Louis Slotin, pahlawan nuklir yang korbankan diri di masa muda
Merdeka.com - Sebagai ilmuwan nuklir, tentu saja resiko yang dihadapi sangat tinggi, misalnya terkena paparan sinar radiasi atau bahkan ledakan nuklir. Namun di balik percobaan-percobaan nuklir berbahaya yang pernah dilakukan, terdapat seorang sosok yang membuat seluruh ilmuwan nuklir bangga, yakni Dr. Louis Slotin.
Tepat setelah perang dunia kedua berakhir di tahun 1945, Dr. Louis Slotin bersama ilmuwan nuklir lain berusaha melakukan serangkaian eksperimen untuk menetukan berat dua zat radioaktif, yaitu Uranium dan Plutonium.
Eksperimen yang dilakukan oleh tim Dr. Slotin pun tergolong sangat ekstrem, dengan mendekatkan Uranium dan Plutonium yang terkandung di dalam dua buah wadah berbentuk setengah bola secara manual. Bahkan, Dr. Slotin melakukannya dengan tangan kosong.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan? Menariknya, para ilmuwan baru-baru ini menemukan salah satu fosil burung terror yang diyakini menjadi yang terbesar yang pernah ditemukan.
-
Siapa ilmuwan yang memimpin penelitian? Untuk menganalisis data dalam jumlah besar ini, ilmuwan utama Dr. Adriana Dutkiewicz bekerja sama dengan ahli dari National ICT Australia (NICTA) untuk mengembangkan peta interaktif menggunakan algoritma.
-
Siapa yang membawa tas koper nuklir? Tas koper berat itu biasanya ditenteng oleh pejabat militer yang tak pernah berada jauh dari sang presiden, baik ketika dia turun dari helikopter atau tengah rapat dengan berbagai pemimpin dunia.
-
Bagaimana cara mendapatkan litium dari danau? Untuk dapat mengambil litium, diperlukan usaha yang besar dan tidak mudah. Penambangan, menurut SFGATE, akan memerlukan 'sumur produksi panas bumi untuk mengekstrak air garam yang kaya akan litium dari ribuan kaki (ratusan meter) di bawah permukaan bumi dan ketika litium dilarutkan dari air garam, cairan itu dipompa kembali ke bawah tanah.'
Satu-satunya alat bantu yang digunakan adalah sebuah obeng biasa untuk memisahkan kedua belahan bola radioaktif Uranium dan Plutonium tersebut.
Lewat cara yang cukup mengerikan itu, ilmuwan mengklaim dapat mengetahui berat dari zat radioaktif tanpa perlu melakukan sebuah reaksi nuklir dengan potensi yang lebih berbahaya.
Tepat tanggal 21 Mei 1946, Dr. Slotin dan ketujuh rekannya menjalankan penelitian tersebut di laboratorium rahasia bernama 'Omega' di pangkalan Los Alamos. Sayangnya, saat tengah mendekatkan kedua belah bola yang mengandung Uranium dan Plutonium tersebut, obeng yang dipegang oleh Dr. Slotin tidak sengaja tergelincir.
Seketika itu pula dua buah belahan bola Uranium dan Plutonium saling bersentuhan dan mulai beraksi nuklir. Tak ayal, kedelapan ilmuwan di ruangan itu, termasuk Dr. Slotin, merasakan gelombang panas yang dihasilkan oleh reaksi nuklir tadi. Bahkan, bola tersebut memancarkan cahaya biru yang terdiri dari sinar gamma ke seluruh ruangan.
Di saat-saat kritis itulah, Dr. Slotin dengan sigap menggunakan tangan kosongnya untuk mendorong salah satu belahan bola sehingga jatuh ke tanah sekaligus menghentikan pancaran sinar radiasi. Tindakan tersebut mencegah munculnya radiasi yang lebih parah atau bahkan ledakan akibat kontak antara Uranium dan Plutonium.
Dr. Slotin pun dianggap mampu menyelamatkan rekan-rekannya. Namun, aksi heroik yang dilakukan oleh Slotin juga berdampak negatif padanya. Slotin mengaku tangannya seperti terbakar dan merasakan rasa asin di mulutnya, bahkan setelah itu Slotin mulai muntah-muntah sebagai tanda dari keracunan radiasi tingkat tinggi.
Hebatnya, ketika diperjalanan ke rumah sakit, Slotin masih sempat membuat rekan-rekannya bangga dengan mengatakan,"Kalian akan selamat, tapi aku sudah tamat".
Bahkan, sesampainya di Rumah Saklit Los Alamos pun Slotin masih sempat meminta maaf pada teman-temannya, termasuk Alvin Graves. Graves nantinya juga meninggal akibat dampak radiasi 19 tahun setelahnya.
"Aku minta maaf membawa kalian dalam insiden ini. Aku mungkin hanya hanya mempunyai kesempatan 50 persen untuk hidup. Aku berharap kalian mempunyai kesempatan yang lebih baik dari aku," kata Slotin.
Dr. Louis Slotin yang saat itu baru berusia 35 tahun pun akhirnya meninggal setelah 9 hari dirawat di rumah sakit akibat keracunan radiasi yang sangat parah. Namun, aksi heroiknya pria yang lahir tanggal 1 Desember 1911 tersebut membuat rekan-rekannya hidup lebih lama, bahkan ada yang tidak mengalami efek radiasi sama sekali. (mdk/bbo)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia punya peran penting kala perang dunia pertama berlangsung.
Baca SelengkapnyaPilot yang membawa bom untuk hancurkan Hiroshima Jepang saat Perang Dunia II.
Baca SelengkapnyaKarena berbahaya, pihak penanggung jawab memiliki syarat untuk pengunjung dapat melihat manuskrip ilmuwan ini.
Baca SelengkapnyaSeorang perwira militer Australia kaget setengah mati lihat seorang tahanan PKI berkali-kali ditembak tak mempan oleh TNI.
Baca SelengkapnyaDirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Baca SelengkapnyaKisah Paul Alexander, Manusia dengan Paru-Paru Besi yang Hidup Paling Lama, Meninggal di Usia 78 Tahun
Baca SelengkapnyaPemuda Pakistan yang menemani ayahnya naik kapal selam Titanic ternyata membawa kubus rubik saat naik kapal selam nahas tersebut.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta-fakta terkait bagian tubuh ilmuwan yang diklaim tersimpan di museum.
Baca SelengkapnyaPotret prajurit TNI Al bertangan 'robot' bionic yang bisa digerakkan dengan sensor dari otak.
Baca SelengkapnyaPihak berwenang sampai saat ini masih memburu pelaku penembakan brutal itu.
Baca SelengkapnyaWarga bernama Solihin (35) mengalami luka bakar di tangan dan badan.
Baca SelengkapnyaBerikut kisah tentang bom nuklir yang hilang pada perang Dunia I.
Baca Selengkapnya