Mengapa Aksen Seseorang Tidak Akan Bisa Luntur? Ini Penjelasannya!
Merdeka.com - Seringkali kita bertemu dengan seseorang dengan aksen daerah yang sangat tebal. Meski seseorang sudah bertahun-tahun merantau, aksen dari daerah asal tetap sulit untuk dihilangkan.
Bahkan seorang aktor pun kadang-kadang masih memiliki cela jika berperan menggunakan dialek tertentu.
Menghilangkan aksen memang hal yang sulit, bahkan hampir mustahil. Meski otak kita sangat mudah dalam mengenali dan belajar aksen tertentu, hal tersebut sangat sulit ditransfer ke pembicaraan kita. Mengapa? Menurut para ilmuwan, hal tersebut sudah muncul sejak kita masih bayi, dan belum mampu bicara sepatah kata pun.
-
Kenapa ilmuwan bingung dengan suara itu? Namun, volume kebisingannya sangat ekstrim sehingga orang lain percaya bahwa itu pasti suara lain.
-
Siapa saja yang sulit dipahami? Individu-individu ini biasanya memiliki sifat yang tertutup, lebih memilih untuk menghabiskan waktu sendiri, dan sering kali memiliki cara berpikir yang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan orang di sekitarnya.
-
Apa contoh kalimat sindiran halus tapi menyakitkan bahasa Jawa? Kata sindiran halus tapi menyakitkan bahasa Jawa ini bisa dijadikan caption di media sosial.
-
Kenapa orang Jawa dan Sunda sulit bersatu? Mitos orang Jawa menikah dengan Orang Sunda disebut sulit bersatu. Mitos orang jawa menikah dengan orang Sunda sering terdengar di masyarakat.
-
Kenapa teks itu sulit diterjemahkan? Namun, memetakan permukaannya memakan waktu, dan tinta berbasis karbon yang digunakan untuk menulis gulungan tersebut memiliki kepadatan yang sama dengan papirus pada CT scan, sehingga tidak mungkin untuk membedakannya dalam pencitraan.
-
Siapa yang kesulitan belajar bahasa Inggris? Dino iki arek-arek sek ntas oleh pelajaran Bahasa Inggris. Tapi, ben dino arek-arek ewoh ngerteni artine Boso Inggris. Pak Guru ngelu karo mikirno carane piye arek-arek ben iso ngerti. Wis nggawe coro opo ae isih ae uangel. Akhire Pak Guru nggolek coro ben e arek-arek ngerti.
Dilansir dari Wired, para ilmuwan dari University of Washington selama berpuluh-puluh tahun telah mencari tahu bagaimana otak mempelajari bahasa. Penelitian dilakukan dengan menilai bagaimana bayi dari seluruh dunia merespon suara.
Dalam suatu penelitian yang melibatkan bayi-bayi dari berbagai suku, mereka diperdengarkan suara-suara yang kental dengan nuansa Jepang dan inggris. Pada bayi berusia 6 bulan, mereka merespon suara-suara tersebut dengan setara.
Namun menginjak 10 bulan, bayi mulai tidak mengenal suara yang tidak ada di bahasa ibunya. Seperti bayi Jepang yang tidak menghiraukan huruf "r" dan "l" yang tidak umum di bahasa Jepang, namun umum di bahasa Inggris. Kesulitan untuk mengenali bahasa hang bukan bahasa Ibu memang cepat, namun untuk mempraktikkannya, dari lahir pun sulit.
Kemampuan Berbahasa Akan Menajam
Studi lain dari grup yang berbeda, menyatakan hal yang sebaliknya. Di mana kemampuan untuk belajar bahasa tak akan tiba-tiba menghilang, justru kemampuan ini akan menajam ketika memasuki masa puber.
Setelah meneliti berbagai subjek, sang ilmuwan mendapati bahwa kemampuan seseorang dalam mempelajari bahasa kedua, berhubungan secara langsung dengan usia ketika mempelajarinya.
Kita memulai belajar bahasa dengan melihat sekitar, dan meniru orang tua, dan otak kita seakan-akan membentuk 'perpustakaan' yang membuat kita tetap fasih berbahasa.
Namun ketika kita mendengar bahasa atau dialek yang baru, otak kita menempuh proses yang sama dalam belajar, namun tetap merujuk pada 'perpustakaan' bahasa asli yang kita pelajari.
Oleh karena itu, otak kita tidak menggunakan dialek atau bahasa yang baru, hanya mengambil perkiraan kasar suara yang sudah kita mengerti di otak kita.
Hal ini adalah kinerja alamiah otak kita. Jika tidak dilatih untuk membentuk 'perpustakaan' baru di otak, seseorang bisa tinggal puluhan tahun di negara yang berbahasa asing, tanpa kehilangan aksen sedikit pun.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kata-kata galau lucu dalam Bahasa Jawa berikut tidak hanya mengobati rasa gundahmu tapi juga menghibur.
Baca SelengkapnyaGanjar juga menilai apa yang dipertanyakan Gibran dalam debat tidak substantif.
Baca SelengkapnyaWalaupun berada di negeri seberang, sehari-hari mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa
Baca Selengkapnya