Operator seluler harusnya rasional tawarkan tarif layanan
Merdeka.com - Operator seluler nasional harus rasional dalam menawarkan tarif ke pelanggan agar bisa menjaga kelangsungan usaha secara jangka panjang di Tanah Air. Perang tarif yang terjadi masif sekarang ini di layanan data berpotensi membuat iklim usaha menjadi tidak sehat.
“Industri seluler ini ada anomali. Operator yang menjadi pusat ekosistem, kondisinya berdarah-darah. Hanya ada satu operator yang stabil kinerja keuangannya. Namun, di sektor pendukungnya, seperti penyediaan menara dan distributor kartu, sehat banget kondisi keuangannya. Ini kan ada yang gak bener. Salah satunya karena penetapan tarif tak dilandasi cost margin, tapi berbasis kondisi pasar. Akhirnya yang dikorbankan profit dan sustainability dari bisnis,” ungkap Danny Buldansyah, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang juga Wakil Direktur Utama Tri Indonesia, dalam diskusi media yang digelar Forum Lingkar Kuningan di Jakarta, Senin (29/5).
Menurut dia, jika operator bisa menjaga net profit sebesar 10 persen dari pendapatan usaha (top line), maka itu hal yang bagus. “Harga itu relatif terhadap income. Masalahnya banyak operator melakukan kesalahan dengan cenderung memberikan gratis ke pelanggan tanpa edukasi. Konsekuensinya, ketika mencoba menyehatkan tarif, itu menjadi berat, karena ada pemain lain melakukan hal sama (memberikan gratis),” ujarnya.
-
Apa strategi utama Telkom? Kelima strategi utama ini dicanangkan untuk memperkuat posisi Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi digital dalam menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi para pemangku kepentingan perusahaan, serta memaksimalkan peluang, meningkatkan daya saing, dan value creation dalam menghadapi tantangan di masa depan.
-
Kenapa regulasi OTT penting untuk industri seluler? Pasalnya belum ada regulasi yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga sejumlah dampak dikhawatirkan dapat berpotensi merusak kestabilan industri seluler di Indonesia.
-
Bagaimana OTT mempengaruhi pendapatan operator seluler? Efek Gunting kehadiran OTT ini pada satu sisi menaikan traffic penggunaan pada penyedia layanan seluler di Indonesia. Akan tetapi, pada sisi lainnya meskipun traffic dari pengguna akan naik, pendapatan yang dihasilkan akan datar dan sama saja. Sebab, nilai yang masuk itu diterima oleh OTT, bukan penyedia layanan seluler.
-
Apa dampak OTT terhadap pendapatan operator seluler? 'Apa sih dampaknya? Kalau kita lihat dalam 5-7 tahun terakhir penurunan dari pendapatan sms. Kalo kita lihat secara global ancaman terhadap operator ini juga terjadi di seluruh dunia,' Sigit juga menambahkan terdapat setidaknya beberapa dampak yang akan dipengaruhi oleh ketidakadaan regulasi yang mengatur operasional OTT di Indonesia.
-
Bagaimana Telkomsel mempersiapkan jaringannya untuk menghadapi lonjakan trafik? Untuk mengantisipasi lonjakan trafik pada momen Ramadan & Idul Fitri (RAFI) 2024, Telkomsel telah melakukan optimalisasi kualitas, kapasitas, serta pemutakhiran teknologi jaringan yang difokuskan pada 444 titik keramaian di berbagai wilayah Indonesia.
-
Bagaimana Telkom ingin menangkan market yang lebih besar? 'TelkomGroup telah market leader di Indonesia, namun kita harus melakukan ekspansi bisnis di kawasan untuk dapat memenangkan market yang lebih besar," katanya..
Yessie D Yosetya, Direktur Service Management PT XL Axiata Tbk, selama ini XL sudah menawarkan tarif sesuai dengan profil konsumen yang ditargetkan.
“XL mengemas produk sesuai dengan karakteristik pengguna. Tentunya semua komponen biaya sudah diperhitungkan, termasuk memperhitungkan profitabilitas produk,” katanya di kesempatan serupa.
Diakuinya, penawaran tarif promosi adalah ongkos belajar yang dilakukan XL selama ini. Namun, kami sudah mulai pangkas itu bonus kuota. Kami juga sudah melakukan efisiensi agar profitabilitas bisa lebih terjaga.
Analis dari Binaartha Securities Reza Priyambada menambahkan, kompetitifnya tarif yang ditawarkan operator tak bisa dilepaskan dari mekanisme pasar.
“Ada permintaan tarifnya murah, tapi pelayanannya lebih. Kalau dilihat EBITDA dari emiten operator itu di kisaran 40%-60%. Artinya ada pendapatan yang terpangkas operasional sebesar itu. EBITDA ini kan menunjukkan kesehatan keuangan dari perusahaan,” ucapnya.
Investigator Utama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Daniel Agustino mengatakan, jika ingin meihat rasional atau tidaknya tarif yang ditawarkan operator, harus dilakukan survei langsung konsumen di pasar bersangkutan.
“Harus dilihat, jika konsumen ada permintaan terus, dan harga turun, berarti harga yang sebelumnya ditawarkan itu bisa jadi kemahalan. Nah, kita harus bisa lihat sampai di titik mana itu bertahan harga turun terus,” katanya.
Sementara anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengatakan operator sudah maksimal melakukan efisiensi untuk bisa memberikan tarif kompetitif bagi pelanggan.
“Pertanyaanya kan sekarang masih mau tarif turun? Kalau begitu, salah satu solusi berbagi jaringan aktif (network sharing). Itu bisa menghemat biaya jaringan dan mengurangi komponen tarif,” tambahnya.
Pada kesempatan sama, Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai sewajarnya margin yang diambil operator di kisaran 35 persen - 50 persen. “Formulasi tarif yang dibuat regulator itu untuk memberi keleluasaan bagi operator dalam berkompetisi, sekaligus juga mencegah operator menerapkan tarif yang terlalu rendah. Artinya sudah diberikan keleluasaan, jangan terlalu besarlah ambil untungnya,” pungkasnya.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaTak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaAda banyak tugas menanti Menkominfo pilihan Presiden Prabowo, salah satunya di sektor telekomunikasi.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaOperator seluler khawatir jika tidak ada ketidakadilan dalam berbisnis saat satelit Starlink Elon Musk masuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaLayanan Direct to Cell akan segera dilakukan oleh Starlink.
Baca SelengkapnyaStarlink tetap diperlakukan sama seperti operator satelit lain di Indonesia.
Baca SelengkapnyaRespons pengusaha internet mendengar statment pejabat pemerintah soal harga murah Starlink.
Baca SelengkapnyaLayanan Over The Top (OTT) seperti Google dan Meta, masih menjadi permasalahan hingga hari ini.
Baca SelengkapnyaBocoran ini bersifat kajian yang dilakukan KPPU terhadap penyedia internet Low Earth Orbit (LEO).
Baca Selengkapnya