28 Bidang Usaha Ini Dipastikan Bisa Dikuasai Asing 100 Persen
Merdeka.com - Pemerintahan Jokowi-JK baru saja merilis penyempurnaan paket Kebijakan Ekonomi XVI. Dalam paket Kebijakan ini pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI). Dengan adanya relaksasi ini maka peluang Penanaman Modal Asing (PMA) untuk berinvestasi di Indonesia semakin luas pada beberapa bidang usaha baru.
Setidaknya, ada 54 DNI yang rencananya dibebaskan untuk dikelola oleh pihak asing. Pembebasan ini pun dilakukan karena sektor investasi tersebut kurang diminati didalam negeri. Beberapa di antaranya industri rokok, kayu, rajut hingga pembangkit listrik di atas 10 MW.
Adapun 28 bidang usaha yang dipastikan keluar dari DNI tahun ini ialah:
-
Bagaimana dampak "migrasi" pada ekonomi? Migrasi dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan investasi di daerah tujuan, terutama jika migran memiliki keterampilan dan modal yang dibutuhkan.
-
Kenapa minat investor asing menurun di sektor keuangan Indonesia? Menurunnya minat investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia disebabkan oleh sentimen peningkatan yield surat utang di Amerika Serikat dan tren suku bunga tinggi di sejumlah bank sentral negara maju. Akibatnya, kebutuhan likuiditas pemerintah dan pelaku usaha akan menjadi sangat kompetitif dan berbiaya mahal,' ucap Said.
-
Bagaimana perubahan nama DKI Jakarta berpengaruh ke ekonomi? Perubahan ini tidak hanya sekedar perubahan nama, tetapi juga mengandung dampak besar dalam hal kebijakan ekonomi dan pemerintahan.
-
Apa kontribusi AI terhadap ekonomi Indonesia? Artificial Intelligence (AI) punya kontribusi yang menggiurkan bagi ekonomi Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan Artificial Intelligence (AI) memiliki peran besar dalam mengubah lanskap industri telekomunikasi.
-
Bagaimana cadangan devisa Indonesia mendukung perekonomian? 'Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,' ucap Erwin.
-
Kenapa Presiden Jokowi mengajak investor Tiongkok berinvestasi di Indonesia? Mengingat sejumlah indikator ekonomi di Indonesia menunjukkan capaian positif, antara lain pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen, neraca dagang yang surplus 41 bulan berturut-turut, Purchasing Manager Index (PMI) berada di level ekspansi selama 25 bulan berturut-turut, dan bonus demografi.
1. Industri percetakan kain
2. Industri kain rajut khususnya renda
3. Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2.000 m3/tahun
4. Industri kayu veneer
5. Industri kayu lapis
6 Industri kayu laminated veneer lumber (LVL)
7. Industri kayu industri serpih kayu (wood chip)
8. Industri pelet kayu (wood pellet)
9. Jasa konstruksi migas: Platform
10. Pembangkit listrik di atas 10 MW
11. Industri rokok kretek
12. Industri rokok putih
13. Industri rokok lainnya
14. Industri bubur kertas pulp
15. Industri crumb rubber
16. Persewaan mesin konstruksi dan teknik sipil dan peralatannya
17. Persewaan mesin lainnya dan peralatannya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain (pembangkit tenaga listrik, tekstil, pengolahan/pengerjaan logam/kayu, percetakan dan las listrik
18. Galeri seni
19. Gedung pertunjukan seni
20. Pelatihan kerja
21. Industri farmasi obat jadi
22. Industri alat kesehatan: kelas B
23. Industri alat kesehatan: kelas C
24. Industri alat kesehatan: kelas D
25. Bank dan laboratorium jaringan dan sel
26. Jasa sistem komunikasi data
27. Fasilitas pelayanan akupuntur
28. Perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet
Sementara, 26 bidang usaha lainnya masih dalam pembahasan karena menunggu konfirmasi dari kementerian terkait.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan keputusan pemerintah merevisi DNI ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian rakyat. Sebab, pihak asing dinilai paling diuntungkan dengan adanya keputusan ini.
"Liberalisasi dengan membuka pintu masuk bagi investor asing di 54 sektor itu berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat," ujar Bhima kepada merdeka.com di Jakarta, Senin (19/11).
Bhima menjelaskan keputusan ini menimbulkan risiko pertumbuhan ekonomi makin tidak inklusif karena hanya dikuasai oleh investor skala besar. Jika ada profit (keuntungan) industri tersebut pun akan ditransfer ke negara induknya.
"Ini yang membuat neraca pembayaran terus mengalami tekanan. Pendapatan investasi kita defisit USD 31,2 miliar karena transfer modal keluar negeri. Repatriasi modal keluar negeri ujungnya merugikan rupiah dalam jangka panjang," jelasnya.
Bhima menambahkan seharusnya investor asing boleh masuk ke dalam negeri. Namun, harus dengan pengaturan jelas. Dengan kata lain ada sharing kepemilikan modal antara investor dalam negeri dan luar negeri.
"Investor boleh masuk tapi harusnya ada sharing dengan pemain lokal dan saham pengendali ada di pengusaha lokal bukan 100 persen diberikan ke asing," paparnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Andry mengungkapkan, dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun.
Baca SelengkapnyaAlasan pemerintah membatasi investasi asing masuk dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Baca SelengkapnyaPemerintah terus berupaya agar UMKM lokal bisa menembus pasar global.
Baca SelengkapnyaZulhas menilai, dengan memberantas produk impor ilegal maka sejumlah manfaat positif akan dirasakan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah membantah bahwa investor asing enggan untuk berinvestasi di IKN.
Baca SelengkapnyaDia menyinggung dinamika perekonomian saat masa kepemimpinan periode pertama Trump sepanjang 2017-2021.
Baca SelengkapnyaSejak awal tahun 2024,Ditjen Bea Cukai telah menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara Rp3,9 triliun.
Baca SelengkapnyaKenaikan peringkat daya saing tersebut didukung oleh peningkatan pada faktor efisiensi bisnis.
Baca SelengkapnyaBerkembangnya hilirisasi Indonesia bikin China-Eropa ketar-ketir.
Baca SelengkapnyaNantinya, investor asing bakal meraup porsi saham mayoritas milik PT BIJB tersebut, maksimal 49 persen.
Baca Selengkapnya