Pakar Sebut Deepfake Hancurkan Hak dan Privasi Kaum Wanita
Merdeka.com - Deepfake jadi teknologi yang kini sangat banyak beredar. Penggunaannya berangkat dari soal hiburan, namun penyalahgunaannya sangat banyak dilakukan untuk menyebar informasi palsu.
Belakangan, undang-undang soal deepfake disahkan di negara bagian California AS. Memang undang-undang tersebut berisi soal politik, karena AS sudah memasuki hingar-bingar pemilu yang akan diadakan tahun depan. Namun, deepfake justru mengancam privasi kaum hawa.
Pasalnya menurut sebuah perusahaan keamanan siber bernama Deeptrace, lebih dari 90 persen konten deepfake adalah pornografi. Hal ini berdasarkan studi dari hampir 15.000 konten deepfake.
-
Siapa yang menciptakan Deepfake AI? ''Kami menyadari bahwa hal terpenting adalah meningkatkan kesadaran dan memberdayakan konsumen secara berkelanjutan. Seiring dengan berkembangnya metode penipuan, solusi kami pun harus terus maju. Kami mengajak konsumen dan pelaku bisnis di Indonesia untuk bekerja sama dalam menghadapi ancaman kejahatan online berbasis AI. Dengan memprioritaskan keamanan, kita dapat membangun sistem keuangan yang lebih inklusif dan tangguh bagi Indonesia,' ujar Sati.
-
Bagaimana Deepfake AI bisa digunakan untuk menipu? 'Penipuan digital semakin canggih, terutama dengan maraknya penyalahgunaan teknologi AI,' kata Sati Rasuanto, Co-founder dan Presiden VIDA dalam keterangannya, Selasa (29/10).
-
Kenapa banyak yang khawatir dengan AI Generatif 'deepfake'? AI Generatif seperti 'deepfake' telah menjadi senjata baru untuk membuat disinformasi dan hoax yang sangat dikhawatirkan banyak kalangan, termasuk oleh media massa dan pemerintah di banyak negara.
-
Bagaimana penipu properti memanfaatkan Deepfake AI? Namun, yang muncul dalam video bukanlah pemilik asli. Wanita yang tampak di layar sebenarnya adalah deepfake AI yang dirancang untuk menyamar sebagai seorang wanita yang dilaporkan hilang beberapa tahun lalu.
-
Bagaimana deepfake bisa memengaruhi pemilu? Saat AS bersiap untuk pemilihan presiden pada bulan November 2024, ada kemungkinan bahwa AI dan deepfake dapat mengubah hasil pemungutan suara yang penting ini.
-
Apa yang dilakukan perempuan dengan AI? Malas dapat 'berbicara' dengan ibunya melalui chatbot ini, yang memberikan tanggapan yang diperkirakan akan diberikan oleh ibunya.
Disebut pula bahwa semua konten deepfake ini menarget kaum wanita, di mana ini adalah bentuk pelecehan online dan platform baru "revenge porn", sebuah istilah yang merujuk kepada penyebaran konten pribadi ke publik tanpa konsensus.
Disebut, 96 persen dari video tersebut adalah non-konsensual. Banyak di antara targetnya adalah aktris Amerika dan Inggris, serta sederet bintang K-Pop. Bintang K-Pop disebut ada di lebih dari 25 persen dari semua video deepfake pornografi tersebut.
Oleh karena itu, regulasi kedua soal deepfake ini adalah soal pornografi. Undang-undang ini menyebut bahwa warga California bisa menyeret pembuat deepfake pornografi tanpa persetujuan ke meja hijau.
Video Pornografi yang Mudah Dibuat
Video pornografi deepfake makin bertambah jumlahnya karena alat yang digunakan untuk membuatnya memang mudah ditemukan, ungkap para peneliti Deeptrace. Laporan tersebut mencatat bahwa sebuah aplikasi komputer bernama DeepNude, bisa dengan mudah membuat video wanita yang berbusana jadi tidak menggunakan sehelai benang pun.
Aplikasi ini sendiri telah dibuat offline oleh foundernya sendiri, melansir laporan dari Quartz, sehingga tak bisa diakses lagi. Meski demikian, dari laporan yang sama, aplikasi ini masih dapat dengan mudah ditemukan di situs torrent dan repositori bersifat open source seperti GitHub.
Bahkan, ada akun anonim yang menawarkan aplikasi DeepNude yang lebih "canggih", sekaligus akses tanpa batas, dengan membayar sebesar USD 20. Para peneliti dari Deeptrace akhirnya berkesimpulan bawa software ini kemungkinan akan terus menyebar, dan bermutasi seperti virus. Bahkan, kemampuan DeepNude akan makin mudah diakses dan sulit dilawan.
Tak cuma DeepNude, terdapat beberapa portal lain dengan kemampuan deepfake serupa. Menurut laporan, salah satu software mengharuskan membayar USD 2,99 per video, dan membutuhkan 250 gambar subjek yang akan disematkan ke video porno. Dalam dua hari, sebuah video porno berbasis deepfake sudah jadi.
Meski selebriti dan bintang adalah sasaran umum, tetap wanita non-selebriti atau orang biasa adalah yang paling banyak jadi objek pornografi deepfake ini.
Privasi Wanita Terancam Teknologi?
Pornografi deepfake adalah hal yang nyata, dan hal ini sulit dibedakan dari pornografi biasa. Buruknya, pornografi deepfake akan dengan mudah mengganti wajah seorang bintang porno dengan wajah seorang wanita, dan siapapun yang melihatnya akan mengira sang wanita adalah yang melakukan adegan pornografi tersebut.
"Banyak orang lupa bahwa pornografi deepfake itu nyata, dan fenomena baru yang merugikan banyak kaum wanita," ungkap Henry Ajder, kepala periset dari Deeptrace, melansir BBC.
Letak kriminalitas di hal ini adalah penyematan wajah seorang wanita ke sebuah video porno yang bukan dia, tanpa persetujuan sang wanita tersebut. Hal ini membuat privasi dan hak seorang wanita untuk diumbar, tentu tercabik-cabik.
Pasalnya, pornografi deepfake seakan mengingatkan kepada semua wanita bahwa jejak online berupa foto atau video, benar-benar bukan milik personalnya sendiri. Jejak online ini bisa dengan mudah diubah jadi sesuatu yang akan mempersulit dirinya mendapatkan pekerjaan dan banyak situasi sosial lainnya.
Sang CEO dan juga kepala Ilmuwan di Deeptrace, Georgino Patrini, juga menyarakan pentingnya solusi akan hal ini.
"Kami berharap laporan ini mendorong adanya diskusi lebih lanjut tentang topik ini, dan menekankan pentingnya mengembangkan berbagai tindakan pencegahan untuk melindungi individu dan organisasi dari aplikasi berbahaya deepfake," ungkap Patrini.
Pencegahan Deepfake
Deepfake sampai kapanpun tak akan pernah jadi teknologi yang terlarang. Memblokir teknologi ini sama sekali bukanlah solusi. Pasalnya, permasalahan deepfake bukanlah teknologinya, namun penggunaannya.
"Informasi yang salah masih bisa muncul meski videonya 100 persen benar, jadi, perhatiannya adalah soal informasi yang salah, bukan teknologi yang membuat video tersebut ada," ungkap Maneesh Agrawala, profesor ilmu komputer dan direktur dari Brown Institute for Media Innovation di Stanford University, melansir Tech Insider.
Pertanyaannya makin mengerucut menjadi apa yang bisa dilakukan untuk mencegah deepfake digunakan dengan cara yang berbahaya, seperti menyebarkan informasi salah bermodal video politisi ataupun orang penting yang seharusnya tak berdosa?
Profesor Agrawala menyebut ada dua pendekatan. Pertama adalah sebuah solusi teknologi yang dapat mendeteksi apakah sebuah video itu asli atau editan deepfake. Kedua, sebuah hukum pidana untuk mereka yang terbukti menyalahgunakan deepfake untuk menyebar informasi yang keliru.
Sang profesor sendiri bersama beberapa ilmuwan dari Stanford, Max Planck Institute, Princeton University, dan juga Adobe Research, telah mengembangkan algoritma yang dapat mendeteksi video deepfake dan dapat menyuntingnya melalui teks.
Soal hukum, telah dijelaskan di atas bahwa di California akan bisa lebih mudah untuk menyeret pembuat deepfake pornografi ke meja hijau.
Namun solusi ini bukan tanpa kendala. Sean Gourley, founder dari firma pembelajaran mesin Primer AI, menyebut bahwa teknologi deepfake makin lama akan makin canggih, dan algoritma akan makin sulit mendeteksi mana video asli, mana video editan deepfake.
Masalah lain datang dari aspek hukum, di mana seringkali untuk menempuh jalur hukum adalah sesuatu yang menghabiskan banyak waktu. Sementara persebaran informasi palsu, terutama pronografi, tidak akan terdeteksi dan jumlah orang yang terpapar informasi salah tersebut bisa jadi sudah sangat banyak.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Langkah-langkah antisipasi sudah disiapkan pemerintah guna menangkal video palsu.
Baca SelengkapnyaSaluran Telegram dengan lebih dari 220.000 peserta dilaporkan digunakan untuk membagikan gambar-gambar pornografi yang dihasilkan oleh AI.
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan lengkap mengenai teknologi DeepFake AI yang sedang viral.
Baca SelengkapnyaDemi selaras dengan UU ITE, Menkominfo mengaku sedang menyusun panduan etika AI.
Baca SelengkapnyaPakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Baca SelengkapnyaDemikian pula halnya dengan pengungkapan serta penyebaran informasi tersebut, apakah menyangkut kepentingan privat ataukah kepentingan publik.
Baca SelengkapnyaLangkah hukum akan diterapkan Kominfo apabila ditemukan kasus hoaks yang memiliki intensitas berat dan berpotensi memecah belah bangsa.
Baca SelengkapnyaKebutuhan pengaturan pemanfaatan kecerdasan buatan ini tengah dikaji oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaFoto-foto seleb digunakan paedofil untuk diubah memakai AI ke wujud anak-anak.
Baca SelengkapnyaBenarkah Iwan Fals nyanyi soal korupsi Rp271 triliun? Simak faktanya
Baca SelengkapnyaRevenge porn adalah fenomena yang semakin mengkhawatirkan di era digital, di mana teknologi memudahkan penyebaran konten pribadi tanpa izin.
Baca SelengkapnyaPenipu menggunakan wajah seseorang yang dikenal oleh korban .
Baca Selengkapnya