Pegiat internet SatuDunia soal UU ITE: jangan hanya kejar target
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Yayasan SatuDunia, Firdaus Cahyadi, mengatakan, revisi UU ITE yang sedang menjadi pembahasan di DPR, alangkah baiknya tak terburu-buru selesai. Pasalnya, antara DPR dan pemerintah, melihat bahwa krusial masalah hanya soal penurunan hukuman semata, sementara ada persoalan lain yang juga perlu diatur dan dimasukan dalam revisi UU ITE itu.
"Kami khawatir target penyelesaian pembahasan revisi UU ITE itu didasarkan pada draft pemerintah yang hanya ingin mengurangi hukuman di pasal karet pencemaran nama baik," katanya kepada Merdeka.com melalui sambungan telepon, Kamis (21/4).
Persoalan lain yang dimaksudnya itu adalah pengaturan perlindungan data pribadi dan persoalan pemblokiran konten internet. Kedua persoalan itu, kata dia, semestinya bisa masuk di dalam revisi UU ITE. Dia juga mengatakan, sebelum draft revisi UU ITE akan dibahas di DPR, para pegiat internet sudah mengusulkan terkait dua hal tersebut. Namun sayangnya, pemerintah hanya memfokuskan pada soal pencemaran nama baik saja.
-
Siapa yang merasa takut dengan Revisi UU ITE jilid II? 'Ini ketakutan sama bayangan sendiri, kalau kalian baik-baik enggak usah takut kan. Ya kalau produksi hoaks masa kita tolerir,' ucap Budi.
-
Bagaimana cara Menkominfo memastikan revisi UU ITE jilid II tak semena-mena? Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (ProJo) itu menyampaikan pemerintah akan membuat ruang diskusi untuk membahas pasal-pasal dalam revisi UU ITE yang dianggap bermasalah. Dia memastikan tak akan semena-mena dalam menerapkan revisi UU ITE jilid II ini.
-
Apa yang diyakinkan oleh Menkominfo terkait Revisi UU ITE jilid II? Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat. Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
-
Mengapa Menkominfo Budi Arie Setiadi meyakinkan tentang revisi UU ITE jilid II? Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat. Menkominfo Budi Arie Setiadi menegaskan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
-
Kenapa revisi kedua UU ITE jadi momentum perlindungan anak? Revisi kedua UU ITE dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Perubahan Kedua (UU ITE) akan meningkatkan perlidungan anak-anak yang mengakses layanan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
-
Kenapa Komisi III ingin polisi kaji ulang pasal GT? Menurutnya, apa yang dilakukan GT terhadap korban DSA (29) dinilainya sebagai salah satu cara untuk membunuh korban. Kasus ini pun turut mendapat sorotan khusus dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Politikus NasDem tersebut melihat, apa yang dilakukan oleh Ronald, diduga memang diarahkan atau dimaksudkan untuk membunuh korban.'Yakin polisi tidak menilai ini sebagai kasus pembunuhan? Coba deh kepolisian kaji ulang pasal sangkaan terhadap tersangka.'
"Draft yang dikirimkan pemerintah itu tidak membahas dua hal tadi. Hanya pencemaran nama baik, yaitu penurunan hukuman dan menjadi delik aduan. Persoalan kedua itu tidak dimunculkan dari draft pemerintah. Padahal, persoalan itu kan krusial, banyak aplikasi muncul dan meminta data pribadi pengguna. Sementara itu, dari sisi pemblokiran, sepertinya semua orang bisa mengajukan pemblokiran. Pemblokiran itu seharusnya diatur dalam UU jadi ada aturan yang jelas," terangnya.
"Paling tidak, ada tiga persoalan yang bisa diatur dalam revisi UU ITE, yakni pencabutan pasal pencemaran baik, perlindungan data pribadi, dan pengaturan terkait pemblokiran konten internet. Karena pemblokiran internet dan data pribadi itu kan termasuk dalam ranah Hak Asasi Manusia," imbuh Firdaus.
Pendapat Firdaus, berbeda dengan pegiat internet dari ICT Watch, Donni BU. Donni mengapresiasi niat komisi I DPR RI dan pemerintah untuk merampungkan revisi UU ITE tahun ini. Menurutnya, akan sangat bagus jika bisa dirampungkan lebih cepat. Tentu saja, dengan catatan yang baik.
"Bagus, jika bisa lebih cepat, tentu lebih baik. Sepanjang kualitasnya terjaga, dan poin pokok persoalan mengapa revisi itu ada, bisa dituntaskan," ujarnya.
"Kan masih ada perdebatan, apakah pasal 27 perlu ada atau tidak, ditambah atau dikurangi hukumannya. Beberapa fraksi sudah sepakat dihapus aja kan? Ya bagus, mudah-mudahan fraksi lain mengikuti," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, UU ITE khususnya pada pasal 27 ayat 3, kerap dipakai menuntut pidana pengguna media sosial yang melayangkan kritik lewat dunia maya. Ancamannya pun tak main-main, yakni ancaman pidana di atas 5 tahun dengan denda Rp 1 miliar.
"Yang jadi krusial pemerintah pasal 27 ayat 3, untuk pencemaran nama baik, yang berlaku hukumannya kan 6 tahun. Semua, ketentuan pidana yang di atas lima tahun istilahnya bisa di tahan dulu baru itu. Nah ini, agar menghilangkan multitafsir dari pasal ini, kita turunkan menjadi di bawah lima tahun atau persisnya empat tahun. Jadi tidak ditahan dulu baru ditanyalah kurang lebih," kata Menkominfo Rudiantara.
"Kemudian, dari sisi deliknya pun, harus delik aduan. Artinya, ada yang dirugikan dan yang bersangkutan melaporkan, kepada pihak yang berwajib. Sebelumnya itu, delik umum," sambungnya.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaBerikut alasan yang disampaikan pemerintah merevisi UU ITE yang kedua.
Baca SelengkapnyaDPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.
Baca SelengkapnyaRevisi UU ITE kedua dianggap sebagai momentum perlidungan hak anak di ruang digital.
Baca SelengkapnyaAturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Marah dengan kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam memberantas judi online.
Baca SelengkapnyaPembentukan satgas judi online bertujuan melakukan percepatan pemberantasan kegiatan perjudian daring
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaMenkominfo bakal menutup akses layanan Virtual Private Network (VPN) gratis untuk menangkal praktik judi online bertumbuh di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSeluruh fraksi menyetujui hasil rancangan revisi UU ITE yang dibahas oleh Komisi I DPR dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaKemenkoinfo dari 17 Juli 2023 hingga 23 Juli 2024 telah mengajukan pemblokiran 573 akun e-wallet terkait judi online kepada Bank Indonesia.
Baca SelengkapnyaSejumlah kritik turut dilayangkan oleh beberapa pihak yang meminta agar penegakan hukum terhadap judi online bisa menyasar para bandar besar.
Baca Selengkapnya