Pandangan koalisi mahasiswa Indonesia Timur soal tarif interkoneksi
Merdeka.com - Ribut-ribut soal tarif interkoneksi telepon yang turun 26 persen dan realisasinya mundur dari 1 September, mendapat tanggapan dari Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur untuk Mengawal Nawacita (Komitmen).
Koalisi mahasiswa ini menolak rencana Kementerian Komunikasi menurunkan tarif interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204. Kebijakan tersebut dinilai justru menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing dan menyebabkan kerugian negara bagi operator telekomunikasi berstatus badan usaha milik negara (BUMN).
"Kebijakan Kementerian Komunikasi jelas menyebabkan PT Telkom rugi. Karena Telkom berstatus BUMN, maka kerugian Telkom berarti kerugian negara. Kami berharap kementerian lebih fokus pada penyediaan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok Nusantara," kata Perwakilan Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim, usai pertemuan dengan pimpinan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis di Jakarta, akhir pekan ini.
-
Bagaimana cara membuat kebijakan yang menguntungkan kedua pihak? Diperlukannya peran dari pemerintah untuk membuat kebijakan yang bisa memberikan keuntungan bagi kedua pihak.Serta tidak menyebabkan kerugian bagi penduduk dan alam.
-
Apa saja yang mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia? Program utama 'Peta Jalan Indonesia Digital 2022-2024' menjadi bukti nyata. Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 100 ribu menara BTS yang tersebar di seluruh negeri, yang memberikan akses internet ke lebih dari 94% kota di Indonesia.
-
Siapa saja yang diuntungkan dari kerja sama ini? Kerja sama ini memberikan kemudahan tidak hanya bagi nasabah, tetapi juga bagi Prudential Indonesia dan Prudential Syariah dalam proses collection angsuran premi atau kontribusi asuransi.
-
Bagaimana OTT mempengaruhi pendapatan operator seluler? Efek Gunting kehadiran OTT ini pada satu sisi menaikan traffic penggunaan pada penyedia layanan seluler di Indonesia. Akan tetapi, pada sisi lainnya meskipun traffic dari pengguna akan naik, pendapatan yang dihasilkan akan datar dan sama saja. Sebab, nilai yang masuk itu diterima oleh OTT, bukan penyedia layanan seluler.
-
Apa dampak OTT terhadap pendapatan operator seluler? 'Apa sih dampaknya? Kalau kita lihat dalam 5-7 tahun terakhir penurunan dari pendapatan sms. Kalo kita lihat secara global ancaman terhadap operator ini juga terjadi di seluruh dunia,' Sigit juga menambahkan terdapat setidaknya beberapa dampak yang akan dipengaruhi oleh ketidakadaan regulasi yang mengatur operasional OTT di Indonesia.
-
Bagaimana Telkom ingin menangkan market yang lebih besar? 'TelkomGroup telah market leader di Indonesia, namun kita harus melakukan ekspansi bisnis di kawasan untuk dapat memenangkan market yang lebih besar," katanya..
Abdul Rahim menjelaskan, kawasan Indonesia Timur membutuhkan pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi. Karena itu, penurunan biaya interkoneksi dikhawatirkan menghambat Telkom yang selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia Timur.
"Kawasan Indonesia Tinur, seperti di Papua, masih banyak yang belum menikmati jaringan telekomunikasi," kata dia.
Ahmad Nasir Rarasina, Wakil Koalisi Mahasiswa dari Nusa Tenggara Timur (NTT), menambahkan pihaknya pada prinsipnya sangat mendukung setiap upaya yang mendorong pembangunan dan perluasan jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Nusantara.
"Sebagai mahasiswa, kami sangat respek terhadap apa yang disuarakan oleh FSP BUMN Strategis yang menolak kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat. Apalagi kebijakan itu berpotensi merugikan BUMN yang selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia Timur," kata Ahmad.
Ahmad mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dengan opini yang dibentuk oleh operator telekomunikasi milik asing itu seolah-olah kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu menguntungkan masyarakat. "Jika ada yang bilang penurunan biaya interkoneksi akan menguntungkan masyarakat, buat kami itu seperti angin sorga, cuma enak didengar," kata Ahmad.
Wisnu Adhi Wuryanto dari FSP BUMN Strategis menegaskan terus melakukan penolakan terhadap kebijakan Menteri Komunikasi Rudiantara yang berencana menurunkan tarif interkoneksi. Apalagi kebijakan penurunan tarif interkoneksi itu juga diikuti dengan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 dan 53 tahun 2000 terkait network sharing atau berbagi jaringan.
(mdk/ega)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Industri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaPemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaAda hal lain nampaknya dari rayuan pemerintah ke Elon Musk untuk hadirkan satelit Starlink.
Baca SelengkapnyaTransaksi akuisisi Tiktok terhadap Tokopedia bukan semata-mata demi pelaku usaha kecil-menengah dan produk dalam negeri.
Baca SelengkapnyaAda banyak tugas menanti Menkominfo pilihan Presiden Prabowo, salah satunya di sektor telekomunikasi.
Baca SelengkapnyaBocoran ini bersifat kajian yang dilakukan KPPU terhadap penyedia internet Low Earth Orbit (LEO).
Baca SelengkapnyaKekhawatiran muncul manakala Starlink melakukan perang harga dengan perusahaan internet lokal.
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaRespons pengusaha internet mendengar statment pejabat pemerintah soal harga murah Starlink.
Baca Selengkapnya