Masyarakat sering dapatkan berita tipu-tipu di media sosial
Merdeka.com - Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) melakukan survei terkait persepsi masyarakat terhadap berita hoax, penyebaran, klasifikasi berita, serta dampaknya. Survei itu dilakukan secara online dan direspon oleh 1.116 responden.
Jumlah responden itu memiliki rentang usia di bawah 15 tahun hingga 40 tahun ke atas dengan komposisi usia di bawah 15 tahun (0,40 persen), 16-19 tahun (7,70 persen), 20-24 tahun (18,40 persen), 25-40 tahun (47,80 persen), serta di atas usia 40 tahun (25,70 persen).
"Survei itu dimulai dari tanggal 7 Februari 2017 sampai dengan 9 Februari 2017 atau dalam waktu 48 jam," ujar Ketua Bidang Kebijakan Strategis MASTEL, Teguh Prasetya saat acara konferensi pers mengenai hasil survei di Jakarta, Senin (13/2).
-
Bagaimana survei ini dilakukan? Survei dilakukan di seluruh Indonesia melibatkan 1.262 responden secara nasional, dan 4.000 responden di Jawa.
-
Bagaimana orang mengakses berita? Di Inggris, hampir tiga perempat orang (73%) mengatakan mereka mendapatkan berita secara daring, dibandingkan dengan 50% untuk TV dan hanya 14% untuk media cetak.
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
-
Bagaimana cara survei dilakukan? Survei dilakukan dengan wawancara responden menggunakan telepon pada 23-24 Desember 2023.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
Dari hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa sebanyak 91,80 persen responden mengatakan bahwa berita seputar Sosial Politik baik yang terkait dengan Pilkada atau pemerintah adalah jenis berita hoax yang sering mereka terima.
Kebanyakan berita jenis itu mereka dapatkan dari jejaring media sosial dibandingkan dengan media lainnya seperti aplikasi perpesanan, website, televise, media cetak, email dan radio. Prosentasenya sebanyak 92,40 persen.
"Dari responden, bilang kalau nomor satu masih media sosial disusul chat seperti aplikasi perpesanan. Aplikasi perpesanan kan memang personal to personal kan. Hanya saja memang yang lebih massif itu di media sosial. Tapi kan saat ini Facebook dan Twitter nantinya udah punya forum pengendali konten sendiri, sekarang aplikasi perpesanan juga sudah waktunya buat juga. Mereka sedang kembangkan," kata Teguh.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hoaks masih menjadi ancaman nyata jelang pemilu. Masyarakat pun masih banyak yang "terjangkit" hoaks.
Baca SelengkapnyaMengajak masyarakat khususnya para pemilih pemula untuk tidak mudah percaya dengan informasi hoaks
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaHasil itu terpotret dalam survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaYouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaEmpat dari Lima Orang Indonesia Mudah Tertipu Transaksi Online, Ternyata Ini Penyebabnya
Baca Selengkapnya