Kisah Pahlawan Revolusi Mayjen Sutoyo Pamit ke Sang Putri,Esoknya Jadi Korban G30SPKI
Merdeka.com - Penghujung September bisa dibilang bulan yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Nani Nurrachman. Hatinya masih terasa sedih dan teriris jika mengingat tragedi itu.
Nani adalah putri dari Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo. Salah satu perwira tinggi TNI AD menjadi korban peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30SPKI. Kematian sang ayah dengan tragis itu tentu senantiasa membekas dalam benak Nanik.
Melalui sebuah buku berjudul Kenangan Tak Terucap Saya, ayah dan Tragedi 1965, Nani pernah menceritakan pertemuan terakhir dirinya dengan sang ayah sebelum ditemukan tewas di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Simak ulasannya:
-
Siapa yang diculik dan dibunuh di Lubang Buaya? Gerakan 30 September menculik dan membunuh para jenderal Angkatan Darat.
-
Di mana Ibu Yayu saat penculikan? Didapatkan dari beberapa sumber, pada malam di mana Bapak Jendral Ahmad Yani diculik oleh para pasukan cakrabirawa, Ibu Yayu sedang pergi menyepi karena memiliki keturunan setengah Bali setengah Jawa di sekitaran Taman Suropati, Menteng.
-
Siapa yang ditikam mantan ayah tiri? Seorang remaja putri M (19) tewas setelah ditikam mantan ayah tirinya, SE (53). Sang ibu SR (53) juga terluka parah ditusuk mantan suaminya itu.
-
Siapa yang dibunuh secara sadis? Hasil analisis menunjukkan, kedua mumi laki-laki ini mengalami kematian di tempat akibat tindakan kekerasan yang disengaja.
-
Bagaimana reaksi sang putri terhadap ayahnya? Beberapa kali, sang putri membalas pertanyaan sang ayah dengan gerakan menggeleng. Beberapa kali, gadis tersebut nampak menghapus air mata sembari mengusap wajah sang ayah.
-
Kenapa Syaki digendong oleh ayahnya? Saat di pelaminan, kejadian lucu terjadi ketika Syaki menangis tersedu-sedu saat digendong oleh ayahnya.
Salah Satu Korban Dalam Peristiwa G30SPKI
Instagram/@revolusi_bangsa1965 ©2021 Merdeka.com
Gerakan 30 September 1965 atau G30SPKI, merupakan sejarah kelam yang pernah terjadi di Tanah Air. Sejumlah perwira tinggi dan satu perwira muda TNI AD tewas dibunuh. Jasadnya dikubur di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Mayjen Sutoyo dijemput paksa oleh orang-orang mengaku anggota Pasukan Pengawal Presiden Soekarno alias Cakrabirawa di kediamannya Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat.
Dengan dalih pemanggilan oleh Presiden Soekarno, Sutoyo dijemput dan dibawa ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, ia dibunuh bersama dengan enam orang lainnya dan mayatnya dilempar ke dalam sumur yang tak terpakai.
Kenangan Sang Anak
Foto: Wikipedia ©2021 Merdeka.com
Melalui buku berjudul Kenangan Tak Terucap Saya, ayah dan Tragedi 1965, anak kedua Mayjen Sutoyo yakni Nani Nurrachman, sempat bercerita tentang pertemuan terakhir dirinya dengan sang ayah sebelum terjadinya peristiwa berdarah itu.Dua minggu sebelum kejadian, kediaman pribadi Sutoyo tengah dilakukan renovasi besar-besaran. Hal itulah yang membuat dirinya meminta anak-anaknya untuk sementara menginap di rumah kerabatnya (Adik Sutoyo). Satu hari sebelum maut menjemput sang ayah, Nani menceritakan bahwa dirinya mendadak terdorong untuk pulang ke rumah. Sepulang sekolah, ia pun langsung menuju ke kediamannya yang tengah direnovasi itu.
Sesampainya di rumah, ternyata ayahnya belum pulang. Nani pun memutuskan untuk tidur siang sejenak sambil menunggu kepulangan ayahnya.
Mayjen Sutoyo Sempat Pamit dengan Putrinya
Saat bangun dari tidur siangnya, ia mendapati ayahnya sudah ada di rumah pada sore hari. Namun, sang ayah rupanya hanya beristirahat sejenak dan segera bersiap-siap untuk menghadiri rapat di Istora Senayan. Ketika akan berangkat menghadiri rapat, Sutoyo sempat berpamitan kepada putrinya itu. Siapa sangka, jika momen tersebut ternyata merupakan pertemuan terakhir. "Sudah ya Nan, Papap pergi dulu," kata Mayjend Sutoyo dikutip dari Instagram @revolusi_bangsa1965, berdasarkan buku Kenangan Tak Terucap,Saya ayah dan Tragedi 1965.Setelah pertemuan singkat itu, pada dini hari 1 Oktober 1965, Mayjen Sutoyo kemudian dijemput paksa dan tidak pernah kembali lagi. (mdk/khu)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
1 Oktober 1965, pukul 03.00 WIB, belasan truk dan bus meninggalkan Lubang Buaya. Mereka meluncur ke Pusat Kota Jakarta untuk menculik tujuh Jenderal TNI.
Baca SelengkapnyaAde Irma menjadi perisai yang melindungi tubuh sang Ayah dari bidikan pasukan.
Baca SelengkapnyaAgen Polisi Sukitman terkejut. Sumur sudah tak ada lagi, dan banyak gundukan tanah seperti kuburan di Lubang Buaya.
Baca SelengkapnyaDi tengah panasanya penumpasan PKI, Jenderal Soeharto mengaku sempat mau dibunuh.
Baca SelengkapnyaTangis kesedihan pecah saat pemakaman Kapten Pierre Tendean korban peristiwa G30S PKI.
Baca SelengkapnyaTak main-main para jenderal ini bahkan berani menikahi putri dari para petinggi TNI.
Baca SelengkapnyaIndonesia tengah memperingati peristiwa kelam Gerakan 30 September oleh PKI.
Baca SelengkapnyaTernyata ia pernah mengalami kisah-kisah pilu dan menyayat hati, terlebih ketika ia harus menerima kenyataan bahwa sang ayah harus berpulang ke pangkuan Tuhan.
Baca SelengkapnyaImam Masykur dibunuh usai dibawa paksa dari toko obatnya di kawasan Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan.
Baca SelengkapnyaDoel Arif adalah komandan Pasopati dalam G30S/PKI. Perintah tangkap hidup atau mati datang darinya.
Baca SelengkapnyaIbu Yayu adalah istri dari Jenderal Ahmad Yani, sosok pahlawan yang tumbang dalam peristiwa G30S/PKI.
Baca SelengkapnyaBrigjen Soepardjo adalah tentara paling tinggi yang terlibat langsung penculikan para jenderal saat G30S/PKi.
Baca Selengkapnya