Menkominfo singgung interkoneksi: Hampir menjadi sejarah
Merdeka.com - Persoalan rencana penurunan tarif interkoneksi saat ini belum ada kejelasan. Rencana ini boleh dibilang menjadi polemik yang memecah belah suara operator selular menjadi dua kubu. Sejak digulirkannya rencana penurunan biaya interkoneksi pada tahun 2016, persoalan ini langsung mencuat tajam ke permukaan.
Pro dan kontra menghiasi industri ini. Alhasil, hingga saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) belum menginstruksikan untuk menggunakan tarif baru yang notabene turun kepada operator selular.
Namun dalam video tapping yang diputar dalam acara diskusi bertajuk 'Membedah Penurunan Tarif Interkoneksi Telekomunikasi 2017, Siapa Diuntungkan?', Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara kembali menyingung. Dia mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan pembahasan interkoneksi tak lagi diperdebatkan seperti sekarang ini. Bahkan akan menjadi sejarah.
-
Apa tantangan telekomunikasi di Indonesia menurut Wamenkomdigi? Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan masih ada tantangan berkaitan dengan kualitas jaringan telekomunikasi di beberapa wilayah.
-
Bagaimana Telkom membangun konektivitas di Indonesia? 'Melalui kemitraan kami dengan BW Digital dan sebagai bagian dari keseluruhan 7 sistem kabel bawah laut ICE kami, kami bertujuan untuk menjembatani kesenjangan konektivitas antar data center di negaranegara ini dan membentuk masa depan Lanskap Bawah Laut Asia Pasifik,' ungkap Chief Executive Officer Telin, Budi Satria Dharma Purba.
-
Bagaimana Menkominfo berpendapat tentang merger XL dan Smartfren? 'Saya sudah bilang, ‘kami mendukung. Soal yang lain-lain, komersialnya, silakan kalian omongin sendiri,' Ia mengungkapkan bahwa Kominfo tidak akan ikut campur mengenai urusan bisnis ke bisnis (B2B) dalam upaya merger tersebut.
-
Dimana kualitas jaringan telekomunikasi di Indonesia masih kurang? 'Penetrasi internet di masyarakat sudah 80% bisa kita bilang karena data terakhir APJII 2024, data menunjukkan 79,5%. Hanya saja, kita masih punya problem yang namanya digital divide, belum semua wilayah memiliki kualitas layanan telekomunikasi yang baik,' jelasnya.
-
Siapa yang menyatakan bahwa ada tren peningkatan permintaan koneksi internet? 'Ada tren yang jelas dan permintaan yang semakin meningkat akan koneksi internet berkecepatan tinggi dan konektivitas yang tanpa hambatan di era digital ini,' ujar Yuwono Pranata, CEO MBT.
-
Kapan trafik broadband Telkomsel meningkat signifikan? Lewat ragam upaya yang telah dilakukan, tercatat trafik akses broadband Telkomsel meningkat signifikan sebesar 17,95% dibandingkan rerata hari biasa sepanjang 2024, atau naik 19,50% dibandingkan periode NARU sebelumnya.
"Interkoneksi ini bagi saya, hampir menjadi sejarah karena ke depan tidak bicara ini lagi kecuali pelayanan," ujarnya dihadapan tamu undangan pada forum yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) di Jakarta, Selasa (7/3).
Pernyataannya itu tentu beralasan dengan kondisi saat ini di mana masyarakat lebih gandrung dengan layanan data untuk melakukan aktivitasnya berkomunikasi baik chat ataupun menelpon. Tak jarang saat ini layanan yang berbasis internet mampu untuk melakukan panggilan telepon.
Dalam forum itu dia juga menjelaskan kembali hakikat dari pentingnya interkoneksi. Menurutnya, interkoneksi merupakan kewajiban operator yang harus disediakan untuk pelanggan. Sementara dari sisi korporasi, interkoneksi merupakan business arrangement yang dilakukan antar perusahaan. Maka wajar, jika masing-masing operator memiliki perhitungan sendiri-sendiri.
"Meski demikian, jangan sampai faktor business to business ini menjadi penghalang dilakukannya interkoneksi," jelasnya.
Dia pun menuturkan bahwa sejatinya saat ini industri tak mengandalkan sumber pendapatan dari biaya interkoneksi. Pasalnya, pendapatan dari sumber interkoneksi hanya mampu berkontribusi kurang lebih dua persen dari total pendapatan perusahaan.
Bahkan dalam lima tahun mendatang, kata dia, bisa jadi pembahasan yang pelik ini tak akan lagi dibahas dan menjadi persoalan. Hal ini lantaran kembali lagi soal perubahan dari sisi konsumen dan kemajuan teknologi.
Sebagaimana diketahui, rencana penurunan biaya interkoneksi yang diumumkan oleh Kemkominfo melalui Surat Edarab (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 tanggal 2 Agustus 2016. Pemerintah menetapkan biaya interkoneksi sebesar Rp 204, turun 26 persen dari sebelumnya Rp 250. Namun, nasib SE itu kini belum ada hasilnya.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut penjelasan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait rencana merger XL dan Smartfren.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaPresiden Direktur Smartfren justru menanyakan balik statement pemerintah soal BTS tak lagi dipakai setelah ada Starlink.
Baca SelengkapnyaPenggelaran jaringan 5G yang massif masih terganjal 'ketiadaan' frekuensi.
Baca SelengkapnyaXL Axiata dan Smartfren dirumorkan akan merger. Kominfo memberi restu.
Baca SelengkapnyaTak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaKominfo mendapatkan masukan dari operator seluler agar langsung melelang 3 frekuensi 5G sekaligus.
Baca SelengkapnyaKekhawatiran muncul manakala Starlink melakukan perang harga dengan perusahaan internet lokal.
Baca SelengkapnyaAgus memandang kebijakan itu akan sulit diterapkan karena akan menimbulkan kekacauan di kalangan pengguna layanan.
Baca SelengkapnyaPredatory pricing bisa dibuktikan jika Starlink sudah beroperasi bertahun-tahun di Indonesia.
Baca SelengkapnyaProses merger antara XL dan Smartfren semakin mendekati tahap akhir.
Baca Selengkapnya