Sistem teknologi di KPU rentan dihajar hacker dan dimanipulasi
Merdeka.com - Salah satu hal yang dikhawatirkan banyak pihak ketika proses pra dan pasca Pemilihan Umum terhubung dengan internet, yaitu serangan para hacker dan manipulasi data.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh peneliti dari Center for International Relations Studies (CIReS) Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan.
Dia mengatakan bahwa sistem teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum rawan manipulasi dan pelanggaran saat pelaksanaan Pemilu 2014. Bahkan, menurutnya, penggunaan teknologi tinggi rentan diretas karena hal tersebut kini dapat dengan mudah dilakukan.
-
Bagaimana Hacker serang sistem pemilu? Ditemukan bahwa aktivitas yang sering dilakukan oleh pemerintah Rusia dan China adalah upaya untuk menghambat situs otoritas pemilihan, mengakses informasi pribadi pemilih, hingga memindai sistem pemilihan online untuk dicari kelemahannya.
-
Bagaimana cara menangani pelanggaran pemilu? Penanganan perkaranya dilakukan oleh Bawaslu dan kepolisian.
-
Bagaimana pemilu pertama dijalankan? Pemilihan umum ini direncanakan oleh tiga kabinet yang berturut-turut memimpin pemerintahan Indonesia, yaitu kabinet Natsir, kabinet Wilopo, dan kabinet Burhanudin.
-
Bagaimana cara tinta pemilu mencegah kecurangan? Tinta pemilu digunakan untuk memberikan tanda khusus pada jari pemilih yang telah memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal ini bertujuan untuk mencegah pemilih melakukan pemungutan suara lebih dari satu kali.
-
Siapa yang bisa melakukan Tindak Pidana Pemilu? Tindak pidana pemilu merujuk pada serangkaian tindakan kriminal atau pelanggaran hukum yang terkait dengan proses pemilihan umum atau pemilu.
-
Apa target utama hacker pemilu? Mereka bekerja dengan membekukan basis data pemilih lokal. Maka itu ransomware menduduki peringkat teratas ancaman siber saat pemilu.
"Terutama kalau sekarang kan marak penggunaan gadget di mana seseorang bisa ubah suara dari jarak jauh. Itu yang dikhawatirkan. Dengan binary system 0.1 saja sudah bisa untuk melakukan kecurangan," kata Hariyadi seusai diskusi bertajuk "Manipulasi Pemilu, Pelanggaran Elektoral dan Aparat Keamanan" di Universitas Indonesia, Depok, seperti dikutip dari Antara, Selasa (01/04).
Oleh karena itu, Hariyadi menyarankan adanya upaya pengawasan melalui audit teknologi guna memastikan validitas penghitungan suara dalam Pemilu.
"Ini penting, audit elektronik ini untuk memastikan penghitungan suara yang dilakukan sudah benar," katanya.
Ia juga mengkhawatirkan adanya gangguan dan pelanggaran Pemilu seperti yang terjadi pada 2009.
Dalam catatan Mahkamah Konstitusi, ada 628 kasus pelanggaran yang diteruskan hingga ke lembaga peradilan tersebut. Sementara itu, berdasarkan catatan Bawaslu, pelanggaran dalam masa pemungutan dan penghitungan suara mencapai 1.193 kasus.
Terlebih lagi, lanjutnya, penggunaan kotak suara dari kardus juga menambah kekhawatiran adanya pelanggaran dan manipulasi suara.
"Penggunaan kotak suara dari kardus itu akan sangat mudah dilakukan kecurangan. Pengantaran surat suara, masih dikawal polisi itu sebetulnya menimbulkan hal-hal yang dipertanyakan," katanya.
Kendati demikian, ia mengapresiasi sejumlah upaya perbaikan dan peningkatan pengawasan untuk Pemilu 2014. Namun, ia mengingatkan bahwa luasnya wilayah Indonesia masih menyimpan potensi rawan kecurangan.
"Intinya keadaan tahun 2009 masih membayang. Kita tidak akan mencoba untuk mengulang apa yang terjadi pada 2009," tambahnya. (mdk/das)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut adalah ancaman siber yang jarang diketahui orang saat pemilu berlangsung.
Baca SelengkapnyaDia meyakini sistem tersebut lebih baik dibandingkan sistem OS pada tahun 2021.
Baca SelengkapnyaKPU hingga kini masih menelusuri dugaan peretasan tersebut.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta mengenai jelang tahun pemilu yang disukai hacker.
Baca SelengkapnyaKetua Tim Penjadwalan Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud Aria Bima menyoroti banyaknya kecurangan pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaKPU RI meminta bantuan terhadap Satgas Cyber, Badan Siber Sandi Negara (BSSN) serta BIN terkait adanya dugaan kebocoran data pemilih
Baca SelengkapnyaDiduga data pemilih ini dijual hacker sebesar Rp 1,2 miliar.
Baca SelengkapnyaDia berharap agar pihak lain tidak serta-merta mengklaim menang.
Baca SelengkapnyaTemuan dugaan kecurangan itu berdasarkan analisis tim teknologi informasi forensik Timnas AMIN.
Baca SelengkapnyaMemiliki pendidikan lebih baik dan kepintaran tidak membuat seseorang dijamin kebal dari penipuan. Kenali mengapa mereka tetap rentan menjadi korban tipuan ini:
Baca SelengkapnyaKirim ke Bareskrim dan KPU, Begini Hasil Investigasi BSSN soal Kebocoran Data Pemilih
Baca SelengkapnyaPPATK mewaspadai penyalahgunaan teknologi di tahun politik.
Baca Selengkapnya