Lawble.com, startup regulatory technology pertama di Indonesia
Merdeka.com - Perusahaan rintisan (startup) financial technology alias fintech di Indonesia sudah dipahami banyak orang. Tapi kalau startup regulatory technology (regtech), masih awam, karena memang belum ada startup regtech di sini. Meski di Amerika Serikat, Hong Kong, hingga Singapura regtech sangat familiar.
'Pecah telor' regtechdi Indonesia dilakukan oleh Lawble.com. Lawble ini dibangun oleh empat founder, yakni Charya Rabindra Lukman, Terrence Teong Chee Hoi, Eric Wishnu Saputra, dan Muhammad Arif Wicaksono. Perusahaan rintisan regtech ini menawarkan produk dan layanan berupa pusat data peraturan hukum atau produk hukum di Indonesia. Kemudian menyajikannya berupa kompilasi produk hukum tersebut. Di masa mendatang, Lawble menargetkan lebih dari 50 ribu peraturan yang bisa diakses via web oleh praktisi hukum dan masyarakat di Tanah Air.
Charya Rabindra Lukman, Founder dan CEO Lawble, menjelaskan memanfaatkan teknologi, kami menyediakan akses pengetahuan ke produk hukum yang mudah dan menyeluruh bagi masyarakat Indonesia. Visi jangka panjangnya, masyarakat Indonesia paham mengenai setiap produk hukum yang berlaku.
-
Apa yang dialami startup di Indonesia? Laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Glints dan Monk's Hill Ventures (MHV) mengenai performa perusahaan startup di Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2024 menunjukkan adanya penurunan gaji bagi karyawan startup, khususnya di Indonesia.
-
Bagaimana cara startup di Indonesia bertahan? Banyak perusahaan yang melakukan penghematan biaya untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
-
Siapa yang bisa berkembang di lingkungan perusahaan rintisan? 'Perusahaan rintisan berhasil karena banyaknya gairah dan sedikit sekali proses,' katanya, mengacu pada hierarki yang biasanya dimiliki perusahaan besar.
-
Bagaimana mereka merintis usaha? Ketika itu ia hanya memiliki sisa uang Rp500 ribu, yang kemudian digunakan untuk modal usaha kue di rumah. Kondisi ini dirasakan berbeda, ketika dirinya bekerja di bank tersebut.
-
Apa yang Menko Airlangga sampaikan tentang start-up Indonesia? Pada simposium tersebut Menko Airlangga menyampaikan bahwa jumlah start-up di Indonesia merupakan ketiga terbesar di Asia.
-
Apa organisasi modern pertama di Indonesia? Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) DI Batavia. Lima tahun kemudian yakni pada tahun 1908, Soetomo bersama kawan-kawannya di STOVIA mendirikan organisasi modern pertama di Indonesia yang diberi nama Budi Utomo.
Sebab dengan akses hukum yang andal, kami yakini hukum tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang rumit, taoi menjadi mitra dalam aktivitas sehari-hari.
"Kami berharap Lawble dapat berdampak positif kepada masyarakat luas, terutama dalam mewujudkan regulatory inclusion di Indonesia," kata Charya, saat meluncurkan Lawble.com di Jakarta, Kamis malam (28/9).
Secara nyata, lanjut dia, Lawble dapat meningkatkan efektivtas kerja para mitra hukum, seperti firma hukum dan praktisi hukum. Dia mencontohkan, ketika meneliti satu kasus, biasanya memakan waktu lebih dari 6 jam untuk mengompilasi dan kolaborasi data regulasi.
"Namun, dengan Lawble yang memiliki sistem bookmark dan kolaborasi, maka para praktisi hukum dapat menghemat waktu sekitar 70 persen dari biasanya," tambah Eric Wishnu, Chief Technology Officer Lawble.
Bagaimana monetisasi dari layanan regtech ini?
Lawble menyasar pelanggan berbayar dari firma hukum dan perguruan tinggi. Dari lebih dari 700 firma hukum yang tercatat, Lawble menargetkan separuhnya atau 350 firma menjadi pelanggannya di tahun pertamanya. Dengan 10 pengguna dari satu firma hukum, maka Lawble akan memiliki sekitar 3.500 pelanggan.
Target berikutnya, 20 perguruan tinggi dengan sasaran minimal 100 pelanggan sehingga diperkirakan ada 2.000 pelanggan di sini.
Saat ini Lawble memiliki dua bagian layanan, yakni untuk praktisi hukum dan masyarakat umum. Untuk praktisi, dapat mengakses berbagai fitur kolaborasi berbayar lewat www.lawble.com. Sedangkan untuk masyarakat, dapat mengakses produk hukum yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari lewat journal.lawble.com.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Program ini diharapkan mendorong adopsi fintech dan meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan, manfaat.
Baca SelengkapnyaPerusahaan Teknologi Keuangan Digital, Trans Digital Cemerlang (TDC) menyambut baik acara Indonesian Fintech Summit & Expo 12-12 November 2024 lalu.
Baca SelengkapnyaHingga kuartal III-2023, industri fintech di Indonesia mendominasi hingga sekitar 33 persen dari total pendanaan perusahaan fintech di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaIndonesia berada di peringkat keenam global dengan sekitar 2.600 start-up yang tersebar di berbagai sektor, termasuk teknologi, kesehatan, dan pendidikan.
Baca SelengkapnyaKemenangan ini merupakan cerminan kepercayaan masyarakat Indonesia yang diterjemahkan lewat pilihan Dewan Juri.
Baca SelengkapnyaAda empat tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan industri fintech di Indonesia.
Baca SelengkapnyaDewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Baca SelengkapnyaGerakan ini diharapkan mendorong terciptanya atau mencetak startup yang menjadi solusi atas masalah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Baca SelengkapnyaTirta melihat, tantangan tersebut menjadi tanggung jawab bersama khususnya pemerintah agar bisa mengatur terkait dengan penggunaan blockchain ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah bersama dengan pelaku usaha berupaya mendorong perkembangan developer Web3 di Indonesia.
Baca SelengkapnyaDalam 100 tahun terakhir, saham AS tumbuh rata-rata 12 persen per tahunnya dan 15 persen dalam 10 tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaPenetapan bursa kripto setelah melalui proses panjang serta sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Baca Selengkapnya