Agnostik adalah Ragu akan Keberadaan Tuhan, Pahami Asal Usul Istilahnya
Merdeka.com - Agnostik adalah orang yang memiliki pandangan kebenaran tertinggi (misalnya Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tak akan pernah dapat diketahui. Bagi seseorang yang percaya terhadap agnostik disebut dengan agnostisisme.
Diungkapkan oleh Stanford Encyclopedia of Philosophy jika agnostik dan agnostisisme tercipta pada akhir abad ke-19 oleh salah seorang ahli biologi di Inggris bernama T.H. Huxley. Ia berargumen jika agnostik ada karena tak satupun kepercayaan tersebut cukup didukung oleh adanya bukti nyata, manusia harus menangguhkan penilaian tentang adanya Tuhan atau tidak.
Bagi Anda yang ingin mengetahui tentang agnostik lebih dalam, Merdeka.com sudah berhasil merangkumnya dari berbagai sumber. Berikut ialah ulasannya.
-
Siapa saja ilmuwan yang ateis? Berikut adalah ilmuwan yang lebih percaya sains daripada keberadaan Tuhan dikutip dari NewsWeek: Richard Dawkins Merupakan seorang ilmuwan asal Britania Raya kelahiran tahun 1941, Dawkins juga dikenal dengan salah satu teorinya yaitu Teori Gen Genesis. Berbicara mengenai keyakinannya terhadap Tuhan, Dawkins merupakan seorang yang ateis.
-
Apa itu Tuhan? Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sering mengajukan pertanyaan mendalam, seperti 'Apa itu Tuhan?', 'Dari mana aku berasal?', 'Mengapa aku harus tidur?', dan sebagainya.
-
Siapa yang berpendapat bahwa toleransi itu bukan soal semua agama sama? Toleransi itu dasarnya bukan semua agama sama. Tapi, pemeluk setiap agama menghormati pemeluk agama lain yang meyakini kebenaran agamanya masing-masing.
-
Siapa yang cenderung kurang memiliki rasa ingin tahu? Salah satu ciri utama orang dengan IQ rendah adalah kurangnya rasa ingin tahu.
-
Mengapa banyak ilmuwan ateis? Hal tersebut terjadi karena sepanjang sejarah para ilmuwan mengandalkan data dari observasi untuk memahami fenomena yang terjadi di dunia. Oleh karena itu, penjelasan berdasarkan sains dianggap mereka adalah sebagai penjelasan yang lebih relevan ketimbang hal lainnya.
-
Siapa yang menjelaskan tauhid? Menurut ulama Ibnu Taimiyyah, tauhid merupakan konsep yang mencakup keyakinan akan keesaan Allah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam ibadah, keadilan, dan sifat-sifat-Nya.
Agnostik Menurut agama Islam
Diungkapkan oleh Kementrian Agama RI, agnostik ini merupakan fenomena yang bisa dijawab oleh agama Islam. Ini ada hubungannya dengan penampilan luar orang beragama. Apabila ada orang Islam yang intoleran, mudah marah dan suka menghina dengan ujaran kebencian serta beperilaku kasar tak berakhlak, sesuatu yang salah pasti terjadi ketika mereka sedang berIslam.
"Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, selain mengajarkan aspek lahir dengan rangkaian ritualnya, seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain, juga menekankan aspek batin melalui jalan spiritual untuk membentuk perilaku (akhlak) dan kedekatan kepada Tuhan,” seperti dikuti dari Kemenag.go.id.
Adanya aspek ritual dalam Islam oleh Kemenag dijelasakan sebenarnya mengandung unsur kebatinan. Misalnya dengan salat manusia bisa diajarkan bagaimana memiliki ketundukan total kepada Tuhannya. Maka pada nantinya tidak akan muncul sifat congkak namun selalu taat kepada ajaran Tuhan, mempunyai jiwa lembut, sopan dan jujur.
"Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS: Al Ankabut: 45).
Dua contoh ibadah Islam itu dan semua rangkaian ibadah di dalamnya mempunyai tujuan bersifat komprehensif guna membentuk akhlak paling mulia. Tak hanya itu, ada juga amalan yang bersifat olah batin atau riyadhah melalui jalan sufi.
Banyak sekali orang modern yang akhirnya menempuh jalan sufi ini karena memberi jawaban begitu konkrit dan lengkap atas kebutuhan spiritualisme manusia.
Agnostik Menurut Huxley
Dikatakan pula oleh Huxley bahwa ia telah menemukan kata agnostik untuk menunjukkan orang-orang yang seperti (dirinya), mengaku tak peduli tentang ragam hal yang di dalamnya para ahli metafisika dan teolog baik ortodoks maupun heterodoks melakukan dogmatisasi dengan begitu yakinnya termasuk tentang adanya keberadaan Tuhan. Meskipun begitu, Huxley tak mendefinisikan agnostisisme merupakan keadaan agnostik.
Sebaiknya ia juga sering menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada prinsip epistemologis normatif yakni sesuatu yang mirip dengan apa yang sekarang disebut dengan pembuktian. Kasarannya, prinsip Huxley ini mengatakan bahwa agnostik merupakan hal salah untuk mengatakan jika seseorang tahu atau percaya bahwa suatu proposisi adalah benar tanpa bukti memuaskan secara logis (Huxley 1884 dan 1889).
Adanya prinsip yang diterapkan oleh Huxley yang percaya pada kepercayaan teistik dan ateistiklah yang pada akhirnya mempunyai pengaruh besar pada arti istilah itu. Ia berargumen bahwa karena tak satupun dari kepercayaan tersebut yang cukup didukung oleh adanya bukti, manusia harus menangguhkan penilaian tentang masalah apakah Tuhan itu memang ada atau tidak.
Dilihat secara terminologi, agnostik ialah orang yang mempunyai pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan merupakan hal yang tak bisa diketahui. Agnostisisme juga tidak menyangkal keberadaan Tuhan secara mutlak, ini perlu digaris bawahi. Mereka mempunyai anggapan bahwa keberadaan Tuhan merupakan sesuatu yang tak mungkin dapat dinalar oleh akal manusia dan berkonsekuensi keberadaan Tuhan tidak dapat diketahui dengan cara apapun itu.
Agnostik Menikmati Keselamatan di Akhirat
Kaum agnostik dinilai tetap berhak menikmati keselamatan akhirat. Hal ini disebutkan oleh Prof Adrianus Sunarko OFM, Uskup Pangkalpinang. Adanya pernyataan agnostik bisa menikmati keselamatan akhirat berasal dari kisah kaum agnostik yang mempunyai kebiasaan menolong orang miskin.
Diungkapkan pula oleh Sunarko bahwa orang-orang tersebut kaget dimasukkan ke dalam surga setelah proses pengadilan di akhirat. Dalam kisahnya dikatakan karena kaget mereka kemudian bertanya kepada Yesus, dan dijawab karena mereka selamat sudah menjadi penolong manusia ketika hidup.
Masih dikutip dari artikel yang diterbitkan oleh VOA, Prof Syafaatun Almirzanah, Guru Besar Studi Agama-Agama, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta mengutip kisah yang dituturkan oleh pujangga Islam, Jalaluddin Rumi.
Dalam kisahnya digambarkan Allah sangatlah sabar bahkan kepada kaum atheis sekalipun bukan hanya kaum agnostik saja. Kisah tersebut dikutip oleh Syafaatun dari paparan Rumi yang memiliki kaitan kebiasaan Nabi Ibrahim selalu mengajak orang miskin untuk makan bersama.
Suatu hari ketika ia mengajak orang miskin itu pulang untuk makan bersama-sama. Di tengah jalan Ibrahim menanyakan agama orang miskin tersebut lalu menjawab jika ia merupakan seorang atheis. (mdk/bil)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masing-masing ilmuwan punya pandangan sendiri soal ini. Berikut ungkapannya.
Baca SelengkapnyaEinstein punya gambaran pemahaman tentang Tuhan, meski dirinya seorang Yahudi.
Baca SelengkapnyaHakikat termasuk kata baku yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia.
Baca SelengkapnyaHawking banyak ditanyai mengenai pandangannya mengenai keberadaan Tuhan dan kepercayaan yang ia anut.
Baca SelengkapnyaAgama tertua di Pulau Jawa ternyata bukan Hindu atau Buddha, tetapi kepercayaan terhadap satu Tuhan yang tak terlihat manusia.
Baca Selengkapnya