Regulator telekomunikasi dan penyiaran dianggap belum independen
Merdeka.com - Keberadaan regulator telekomunikasi dan penyiaran saat ini dianggap oleh Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Amir Effendi Siregar, masih memiliki kepentingan lain selain mengurus regulasi.
Pasalnya, saat ini masih ada anggota komisioner dari kalangan pemerintah yang diyakini akan mengganggu independensi kebijakan.
"Meski ada unsur masyarakat tapi dipimpin oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) juga. BRTI kan bentukan pemerintah," ujar Amir saat diskusi dengan media di Jakarta, Selasa, (28/07).
-
Siapa yang mengancam integritas Pemilu? Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Alfitra Salamm, mengungkapkan keprihatinannya terkait ancaman uang dalam pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dalam acara yang diselenggarakan DKPP RI.
-
Siapa saja yang terlibat dalam pengawasan pemilu di Indonesia? Dalam konteks Indonesia, aktor-aktor seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat memiliki peran dalam memastikan pemilu berjalan dengan baik dan adil.
-
Siapa yang mengawasi Pilkada? Diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten/Kota.
-
Siapa yang bertugas mengawasi Pilkada? Pengawasan terhadap pelaksanaan Pilkada dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sanksi hukum bagi pelanggaran Pilkada juga diatur dalam undang-undang ini.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
Pun begitu juga dengan masih adanya mantan praktisi yang terjun langsung menjadi regulator. Dikhawatirkan, hal ini akan mengganggu kebijakan saat akan diputuskan. Sebaiknya, kata dia, untuk praktisi setidaknya menunggu dua hingga tiga tahun sebelum menjabat sebagai wasit industri.
"Harusnya lepas dari industri itu dua sampai tiga tahun dulu, baru sudah itu masuk sebagai regulator, sehingga ada jaminan keadilannya saat menentukan kebijakan," jelas dia.
Agar tak terjadi anggapan seperti itu, Amir menyarankan supaya pemerintah membentuk badan ataupun lembaga non pemerintah. Tujuannya, agar tidak ada campur tangan pemerintah, melainkan para pemerhati industri telekomunikasi dan penyiaran.
"Baiknya, membentuk lembaga non pemerintah. Sebab, kalau masih ada campur tangan pemerintahnya, sehingga dapat menangani masalah industri dengan baik, sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologinya," tuturnya dia.
(mdk/bbo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaBanyak pihak menilai bahwa pelarangan tayangan jurnalistik investigasi di televisi justru membatasi kebebasan pers
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaMenteri Tito mendapat data sekitar 50 sampai 60 persen KPU dan Bawaslu Daerah tak netral.
Baca SelengkapnyaPemerintah mengeluarkan aturan menteri dan walikota yang maju Pemilu tak harus mundur dari jabatan. Hal ini tertuang dalam PP Nomor 53 Tahun 2023.
Baca SelengkapnyaAndika berbicara keras mengkritik pemerintah terkait kondisi perekonomian yang sulit diprediksi.
Baca SelengkapnyaSejumlah pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi menjadi pasal karet
Baca SelengkapnyaMedia siber memiliki peran penting bagi masyarakat sebagai sumber akses berita atau informasi yang cepat dan menjangkau masyarakat luas.
Baca Selengkapnya