Mantan Bos Uber Dinyatakan Bersalah Tutupi Tragedi 57 Juta Kebocoran Data Pribadi
Merdeka.com - Mantan Chief Security Officer Uber Joe Sullivan telah dinyatakan bersalah atas tuduhan menutupi serangan siber pada 2016. Peristiwa itu terjadi saat seorang peretas mengunduh informasi pribadi lebih dari 57 juta orang.
Informasi yang dicuri dari Uber termasuk nama, alamat email, dan nomor telepon untuk lebih dari 50 juta pengguna dan 7 juta pengemudi, serta nomor SIM untuk 600.000 pengemudi lainnya.
Seperti dilansir New York Times dan Washington Post dari The Verge, Kamis (6/10), hakim memvonis Sullivan dengan dua tuduhan: pertama, karena menghalangi keadilan dengan tidak mengungkapkan pelanggaran kepada FTC dan satu lagi untuk kesalahan, yang menyembunyikan kejahatan dari pihak berwenang.
-
Siapa yang menjadi target kejahatan siber? Tidak hanya perorangan yang menjadi target, namun perusahaan besar, pemerintah, hingga institusi finansial juga rentan terhadap serangan ini.
-
Siapa yang mengungkapkan modus penipuan digital? Salah satu agen Brilink di Kecamatan Sanden bernama Supri Suharsana membongkar modus yang kerap dialami para korban.
-
Siapa yang terlibat dalam penipuan ini? Ia dituduh sebagai kaki tangan Barbara, namun tampaknya sangat bersedia untuk bersaksi melawan istrinya itu dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.
-
Siapa saja yang menjadi korban penipuan WhatsApp? Saat ini makin banyak jenis-jenis penipuan yang kerap diterima melalui pesan WhatsApp atau WA. Korbannya pun sudah ada.
-
Siapa pelaku penipuan? Kelima tersangka tersebut telah dilakukan penahanan sejak tanggal 26 April 2024 dan terhadap satu WN Nigeria sudah diserahkan kepada pihak imigrasi untuk diproses lebih lanjut,' tuturnya.
-
Siapa yang tertangkap terkait penipuan ini? Ada tiga WNA diduga melakukan pungutan liar berkedok sumbangan agama.
Perlu diketahui, Sullivan ini pernah menjabat sebagai Security Executive di Facebook dan Cloudflare. Peretasan itu sendiri dijelaskan oleh penuntut dalam bukti asli. Tercatat kejadian 2016 itu hampir sama dengan apa yang terjadi dengan Uber pada 2014.
Pelanggaran 2016 terjadi ketika dua orang dari luar menemukan kredensial yang memberi mereka akses ke penyimpanan pada cloud mereka. Dengan celah ini, peretas mampu mengunduh cadangan basis data milik Uber.
Peretas kemudian menghubungi Uber dan menegosiasikan pembayaran uang tebusan dengan imbalan janji untuk menghapus informasi yang dicuri. Uber harus membayar dengan Bitcoin senilai USD100.000 dan diperlakukan sebagai bagian dari program Bug Bounty perusahaan.
Sementara itu menurut kuasa Hukum Sillivan, tindakan yang diambil oleh kliennya itu semata-mata untuk mencegah kebocoran data pengguna. Bahkan dia memberi tahu CEO dan orang lain yang tidak dituntut atas insiden tersebut terkait kejadian ini.
"Satu-satunya fokus Sullivan adalah memastikan keamanan data pribadi orang-orang di internet," kata dia. (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kirim ke Bareskrim dan KPU, Begini Hasil Investigasi BSSN soal Kebocoran Data Pemilih
Baca SelengkapnyaSeorang peretas dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs tersebut.
Baca SelengkapnyaDittipidsiber tengah melakukan penyelidikan lebih jauh sembari berkoordinasi dengan pihak lain
Baca SelengkapnyaSebanyak 204 juta data pemilih KPU diduga bocor. Diperjualbelikan di darkweb seharga Rp 1 miliar lebih.
Baca SelengkapnyaData pemilih bocor diduga usai diretas oleh hacker Jimbo.
Baca SelengkapnyaMenkominfo mengungkapkan, serangan siber server PDNS terdapat dua kemungkinan pelaku.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani bilang telah meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan pendalaman terhadap dugaan kebocoran NPWP tersebut.
Baca SelengkapnyaDPR geram dengan kabar dugaan kebocoran data 204 juta pemilih oleh KPU.
Baca SelengkapnyaUU PDP ini mengamanatkan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Penyelenggara PDP seperti yang tertera pada pasal 58 sampai dengan pasal 61.
Baca SelengkapnyaJokowi sudah memerintahkan Kominfo maupun BSSN untuk memitigasi secepatnya.
Baca SelengkapnyaDiduga data pemilih ini dijual hacker sebesar Rp 1,2 miliar.
Baca SelengkapnyaKominfo dan BSSN dituding lalai terkait hal ini. Berikut selengkapnya
Baca Selengkapnya