Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

10 Stasiun televisi nasional dituntut siarkan iklan bahaya rokok

10 Stasiun televisi nasional dituntut siarkan iklan bahaya rokok Ilustrasi menonton televisi. ©2012 Shutterstock/greenland

Merdeka.com - 16 Organisasi pengendalian tembakau, kesehatan, perlindungan anak, dan pengawasan media meminta 10 stasiun TV yang kini sedang memproses perpanjangan izin bersedia memproduksi dan menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok. Ke-10 stasiun TV dimaksud adalah ANTV, GlobalTV, Indosiar, MetroTV, MNCTV, RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, dan TVOne.

Stasiun TV diminta untuk menayangkan iklan bahaya rokok terutama pada jam-jam berklasifikasi SU (Semua Umur), A (Anak), dan R (Remaja), di samping pada siaran D (Dewasa). Selain itu, TV juga diminta menyiarkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok yang disampaikan badan-badan publik secara cuma-cuma sesuai ketentuan.

Ketua umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo, menyatakan pihaknya mengapresiasi kepada TV yang dalam proses perpanjangan izin menampilkan iklan layanan masyarakat yang positif, seperti bahaya narkoba, bahaya terorisme, semangat nasionalisme, dan nilai-nilai budi pekerti.

Orang lain juga bertanya?

"Namun, kami meminta agar iklan itu ditambah dengan yang membawa pesan bahaya rokok," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada merdeka.com di Jakarta, Rabu (18/5).

Dalam proses perpanjangan izin, 10 stasiun TV diminta komitmennya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memenuhi ketentuan mengenai siaran iklan layanan masyarakat. Karenanya, permintaan organisasi ini juga diajukan kepada KPI.

ketua Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Guntarto, mengatakan KPI Pusat dan KPI Daerah diharapkan meminta komitmen 10 TV untuk menayangkan iklan bahaya rokok sebagai salah satu bentuk nyata tanggung jawab sosial mereka.

"Tak hanya itu, KPI sepatutnya kemudian melakukan pengawasan untuk pelaksanaan komitmen tersebut," tuturnya.

Permintaan 16 organisasi tersebut telah diajukan melalui surat kepada 10 stasiun TV, KPI Pusat dan seluruh KPI Daerah, dan Asosiasi TV Swasta (ATVSI). Surat juga ditembuskan ke Presiden, Komisi I DPR, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, dan beberapa kementerian.

Permintaan tersebut diajukan berdasarkan beberapa hal berikut:

1. Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Prevalensi perokok tertinggi ada pada kelompok umur muda (15-19 tahun) dan terjadi kecenderungan meningkatnya anak 5-14 tahun untuk mulai merokok. Di Indonesia lebih dari 200.000 orang meninggal dunia tiap tahun akibat penyakit karena mengkonsumsi rokok.

2. Beban ekonomi akibat rokok sangat besar, seperti: kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas terkait merokok berjumlah Rp 105,3 trilliun, biaya pembelian rokok mencapai Rp 138 Trilliun, biaya rawat inap akibat penyakit terkait merokok Rp 1,85 trilliun, dan biaya rawat jalan akibat penyakit terkait merokok Rp 0,26 trilliun.

3. Selama ini TV banyak sekali menayangkan iklan rokok, termasuk 10 TV yang memproses perpanjangan izin. Iklan rokok membawa pesan yang manipulatif tentang rokok, mengesankan bahwa rokok adalah produk normal. Iklan rokok menciptakan kesan bahwa penggunaan tembakau adalah sesuatu yang baik dan biasa, bahkan hebat. Iklan rokok menampilkan penyesatan informasi yang meremehkan dampak kesehatan. TV juga kerap kali menampilkan isi siaran yang merupakan strategi promosi produsen rokok (berbentuk siaran olahraga, siaran budaya, iklan layanan masyarakat, dsb).

4. Iklan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi anak untuk merokok. Berbagai penelitian menunjukkan terpaan iklan dan promosi rokok sejak usia dini pada anak meningkatkan persepsi positif akan rokok, keinginan untuk merokok, bahkan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti. Penelitian Komnas Perlindungan Anak 2013 menunjukkan iklan rokok di TV adalah iklan yang paling menarik perhatian.

5. UU Kesehatan menyatakan tembakau dan produk yang mengandung tembakau adalah termasuk zat adiktif. Seharusnya, zat adiktif tidak boleh dipromosikan, sebagaimana dinyatakan dalam UU Penyiaran Pasal 46 Ayat (3) huruf b.

Ketua Lentera Anak Indonesia, Lisda Sundari, menyatakan iklan bahaya rokok di TV diharapkan juga dapat memberikan kesadaran kepada khalayak, terutama anak dan remaja, agar bukan saja menyadari tentang dampak negatif rokok bagi kesehatan, tetapi juga agar mereka kritis terhadap iklan dan promosi rokok yang sangat menyesatkan, yang selama ini sebenarnya diwadahi oleh stasiun TV.

"Kami harapkan penayangan iklan tersebut adalah wujud tanggung jawab sosial TV."

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kerugian Rp9,1 Triliun Hingga PHK Massal Membayangi Industri Media Jika Iklan Rokok Dilarang
Kerugian Rp9,1 Triliun Hingga PHK Massal Membayangi Industri Media Jika Iklan Rokok Dilarang

Kerugian Rp9,1 Triliun Hingga PHK Massal Membayangi Industri Media Jika Iklan Rokok Dilarang

Baca Selengkapnya
Iklan Rokok Bakal Diperketat, Asosiasi dan Pengusaha Iklan Respons Begini
Iklan Rokok Bakal Diperketat, Asosiasi dan Pengusaha Iklan Respons Begini

Iklan rokok televisi (TV) yang jam tayangnya semakin sempit dari semula jam 21.30 – 05.00 menjadi 23.00 – 03.00.

Baca Selengkapnya
Terkuak, Alasan YLKI Minta Iklan Rokok Dilarang Total
Terkuak, Alasan YLKI Minta Iklan Rokok Dilarang Total

Peredaran rokok perlu dikendalikan di tingkat masyarakat selaku konsumen.

Baca Selengkapnya
Ramai-Ramai Tolak PP Kesehatan & RPMK Tembakau dan Rokok Elektronik
Ramai-Ramai Tolak PP Kesehatan & RPMK Tembakau dan Rokok Elektronik

Menkes Budi Gunadi Sadikin tengah membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.

Baca Selengkapnya
Waspada Ancaman PHK di Balik Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos di Indonesia
Waspada Ancaman PHK di Balik Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos di Indonesia

Fabianus menyatakan bahwa PP 28/2024 maupun RPMK memiliki potensi besar untuk mempengaruhi keberlangsungan industri media luar griya.

Baca Selengkapnya
Iklan Rokok Makin Ketat, Produsen: Picu PHK massal, Padahal Kita Serap Jutaan Tenaga Kerja
Iklan Rokok Makin Ketat, Produsen: Picu PHK massal, Padahal Kita Serap Jutaan Tenaga Kerja

Pengetatan iklan di luar ruang berpotensi untuk memukul kinerja industri rokok dan olahan tembakau turunannya hingga memicu PHK massal.

Baca Selengkapnya
Iklan Rokok Harus Berjarak 500 Meter dari Sekolah, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini
Iklan Rokok Harus Berjarak 500 Meter dari Sekolah, Pelaku Industri Beri Tanggapan Begini

Janoe Arijanto menegaskan selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.

Baca Selengkapnya
Rancangan PP Kesehatan Dikritik Karena Belum Libatkan Serikat Pekerja
Rancangan PP Kesehatan Dikritik Karena Belum Libatkan Serikat Pekerja

Dia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif

Baca Selengkapnya
Meneropong Dampak Larangan Iklan Rokok ke Industri Kreatif
Meneropong Dampak Larangan Iklan Rokok ke Industri Kreatif

Berbagai pelarangan soal industri hasil tembakau memberatkan industri kreatif dan periklanan.

Baca Selengkapnya
Segini Potensi Kerugian Dialami Industri Perikalanan Jika Iklan Rokok Dilarang
Segini Potensi Kerugian Dialami Industri Perikalanan Jika Iklan Rokok Dilarang

Rencana aturan tersebut dapat merugikan industri media digital yang tengah kena disrupsi tiada henti.

Baca Selengkapnya
DPI: Rencana Pelarangan Iklan Rokok Bakal Terdampak ke 725.000 Tenaga Kerja
DPI: Rencana Pelarangan Iklan Rokok Bakal Terdampak ke 725.000 Tenaga Kerja

Janoe juga memperkirakan adanya potensi penurunan yang dapat terjadi jika pembatasan dan penyempitan iklan rokok diberlakukan.

Baca Selengkapnya
Pengusaha Tolak Aturan Jarak Iklan Reklame Rokok Minimal 500 Meter dari Sekolah, Ini Alasannya
Pengusaha Tolak Aturan Jarak Iklan Reklame Rokok Minimal 500 Meter dari Sekolah, Ini Alasannya

Dia menyebut, mayoritas dari persentase tersebut merupakan pengusaha kecil dengan skala bisnis menengah ke bawah.

Baca Selengkapnya