Warsito bantah tinggalkan Indonesia demi alat penyembuh kankernya
Merdeka.com - Nampaknya, negeri ini lagi-lagi harus ditinggalkan putra bangsa yang memiliki misi memberikan harapan untuk kesembuhan para pengidap kanker melalui teknologi Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT). Beredar kabar, jika Warsito Purwo Taruno, akhirnya memilih pergi untuk melanjutkan penelitiannya itu di Polandia.
Tentu saja, lantaran penelitiannya yang sempat direview oleh pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kemenristekdikti, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), KPKN (Komite Penanggulangan Kanker Nasional), menyatakan bahwa ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya.
Hal itu diketahui dari postingan dari akun Facebook miliknya. Dalam postingan itu, dia mengatakan jika dia telah memutuskan untuk memulai pelatihan ECCT secara internasional dan pertama kali untuk pengobatan kanker.
-
Dimana pusat perawatan kanker baru? Rencananya, pusat perawatan kanker ini akan beroperasi di Penang pada awal tahun 2024.
-
Dimana penelitian dilakukan? Studi tersebut melibatkan 1.650 partisipan dari berbagai budaya, termasuk 373 orang dari Tiongkok, 474 dari Jerman, 401 dari Meksiko, dan 402 dari Amerika Serikat.
-
Di mana penelitian dilakukan? Pada 2005, penggalian di Varnhem, Swedia, menemukan reruntuhan gereja Kristen.
-
Apa yang diteliti? Analisis terhadap lebih dari 4.000 artefak batu yang ditemukan di sebuah pulau di barat laut Australia memberikan gambaran kehidupan suku Aborigin puluhan ribu tahun yang lalu.
-
Dimana penelitian ini dilakukan? Ilmuwan ESA sedang bekerja untuk menilai tekstil baru yang cocok buat pakaian antariksa baru yang tidak sama pada misi Apollo.
"Warsawa adalah kota kelahiran Marie Curie, fisikawan, penemu Polon dan Radon, satu-satunya wanita yang meraih Nobel dua kali, pionir radio terapi 100 tahun lebih yang lalu. Sekarang, kami memulai pelatihan ECCT internasional pertama untuk pengobatan kanker dari tempat pertama kali Curie Intitute of Oncology, Warsawa didirikan," tulisnya.
Meski begitu, ketika dikonfirmasi perihal tersebut kepada Warsito, dia mengatakan maksud mengawali riset internasional itu, bukan berarti dia akan mengembangkan secara maksimal ECCT di luar negeri. Tujuan ke Polandia, hanya sharing keilmuan mengenai riset kanker.
"Yang benar itu, mengembangkan layanan terapi kanker komplementer di beberapa negara bekerja sama dengan luar. Kita masih berusaha untuk mengembangkan riset dan teknologi serta produksinya di dalam negeri," kata dia kepada Merdeka.com melalui pesan singkat, Kamis (11/2).
Menurutnya, pihak Polandia pun tak menjanjikan apa-apa terkait riset yang dilakukan di sana. Bahkan, dia memandang jika hasil risetnya memang berguna bagi penderita kanker di Polandia, dia mempersilakan dengan senang hati untuk digunakan.
"Polandia tak menjanjikan apa-apa. Mereka mau pakai hasil riset kita, buat kita kalau bisa menolong ya kita kasih saja," jelasnya.
Dia pun menuturkan, jika kasus kanker yang paling banyak dialami di Polandia adalah kanker otak ganas, glioblastoma, pancreas, dan kanker yang sudah pada tahap stadium 4.
Terlepas dari itu, review yang dilakukan oleh pihak terkait atas penemuan alatnya diklaim dia juga pernah dikomentari oleh salah seorang professor di Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI). Namun, sayangnya dia tidak menyebutkan siapa professor tersebut.
"Ada seorang Professor dari FKUI mengatakan bahwa hasil review menyamakan posisi ECCT sekarang disamakan dengan air putih atau sandal jepit, tak terbukti manfaatnya. Seperti yang disebutkan oleh professor itu, itu juga sebenarnya yang membuat kita patah semangat untuk melanjutkan riset kita di dalam negeri: apa yang kita kerjakan selama ini sama dengan NOL, ribuan para penderita kanker yang tadinya sudah hopeless bisa mendapatkan harapan kembali tak dianggap sebagai manfaat," jelasnya.
(mdk/bbo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kisah beberapa WNI yang memutuskan lebih memilih berobat di rumah sakit luar negeri.
Baca SelengkapnyaTernyata ada orang Indonesia yang hampir ikut dalam misi penerbangan luar angkasa NASA. Ini sosoknya.
Baca SelengkapnyaPenemu alat 'Nikuba' tolak bantuan pemerintah karena mengaku kecewa.
Baca SelengkapnyaProduk terapi target yang dikembangkan, terdapat obat yang digunakan spesifik khusus menargetkan ke sel-sel kanker agar tidak dapat tumbuh.
Baca SelengkapnyaWiwit tak menyangka bisa meraih gelar Doktor di usia yang masih muda.
Baca SelengkapnyaPencopotan ini buntut sikap Budi Santoso yang menolak rencana Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mendatangkan dokter asing.
Baca SelengkapnyaBerikut curhatan WNI yang diminta ratusan juta rupiah buat operasi dan perawatan kanker di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSatryo menyebut jika penerima LPDP pulang tanpa lapangan pekerjaan yang cukup sama saja akan menyulitkan mereka.
Baca SelengkapnyaKomentar negatif tersebut muncul usai beredar kabar pencopotan Budi Santoso dari Dekan FK Unair karena permintaan Budi Gunadi Sadikin.
Baca Selengkapnya