Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengapa Aksen Seseorang Tidak Akan Bisa Luntur? Ini Penjelasannya!

Mengapa Aksen Seseorang Tidak Akan Bisa Luntur? Ini Penjelasannya! ilustrasi marah ke komputer. ©huffingtonpost.com

Merdeka.com - Seringkali kita bertemu dengan seseorang dengan aksen daerah yang sangat tebal. Meski seseorang sudah bertahun-tahun merantau, aksen dari daerah asal tetap sulit untuk dihilangkan.

Bahkan seorang aktor pun kadang-kadang masih memiliki cela jika berperan menggunakan dialek tertentu.

Menghilangkan aksen memang hal yang sulit, bahkan hampir mustahil. Meski otak kita sangat mudah dalam mengenali dan belajar aksen tertentu, hal tersebut sangat sulit ditransfer ke pembicaraan kita. Mengapa? Menurut para ilmuwan, hal tersebut sudah muncul sejak kita masih bayi, dan belum mampu bicara sepatah kata pun.

Orang lain juga bertanya?

Dilansir dari Wired, para ilmuwan dari University of Washington selama berpuluh-puluh tahun telah mencari tahu bagaimana otak mempelajari bahasa. Penelitian dilakukan dengan menilai bagaimana bayi dari seluruh dunia merespon suara.

Dalam suatu penelitian yang melibatkan bayi-bayi dari berbagai suku, mereka diperdengarkan suara-suara yang kental dengan nuansa Jepang dan inggris. Pada bayi berusia 6 bulan, mereka merespon suara-suara tersebut dengan setara.

Namun menginjak 10 bulan, bayi mulai tidak mengenal suara yang tidak ada di bahasa ibunya. Seperti bayi Jepang yang tidak menghiraukan huruf "r" dan "l" yang tidak umum di bahasa Jepang, namun umum di bahasa Inggris. Kesulitan untuk mengenali bahasa hang bukan bahasa Ibu memang cepat, namun untuk mempraktikkannya, dari lahir pun sulit.

Kemampuan Berbahasa Akan Menajam

Studi lain dari grup yang berbeda, menyatakan hal yang sebaliknya. Di mana kemampuan untuk belajar bahasa tak akan tiba-tiba menghilang, justru kemampuan ini akan menajam ketika memasuki masa puber.

Setelah meneliti berbagai subjek, sang ilmuwan mendapati bahwa kemampuan seseorang dalam mempelajari bahasa kedua, berhubungan secara langsung dengan usia ketika mempelajarinya.

Kita memulai belajar bahasa dengan melihat sekitar, dan meniru orang tua, dan otak kita seakan-akan membentuk 'perpustakaan' yang membuat kita tetap fasih berbahasa.

Namun ketika kita mendengar bahasa atau dialek yang baru, otak kita menempuh proses yang sama dalam belajar, namun tetap merujuk pada 'perpustakaan' bahasa asli yang kita pelajari.

Oleh karena itu, otak kita tidak menggunakan dialek atau bahasa yang baru, hanya mengambil perkiraan kasar suara yang sudah kita mengerti di otak kita.

Hal ini adalah kinerja alamiah otak kita. Jika tidak dilatih untuk membentuk 'perpustakaan' baru di otak, seseorang bisa tinggal puluhan tahun di negara yang berbahasa asing, tanpa kehilangan aksen sedikit pun.

(mdk/idc)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
40 Kata-kata Galau Lucu dalam Bahasa Jawa, Paling Ngenes Tapi Bikin Ngakak
40 Kata-kata Galau Lucu dalam Bahasa Jawa, Paling Ngenes Tapi Bikin Ngakak

Kata-kata galau lucu dalam Bahasa Jawa berikut tidak hanya mengobati rasa gundahmu tapi juga menghibur.

Baca Selengkapnya
Ganjar Sindir Gaya Gibran Tiru Jokowi: Namanya Juga Anaknya
Ganjar Sindir Gaya Gibran Tiru Jokowi: Namanya Juga Anaknya

Ganjar juga menilai apa yang dipertanyakan Gibran dalam debat tidak substantif.

Baca Selengkapnya
Melihat Kehidupan Kampung Jawa di Malaysia, Masih Ada Tradisi Rewang
Melihat Kehidupan Kampung Jawa di Malaysia, Masih Ada Tradisi Rewang

Walaupun berada di negeri seberang, sehari-hari mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa

Baca Selengkapnya