Modus Sindikat Penjual NIK dan KK Kumpulkan Data
Merdeka.com - Beberapa waktu lalu, masyarakat sempat dihebohkan dengan threadyang dibuat oleh akun Twitter, @hendralm. Dalam cuitannya, dia mengungkap ada forum penjualan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) di media sosial.
Setelah ditelusuri, data tersebut ternyata diperoleh melalui beberapa metode dan kebanyakan dilakukan oknum tidak bertanggung jawab. Hal itu dituturkan oleh pemilik akun Twitter dengan nama lengkap Samuel Christian Hendrawan tersebut yang pernah masuk dalam forum penjualan.
Menurut Hendrawan, setidaknya ada lima metode yang dilakukan oknum tersebut untuk memperoleh NIK dan KK masyarakat. Modus pertama yang digunakan adalah melalui SMS scammenawarkan pinjaman.
-
Apa yang viral di media sosial? Video tersebut viral di media sosial dan menarik simpati para warganet yang menyaksikannya.
-
Apa isi konten yang viral? Terdapat banyak sekali naskah drama yang cocok untuk ditampilkan untuk menghibur penonton, salah satunya adalah naskah drama lucu.
-
Siapa yang viral di media sosial? Kisah pilu gadis ini mencuri perhatian publik di media sosial. Sejak pertama kali diunggah, videonya sudah mendapat 34 ribu tanda suka.
-
Apa yang sedang populer di media sosial? Di media sosial, gambar-gambar artificial intelligence (AI) bertemakan di Disney Pixar tengah digandrungi netizen.
"Jadi, mereka akan menawarkan SMS pinjaman online tanpa jaminan, syaratnya KTP dan selfie. Tapi, sebenarnya itu bohongan," tuturnya saat berbicara dalam forum ICT Watch di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Lalu, metode lain yang digunakan adalah memanfaatkan situs jual beli online. Para pelaku ini biasanya berpura-pura menjadi pembeli dan meminta data diri penjual dengan dalih meyakinkan diri bahwa tidak penipuan.
"Jadi, nanti tukeran data diri. Mereka akan mengirimkan data ke penjual dan penjual akan mengirimkan data. Padahal, data yang dikirimkan itu juga hasil ambil (dari orang lain)," tuturnya menjelaskan.
Pengumpulan data secara tidak sah ini turut dilakukan melalui lowongan pekerjaan yang dipampang di situs. Biasanya, para pelamar akan diberi tautan yang mengarah ke Google Form, lalu meminta data diri beserta foto selfie dengan KTP.
"Keempat ada aplikasi di Play Store, dengan nama Cek KTP yang bukan resmi dari pemerintah. Memang aplikasinya untuk scam, ambil data diri masyarakat," ujar Hendrawan melanjutkan.
Terakhir, para oknum ini juga mengaku membawa sumbangan ke desa-desa dan menyebutnya berasal dari pemerintah. Lantas, para penerima itu harus berfoto selfie dengan KTP dan KK sebagai bukti.
Aksi tersebut, menurut Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto kemungkinan besar dilakukan oleh sebuah kelompok atau organized crime. Hal itu tidak lepas dari data yang berhasil dikumpulkan.
"Ini sifatnya asumsi. Namun, kali melihat pengumpulan yang dilakukan berjuta-juta, pasti ada sebuah organisasi. Ini tidak mungkin dikerjakan satu dua orang," ujar Damar.
Kendati demikian, asumsi ini masih perlu menunggu penyelidikan lebih lanjut. Damar berharap penyelidikan dari kepolisian dapat mengetahui cara kerja kelompok ini.
"Namanya apa saya tidak tahu. Kita berharap penyelidikan Kepolisian Bareskrim Polri dan Tindak Pidan Siber dapat menjelaskan. Jumlah orang yang terlibat atau bagaimana cara kerjanya," tuturnya.
Sebelumnya, pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga memastikan telah melaporkan kejadian ini. Kemendagri menepis kabar yang menyebut pihaknya melaporkan pembuat threadpenjualan KTP dan KK tersebut atau pemilik akun Twitter, @hendralm.
"Kami ini melaporkan adanya peristiwa yang di FB menjual dan membeli data kependudukan. Jadi kami tidak melaporkan orang, tidak melaporkan pemilik akun," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, di Jakarta, Rabu 31 Juli 2019.
Karenanya, Kemendagri meminta polisi mendalami kabar tersebut. "Nanti polisi biarlah yang mendalami siapa pelaku jual belinya, karena kami belum tahu," jelas Zudan.
Zudan pun memastikan, data dari Dukcapil tidak ada yang bocor dari internal. Menurutnya, data itu bisa muncul karena dikumpulkan dari berbagai medsos. Sebab, banyak KK dan KTP elektronik yang muncul di medsos.
"Kalau kita klik, kita akan keluar datanya. Bisa ada pemulung data di sana. Nah pemulung data ini berbahaya. Karena sesuai UU adminduk, siapapun yang menjual belikan data, membeli data, memanfaatkan data secara gak benar, itu sanksinya dua tahun dan denda sampai 10 miliar," tandas dia.
Sumber: Liputan6.com
Reporter: Agustinus Mario Damar (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo Buka Suara soal Kebocoran Pemilih KPU: Sekarang Data Mahal Harganya
Baca Selengkapnya"(Penyebab kebocoran) Nanti kami jelaskan setelah kami memanggil dirjen pajak hari Jumat," kata Menko Hadi
Baca SelengkapnyaMenko Polhukam Hadi Tjahjanto mengaku sudah menganalisis data NPWP yang diduga bocor.
Baca SelengkapnyaChannel Telegram ini tak hanya mengumbar data pribadi orang Indonesia saja, tetapi juga diduga menjualnya.
Baca SelengkapnyaKedua pelaku bekerja di PT Nusapro Telemedia Persada sebagai kepala cabang dan operator dengan keuntungan 25,6 juta.
Baca SelengkapnyaAde Ary meminta masyarakat berhati-hati agar tidak mudah memberikan data pribadi kepada orang lain.
Baca SelengkapnyaKasus pemalsuan dokumen berhasil diungkap oleh jajaran Polsek Setiabudi, Jakarta Selatan. Dua orang tersangka atas nama TN (32) dan PRA (21) ditangkap.
Baca SelengkapnyaDua orang oknum karyawan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi pun ditangkap.
Baca SelengkapnyaPara korban diberangkatkan ke Kamboja untuk melakukan transplantasi ginjal dengan modus family gathering.
Baca SelengkapnyaDiduga data pemilih ini dijual hacker sebesar Rp 1,2 miliar.
Baca SelengkapnyaHasil penyelidikan, bisnis ilegal ini diotaki seseorang berinisial DBS yang sebelumnya berprofesi menjual handphone dan sim card
Baca SelengkapnyaMengenai apakah sudah ada tersangka yang diperiksa, Himawan tidak menjawab dengan jelas.
Baca Selengkapnya