4 Dampak rokok pada ekonomi RI, termasuk ancam Nawa Cita Jokowi
Merdeka.com - Keberadaan rokok di Tanah Air menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Ada yang menilai rokok sangat merugikan kesehatan, namun ada juga yang berpendapat dari industri rokok hidup ratusan bahkan ribuan petani tembakau.
Namun demikian, rokok dipastikan merugikan dari segi kesehatan dan ekonomi seseorang. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rokok kretek filter masih mendominasi sebagai kelompok komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah beras terhadap garis kemiskinan.
"Rokok tidak menyumbang kalori, tapi tetap harus dihitung sebagai pengeluaran," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin (18/7/2016).
-
Apa komoditas utama di Banten? Dalam laman jalurrempah.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa Banten ketika itu merupakan penghasil utama komoditas lada.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Tembakau jenis apa yang paling banyak laku? “Yang paling laris tembakau orisinal, yang dari Temanggung,“ kata Aziz.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua setelah beras terhadap garis kemiskinan, yaitu sebesar 9,08 persen di perkotaan dan 7,96 persen di pedesaan.
Metode untuk menghitung garis kemiskinan terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM). Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari.
BPS memasukkan rokok sebagai salah satu jenis komoditi dalam komponen garis kemiskinan makanan. Diketahui pula bahwa peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peran komoditi bukan makanan.
Rokok ancam pembangunan
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Ermalena mengatakan, rokok mengancam pembangunan dalam negeri karena dapat menurunkan produktivitas penduduk Indonesia.
"Bonus demografi Indonesia tidak akan maksimal kalau anak-anak kita mulai merokok. Kita perlu khawatir saat ini karena perokok tidak hanya semakin banyak, tetapi juga semakin muda," kata Erma seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/5).
Menurutnya, dampak rokok terhadap kesehatan saat ini tidak bisa terbantahkan, meskipun pihak-pihak pendukung aktivitas merokok tidak mengakui. Bila kesehatan masyarakat menurun, maka produktivitas juga akan menurun yang akan berdampak pada pembangunan negara.
"Penurunan produktivitas itu sudah terlihat terhadap para perokok yang mengaku tidak bisa berpikir kalau tidak merokok. Itu bukti bahwa rokok telah menurunkan produktivitas mereka," tuturnya.
Perlebar kesenjangan ekonomi
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzhar Simanjuntak mengatakan, rokok telah memperlebar kesenjangan ekonomi, ancaman paling serius bagi NKRI melebihi ancaman yang lain.
"Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyatakan rokok menjadi salah satu determinasi kemiskinan dan penentu inflasi. Ini berbahaya bagi kesenjangan ekonomi kita," kata Dahnil.
Menurut Dahnil, rokok merupakan salah satu kontributor kesenjangan ekonomi. Konsumen rokok terbesar di Indonesia adalah orang-orang dari kelompok rumah tangga miskin.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 2009, Dahnil menemukan fakta bahwa bila bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan pemerintah diambil oleh suami yang perokok, jumlah yang diberikan ke keluarganya akan berkurang.
"BLT dari pemerintah saat itu Rp 300 ribu. Bila diambil suami yang perokok, hanya diberikan kepada keluarganya Rp 200 ribu karena digunakan membeli rokok terlebih dahulu. Hal itu tidak terjadi bila BLT diambil istri," tuturnya.
Pada akhirnya, yang menjadi korban dari perilaku merokok adalah anak dan perempuan yang ada di rumah. Belum lagi dampak dari asap rokok yang mereka hirup saat suami merokok di dalam rumah.
Rokok buat konglomerat makin kaya
Guru Besar Universitas Indonesia Hasbullah Tabrani menilai, di Indonesia, masyarakat miskin justru menyumbang harta yang membuat para konglomerat semakin kaya. Sumbangsih tersebut di kontribusikan melalui rokok yang mereka beli dari produksi konglomerat tersebut melalui warung-warung maupun toko ritel.
"Kita jadi orang miskin yang menyumbang ke orang kaya di Indonesia. Sumbangan itu setidaknya 60 persen untuk orang terkaya," ujarnya dalam sebuah diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/12).
Jika dikalkulasi, lanjut Hasbullah, uang yang dihabiskan oleh masyarakat miskin tersebut mencapai Rp 400 triliun per tahun. Padahal, uang tersebut seharusnya bisa digunakan untuk membangun 100.000 masjid dengan asumsi per masjid sebesar âRp 4 miliar.
â"Uang Rp 400 triliun habis buat rokok, kalau buat bangun mesjid Rp 4 miliar, bisa bangun 100.000 masjid," kata dia.
Rokok jadi ancaman wujudkan Nawa Cita Jokowi
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, konsumsi rokok menjadi ancaman serius bagi Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan Nawa Cita.
"Konsumsi rokok di Indonesia telah mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang sangat signifikan dan masif. Rokok menyebabkan kemiskinan akut di rumah tangga miskin, memicu inflasi dan penyebab utama penyakit tidak menular fatal," kata Tulus melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (30/5).
Tulus mengatakan, data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun menunjukkan alokasi anggaran rumah tangga termiskin setelah padi-padian adalah untuk rokok, yaitu 12,4 persen. Artinya, uang dan pendapatan mereka dihabiskan untuk membeli rokok jauh di atas alokasi kebutuhan lauk pauk dan pendidikan.
Data BPS juga menunjukkan dampak inflasi konsumsi rokok di perdesaan dan perkotaan mencapai 10,7 persen setiap bulan. Angka tersebut di bawah dampak inflasi akibat pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA yang hanya 2,86 persen. "Jadi dampak inflasi rokok jauh memiskinkan masyarakat daripada inflasi karena pencabutan subsidi listrik," ujarnya.
Jumlah perokok di Indonesia saat ini menempati urutan terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 35 persen dari total populasi, atau sekitar 75 juta jiwa. Belum lagi pertumbuhan prevalensi perokok pada anak-anak dan remaja yang tercepat di dunia, yaitu 19,4 persen. Bahkan menurut data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN, sebanyak 30 persen sekitar 20 juta anak di Indonesia yang berusia dibawah 10 tahun adalah perokok.
"Karena itu, tidak ada jalan lain bagi pemerintah selain mengendalikan dan membatasi konsumsi rokok secara ketat bila ingin mencapai target pembangunan sebagaimana visi dan misi Nawa Cita," katanya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rokok menjadi salah satu penyebab atau biang kerok kemiskinan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaDewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Barat, Nana Suryana dengan tegas menyatakan tak setuju terhadap kebijakan tersebut.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaPer 1 Januari 2024, tarif cukai hasil tembakau naik 10 persen.
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang dikhawatirkan yakni kenaikan cukai 2025
Baca SelengkapnyaPihaknya mengirim surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto yang di dalamnya menekankan pentingnya IHT sebagai salah satu pilar ekonomi.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif cukai rokok sangat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk merokok, semakin mahal maka prevalensi perokok semakin bisa ditekan.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaKedua produk regulasi ini berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun.
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca Selengkapnya