Sering 'kesasar?' Begini penjelasan ilmiahnya!
Merdeka.com - Hal yang paling sering kita temui ketika berkendara ke tempat baru adalah sebuah pemikiran, "ini di mana sih?"
Yap, 'kesasar' ternyata cukup sulit untuk dihindari, meski kita sudah mengikuti arahan dari teman yang rumahnya akan kita tuju, tetap saja nama-nama jalan yang hampir sama selalu memusingkan kita.
Rumitnya mencari tempat baru sangat bisa dibayangkan: kita harus memproses informasi yang kita jadikan acuan untuk cari tempat baru, sekaligus kita harus mengingat bagaimana lingkungan tersebut ketika kita lewati. Ditambah kita harus tetap jalan di atas kendaraan kita. Ketika jalan yang kita lewati mulai terasa 'sesat,' kita harus kembali ke rute awal untuk mencari jalan yang baru.
-
Mengapa penelitian ini penting? 'Melalui pemahaman tentang cara bakteri ini mendeteksi darah, kita berpotensi mengembangkan terapi baru yang menghambat kemampuan mereka ini,' ujar Siena Glenn, penulis utama studi dan mahasiswa pascadoktoral di Washington State University.
-
Kenapa penelitian ini dilakukan? Penelitian ini bertujuan untuk melihat sisi lain secara ilmiah bagaimana yang terjadi ketika orang-orang diambang kematian.
-
Kenapa penelitian ini penting? Temuan ini memberikan wawasan baru tentang fungsi tidur yang lebih kompleks dari sekadar proses konsolidasi memori.
Apa yang salah? Hal ini mampu dijelaskan secara ilmiah. Ada beberapa faktor dalam otak kita yang membuat 'kesasar' bukan hal yang tidak normal.
Kemampuan otak dalam hal navigasi berada pada satu sisi yang sama dengan bagian otak yang bertanggung jawab untuk menyimpan memori. Hippocampus dan entorhinal contex adalah komponen yang bertanggung jawab akan hal tersebut. Namun berbeda dengan ketika kita mengingat memori, dalam mengingat arah jalan, sel yang menyimpan memori arah akan teraktivasi ketika kita berada di jalan tersebut. Sehingga setiap kita melewati sebuah jalan, dalam beberapa ali saja akan ada 'peta' dalam otak kita.
Otak kita, tepatnya bagian hippocampus, akan memuat sel yang dapat memberi impuls secara langsung ketika kita memasuki daerah yang familiar.
Dengan sistematika ini, para ilmuwan menyamakan kinerja otak kita dengan sistem GPS. Sel di otak kita akan menuntun tubuh kita ke arah lingkungan yang lebih familiar, meski kita tak mengingat area tersebut secara cermat sebelumnya. Bahkan para ilmuwan percaya bahwa otak kita punya kemampuan luar biasa dalam mengetahui arah jalan, seberapa tidak familiar pun jalanan tersebut.
Lalu mengapa seseorang bisa 'kesasar?'
Ternyata seseorang dengan sinyal lemah di entorhinal cortex dalam otaknya, mempunyai kesulitan yang lebih dalam hal navigasi di lingkungan baru. Hal tersebut bukan hal yang tidak normal, karena setiap orang terlahir dengan kemampuan berbeda terhadap hal tersebut. Ini makin terbukti dengan bagaimana pasien Alzheimer mempunyai gejala awal mudah tersesat, dikarenakan entorhinal cortex dan hippocampus adalah bagian dari otak yang fungsinya lebih dulu merosot ketika terserang penyakit tersebut.
Kelemahan dalam hal navigasi otak ini memang berbeda-beda tiap orang, tergantung dari banyak faktor. Salah satunya adalah gender, di mana banyak sekali temuan bahwa pria lebih baik dalam proses spasial ketimbang wanita. Kemampuan spasial adalah kemampuan untuk memproses informasi visual, yang tentu berhubungan dengan kemampuan navigasi.
Meski itu adalah sisi biologis manusia yang dijelaskan secara ilmiah, bukan berarti hal tersebut mutlak. Hal ini dikarenakan kemampuan tersebut bisa diasah. Tentunya mengasah dengan tak selalu bergantung pada GPS.
Karena menurut sebuah studi ilmu saraf yang dilakukan oleh Institute of Behavioural Neuroscience di University College London, otak kita layaknya GPS dan akan makin kaya jika menambah 'database.'
Dr. Hugo Spiers, kepala penelitian tersebut meneliti beberapa supir taksi di London, dan hasilnya, mereka punya hippocampus yang lebih besar dari rata-rata populasi biasa.
"Supir taksi London, yang selalu tahu arah karena ribuan kali melewati jalanan yang sama, punya sistem navigasi dalam otak yang lebih baik karena pengalamannya," ungkap sang kepala peneliti.
Sebaliknya, studi yang dihelat oleh McGill University, menyatakan bahwa seseorang yang selalu menggunakan GPS, tidak akan memanfaatkan hippocampusnya dengan baik, sehingga ia makin buruk dalam hal mencari arah jika tanpa GPS.
Hanya ada dua pilihan ketika 'kesasar,' bergantung pada teknologi, atau percaya penuh pada otak kita.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tidak ada perlindungan yang signifikan dalam sistem satelit. Semua disebut bisa dieksploitasi.
Baca SelengkapnyaSerangan siber menyusup sistem navigasi GPS pesawat yang dapat menyebabkan ancaman keamanan penerbangan.
Baca Selengkapnya