakukan perang harga dengan perusahaan internet lokal.
Baca SelengkapnyaMenteri Investasi Bahlil Lahadalia rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (11/6).
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi dengan santai meminta sejumlah pihak tak perlu takut dengan kehadiran Starlink.
Baca SelengkapnyaIrjen Firman mengaku khawatir ke depan akan ada lagi Kasatlantas berjualan kelulusan SIM lagi
Baca SelengkapnyaRespons baik dari pemerintah ditanggapi positif industri telekomunikasi. Tapi, mereka ingin keringanan lainnya.
Baca SelengkapnyaIsmail Bachtiar berharap Telkom Indonesia punya aksi konkret untuk memastikan kepada publik jika perusahaannya bisa menjadi penguasa market di sektor tersebut.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR RI Komisi X Illiza Sa'aduddin Djamal merespons soal kenaikan UKT perguruan tinggi.
Baca SelengkapnyaInul terang-terangan, mengaku akan memecat 5.000 karyawannya di Inul Vizta ketika pajak hiburan dinaikkan.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca Selengkapnya