Smartphone Makin Mahal, Bahkan Orang Amerika Stop Konsumtif Gadget
Merdeka.com - Tahun 2017 adalah tahun di mana industri smartphone berubah drastis. Pasalnya, Apple merilis produk terbarunya yakni iPhone X.
Produk ini super revolusioner, memperkenalkan fitur pengenalan wajah 3D dan juga layar poni atau notch.
Namun tak disangka, pasca momen ini, penjualan smartphone makin turun. Ini juga termasuk iPhone, di mana penjualannya langsung turun dari berbagai generasi sebelum iPhone X.
-
Apa handphone termahal di dunia? HP termahal di dunia itu apa sih? Pada tahun 2014, sebuah pencapaian luar biasa dicatat dalam dunia ponsel, yakni kehadiran Falcon Supernova iPhone 6 Pink Diamond yang berhasil memegang gelar sebagai perangkat ponsel termahal yang pernah dijual.
-
Bagaimana pengguna iPhone menghabiskan uang? Rata-rata, pengguna iPhone menghabiskan dua kali lipat lebih banyak, yakni sekitar USD117 per hari, sedangkan pengguna Android hanya menghabiskan USD62 per hari.
-
Kenapa Orang AS beralih ke dumbphone? Saat ini, masyarakat Amerika mulai beralih ke 'dumbphone' dalam upaya mengekang kecanduan ponsel pintar.
-
Mengapa orang khawatir soal smartphone? Selama bertahun-tahun, masyarakat khawatir bahwa gelombang radio yang dipancarkan oleh smartphone—jenis radiasi non-ionisasi—dapat memicu kanker otak.
-
Kenapa handphone mewah harganya mahal? Banyak dari masyarakat kini lebih memilih untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan melalui ponsel pintar yang mereka miliki. Dalam hal ini, ponsel telah menjadi alat utama yang memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
-
Bagaimana cara Apple menjaga iPhone mahal? Strategi pemasaran Apple telah menjadi penentu kesuksesannya selama dua dekade terakhir. Pengisahan cerita yang hebat dan penyampaian pesan merek kepada konsumen secara unik selalu menjadi kekuatan Apple.
Karena layar poni pun, berbagai inovasi untuk 'mengejar' layar penuh mulai bermunculan dari berbagai vendor Android. Mulai dari notch serupa iPhone X, waterdrop notch yang lebih mungil, lubang layar, sliding dan pop-up, hingga solusi ekstrem seperti dual-screen.
Hal ini memicu makin banyak pemain yang secara umum memproduksi lebih banyak smartphone. Dipadu dengan kualitas dan kinerja smartphone dari tiap vendor yang secara umum jadi sangat baik. Akhirnya terjadilah kejenuhan pasar.
Dengan ini, iPhone X jadi pemicu bermunculannya smartphone dengan kualitas yang dijamin lebih baik oleh vendor, namun dengan harga yang lebih tinggi.
Soal penurunan penjualan smartphone sendiri terdata melalui riset dari firma strategi analitik dari Brand Dynamics.
Orang Amerika Malas Beli Smartphone
Mengutip data dari Brand Dynamics, orang Amerika Serikat yang memiliki daya beli yang baik terhadap smartphone, kini tak lagi gonta-ganti ponsel. Pasalnya, rata-rata mereka menggunakan smartphone dalam 33 bulan.
Sebelumnya, orang AS menggunakan smartphone tepat 24 bulan atau dua tahun. Jadi, mereka memiliki kecenderungan akan membeli smartphone dua generasi dari smartphone yang mereka miliki dan gunakan saat ini.
Bahkan, hanya 7 persen dari keseluruhan sampel yang mengaku siap untuk membeli perangkat dengan harga di atas USD 1.000. Smartphone dengan harga tersebut tentu adalah iPhone serta flagship Samsung. Serta beberapa merek seperti Huawei dan juga deretan smartphone gaming.
Tren Mencicil dan Makin Premiumnya Smartphone
Salah satu pemicu mahalnya harga smartphone adalah, ketika di zaman dahulu pencicilan barang hanya kita temui di rumah atau kendaraan, kini smartphone pun dengan mudah bisa kita cicil. Sistem pencicilan ini membuat naiknya harga smartphone tidak terlalu terasa.
Karena jika dilihat, harga smartphone yang makin mahal terselimuti angka cicilan yang terasa murah. Bahkan pencicilan bulanan smartphone rasanya layaknya belanja bulanan saja, tak seperti mencicil kendaraan.
Beriringan dengan lazimnya praktik cicil HP, akhirnya pengguna tak seberapa sadar kalau harga smartphone kini makin mahal.
Selain itu, makin premiumnya smartphone juga jadi alasan. Smartphone papan atas di beberapa tahun lalu ditandai dengan performa atau kinerja yang mulus, bebas lag, dan desain yang elegan.
Namun saat ini semua itu tetap ada, namun kriteria flagship jauh bertambah.
Saat ini premium adalah faktor yang seakan-akan wajib ada di smartphone papan atas. Hal ini juga sudah jadi bahan 'siapa yang terbaik' antar kompetitor terkait fitur-fitur yang dimiliki.
Hal ini awalnya dimulai dari adanya tambahan kamera, pengecasan daya cepat, hingga hal-hal yang awalnya tak terpikirkan seperti opsi warna premium.
Faktor premium ini akhirnya menciptakan kelas baru dari perangkat smartphone yang jelas menambah nilai jual dari smartphone.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini alasan mengapa orang-orang AS malas memakai smartphone.
Baca SelengkapnyaPersediaan yang lebih tinggi memberikan tekanan pada harga kendaraan.
Baca SelengkapnyaTren yang sedang berkembang daripada beli iPhone baru mending bekas.
Baca SelengkapnyaJustru bukan membuat orang semakin tertarik, pembaruan AI ini malah membuat para penggunanya tidak peduli.
Baca SelengkapnyaMerosotnya penjualan mobil di Indonesia punya banyak faktor mendasar, seperti karena penurunan daya beli dan ketertarikan pembeli.
Baca SelengkapnyaDikutip dari laman CIRP – Apple Report dan GizChina, Kamis (7/3), banyak pemilik Android yang membeli iPhone yang bukan keluaran terbaru.
Baca SelengkapnyaHarga barang-barang elektronik bakal naik jika nilai tukar rupiah terus tertekan pasca serangan Iran ke Israel Sabtu (13/4) lalu.
Baca SelengkapnyaDPR usulkan agar iPhone dkk diblokir, lantaran Apple minta syarat agar mereka mau berinvestasi.
Baca SelengkapnyaKetika baru pertama kali dijual di Indonesia, harga iPhone 11 64 GB adalah Rp12.999.000,00.
Baca SelengkapnyaVCD/DVD Player hingga Playstation (PS) mulai ditinggalkan masyarakat pada tahun 2022.
Baca SelengkapnyaHasil ini merupakan kajian dari lembaga riset teknologi Counterpoint yang dilakukan pada Q3 2023
Baca SelengkapnyaJumlah pengiriman smartphone mengalami kenaikan, bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (Q3 2023), hingga 4 persen.
Baca Selengkapnya