Gara-Gara Pemerintah Kenakan Pajak, Sembako Hingga Biaya Sekolah Bakal Makin Mahal
Merdeka.com - Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kategori jasa, di mana saat ini terdapat 11 kelompok yang masih bebas dari PPN. Salah satunya yakni pendidikan.
Perlu diketahui, saat ini jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD sampai SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan di luar sekolah.
Tak hanya pendidikan, ada pula kelompok jasa yang akan dikenakan PPN, di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa pelayanan sosial, jasa asuransi, dan jasa keuangan.
-
Siapa yang mengkritik rencana BPN? Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto menilai masalah yang sering terjadi di dalam pemerintahan yakni pembentukan lembaga baru.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Apa yang dikritik Komisi XI terkait anggaran BPS? 'Pada dasarnya, kami memahami betul usulan tambahan pagu BPS, khususnya untuk perbaikan gedung kantor yang tidak layak.''Karena hal ini merupakan kebutuhan yang mendukung kinerja BPS untuk menjalankan tugas dalam menyediakan basis data kependudukan, hingga menjalankan program-program strategis, seperti Registrasi Sosial Ekonomi, hingga Sensus pertanian,' urai Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI bersama BPS pada Selasa (5/9).
-
Siapa pelopor pajak penjualan? Romawi Kuno disebut sebagai pelopor aturan pajak penjualan (kini PPN di Indonesia). Aturan ini diterapkan oleh penguasa Romawi Kuno saat itu, Julius Caesar yang menerapkan pajak penjualan dengan tarif tetap 1% di seluruh wilayah kekaisaran.
-
Kenapa pajak tanah dan tenaga kerja diterapkan? Alasannya karena sejak dulu nusantara merupakan negara agraris dan sektor pertanian menjadi aset penting yang bisa dijadikan objek pajak.
Ada pula jasa penyiaran yang tak bersifat iklan, jasa tenaga kerja, jasa penyediaan telepon umum menggunakan uang logam, jasa angkutan umum di darat dan di air, serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Selain itu, pemerintah juga berencana akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok atau sembako.
Rencana pemerintah tersebut rupanya mendapat kritikan dari beberapa pihak. Berikut ulasan lengkapnya.
Disebut Langgar Pancasila
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menyoroti rencana pemerintah yang akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Menurutnya, rencana tersebut berpotensi melanggar sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Konstitusionalitas kebijakan tersebut terbuka untuk dipersoalkan jika nantinya benar-benar masuk dalam UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan)," kata Arsul dalam keterangannya, Kamis (10/6).
Arsul menuturkan, kebijakan PPN ini terbuka untuk digugat karena dapat bertentangan dengan Pasal 33 ayat 4 UUD 1945, terkait prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan dan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional.
Arsul mengingatkan pemerintah beberapa waktu lalu untuk melakukan relaksasi kebijakan perpajakan dengan meminimalkan pajak pertambahan nilai atas berang mewah (PPN-BM) terhadap mobil dengan kategori tertentu.
"Padahal yang diuntungkan terhadap kebijakan ini hanya sebagian rakyat Indonesia saja, khususnya mereka yang berstatus kelas menengah ke atas yang memiliki kemampuan dan daya beli atas mobil yang mendapatkan keringanan PPN-BM," terangnya.
"Ini artinya Pemerintah rela kehilangan salah satu sumber pendapatan fiskalnya," lanjutnya.
Ia juga mengingatkan kepada pemerintah (terutama Kementerian Keuangan) untuk mengkaji dari sisi dasar dan ideologi serta konstitusi negara.
"Mari kita cerminkan Pancasila kita dalam sikap pemerintahan yang nyata dengan tidak membuat kebijakan atau perundangan yang menabrak Pancasila dan konstitusi kita," jelasnya.
Biaya Sekolah Bakal Makin Mahal
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan atau sekolah bertentangan dengan fokus pemerintah memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pengenaan pajak ini juga nantinya akan mencekik biaya pendidikan, khususnya bagi masyarakat ke bawah. Perlu diketahui, jasa pendidikan yang akan kena PPN sangat luas, di antaranya jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan akademik, serta pendidikan profesional plus jasa pendidikan di luar sekolah."Akibatnya biaya pendidikan semakin sulit dijangkau masyarakat kelas bawah," ujar Bima saat dihubungi merdeka.com, Kamis (10/6).Bima juga menekankan, di banyak negara, PPN pendidikan itu dikecualikan. Ia juga heran kenapa justru di Indonesia malah pendidikan ingin dikenakan tarif PPN. Apabila memang dasarnya pengenaan PPN ini sekedar kejar-kejaran soal penerimaan pajak jangka pendek, maka sangat tidak tepat."Pemerintah sepertinya tidak paham filosofi pembuatan aturan PPN kenapa pendidikan harus dikecualikan," terangnya. Selanjutnya, Bima mengatakan jika pengenaan tarif PPN di sektor pendidikan sama saja membuat beban bagi rakyat miskin. Ibarat jatuh tertimpa tangga. Sudah kena PPN sembako, subsidi listrik mau dicabut, dan kini pemerintah justru mau kejar PPN sekolah. "Padahal biaya pendidikan kontribusinya 1,9 persen dari garis kemiskinan di perkotaan dan 1,18 persen dari garis kemiskinan di pedesaan," jelasnya.Bima khawatir, jika nantinya PPN dikenakan, yang terjadi ialah masyarakat akan mengurangi belanja pendidikan. Misalkan yang habis sekolah ada les tambahan, karena kena PPN jadi batal les nya. "Bagaimana keluarga miskin keluar dari rantai kemiskinan kalau begini caranya. Bahkan pemerintah harus tanggung jawab kalau ada pelajar yang putus sekolah setelah kebijakan PPN disahkan," ujarnya.
Harga Sembako Bakal Makin Mahal
Dilansir dari Liputan6.com, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felilppa Ann Amanta menjelaskan bahwa rencana pengenaan skema Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako dapat mengancam ketahanan pangan."Pengenaan PPN sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah," ujar Felippa Ann Amanta dikutip dari Antara, Kamis (10/6/2021).Menurutnya, hal ini karena lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal. Ia berpendapat bahwa menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, terlebih saat kondisi pandemi, ketika pendapatan masyarakat berkurang."Pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka," terangnya. Oleh sebab itu, ujarnya, pengenaan PPN sembako tentu akan lebih memberatkan masyarakat golongan tersebut. Terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya juga akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.Felilppa Ann mengingatkan bahwa ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara (berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index). Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat tersebut yakni masalah keterjangkauan. (mdk/add)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kebijakan ini memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.
Baca SelengkapnyaMenkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Baca SelengkapnyaPajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi negara.
Baca SelengkapnyaPengenaan pajak pada sejumlah barang berwujud yang meliputi elektronik, fesyen hingga otomotif akan berdampak pada penjualan.
Baca SelengkapnyaKemenkeu menegaskan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen sudah mempertimbangkan aspek ekonomi hingga sosial.
Baca SelengkapnyaSelain itu, dampak negatif lainnya juga akan dirasakan oleh tenaga kerja berupa pengurangan kompensasi sebesar Rp27,03 triliun.
Baca SelengkapnyaAjib Hamdani menilai, opsi menaikkan tarif PPN ini menjadi sebuah dilema dalam konteks perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaWacana pengenaan cukai bagi pedagang makanan hanya menambah beban.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN menjadi 12 persen jika diakumulasi dalam 4 tahun terakhir (2020-2025) sebenarnya naiknya 20 persen bukan 2 persen.
Baca SelengkapnyaGAPMMI meminta kejelasan maksud pemerintah dalam rencana pengenaan cukai minuman berpemanis.
Baca SelengkapnyaSudah ada beberapa Pemda menyampaikan niat untuk memberikan insentif. Tetapi pihaknya masih menunggu aturannya terbit secara resmi.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif cukai rokok sangat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk merokok, semakin mahal maka prevalensi perokok semakin bisa ditekan.
Baca Selengkapnya