Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Cerita takluknya pemerintah di kaki Freeport dan Newmont

5 Cerita takluknya pemerintah di kaki Freeport dan Newmont Konpers Freeport. ©2013 Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Wajah pertambangan Indonesia baru ingin 'dirias' agar membawa keuntungan bagi bangsa. Caranya ialah melalui Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Aturan ini utamanya menginginkan agar tidak ada lagi barang tambang mentah Indonesia diekspor. Semua pengusaha tambang harus melakukan pengolahan di dalam negeri sebelum melakukan ekspor barang tambang Tanah Air.

Namun, rencana ini ternyata tidak berjalan begitu mulus. Perusahaan tambang besar, khususnya PT Freeport dan PT Newmont yang berasal dari Amerika ini langsung keberatan. Kedua perusahaan ini pun mengajukan dispensasi.

Seperti diketahui, pertambangan Indonesia sudah lama dikuasai perusahaan asing. Hal ini tentu tidak sejalan dengan cita-cita bapak pendiri bangsa.

Presiden Soekarno tahu kapitalisme pertambangan akan menerkam Indonesia bulat-bulat. Maka sejak awal Soekarno tak mau ada pemodal asing berkuasa. Dia menolak saat para pengusaha Amerika Serikat hendak membuka usaha tambang di Papua.

Tahun 1961, Soekarno berpendapat baru 20 tahun kemudian pemerintah bisa mengeluarkan izin perusahaan tambang asing beroperasi. Berarti sekitar tahun 1981. Saat itu Soekarno yakin Indonesia sudah memiliki ahli-ahli pertambangan sendiri sehingga tak hanya jadi jongos, tetapi bisa menjadi rekan. Para pengusaha asing pun tak bisa mengeruk kekayaan alam seenaknya.

Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri.

Kini baru saja rencana implementasi UU Minerba akan dilaksanakan sudah menemui banyak pertentangan. Pengamat Pertambangan dari Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta pemerintah mengabaikan permohonan dispensasi atas larangan ekspor mineral mentah yang diajukan oleh perusahaan tambang.

Terlebih yang diajukan perusahaan tambang raksasa semisal Freeport dan Newmont. Marwan menilai, sedari awal kedua perusahaan raksasa ini tidak menunjukkan niat baik menjalankan UU Nomor 4 Tahun 2009 dengan tidak membangun smelter.

Dia menuturkan, seluruh perusahaan baik pemegang Kontrak Karya (KK) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) menyatakan menyanggupi ketentuan hilirisasi atau pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada saat UU Minerba disahkan.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio ikut angkat bicara terkait rencana implementasi UU tersebut. Dalam pandangannya, aturan ini cukup menguras tenaga. Sebab, banyak pertentangan terutama dari Freeport dan Newmont yang notabene raksasa sektor pertambangan.

"Freeport dan Newmont itu mereka wajar menolak karena jual konsentrat hasil pemurnian mahal. Konsentrat kita mahal, bersaing dengan negara lain. Dijual mahal dan Freeport dan Newmont bakal rugi," ucap Agus kepada merdeka.com di Jakarta.

Karena Freeport dan Newmont yang tak mau rugi besar, urusan UU Minerba No 4 Tahun 2009 menjadi panjang. Bahkan Freeport dan Newmont mengancam memecat ratusan karyawannya jika mereka dilarang melakukan ekspor mentah.

Manajer Penggalangan Dukungan Jatam (Jaringan Advokasi Tambang), Andika, merasa heran dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak pernah tegas menindak perusahaan asing tersebut. Bahkan dia menyebut wajah pertambangan Indonesia sama saja dengan zaman penjajahan atau kolonial.

"Wajah pertambangan kita belum ada perubahan bahkan dari fase fase kolonial. Belum ada perubahan signifikan. Itulah saya heran kepada SBY , sebetulnya tidak ada harapan lagi pada SBY ini. Kita butuh kebijakan komitmen yang tinggi tegas," ucap Andika.

Pembangkangan Freeport dan Newmont bukan hanya satu atau dua kali saja. Pemerintah pun seperti tak berdaya menghadapi dua raksasa korporasi asal Amerika ini. Berikut merdeka.com mencoba merangkumnya.

Tragedi longsor tewaskan 28 orang, pemerintah tak berani hukum Freeport

Tragedi longsornya gua Big Gosan, di tambang Freeport, Tembagapura pada Mei tahun lalu yang menewaskan 28 orang, memaksa Freeport menghentikan seluruh kegiatan penambangannya.

Berdasarkan keterangan Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum Indonesia, insiden di area Freeport Papua itu merupakan kecelakaan tambang terburuk sepanjang sejarah republik ini. Bahkan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot Marciel mengakui data itu. "Dari perspektif kami ini adalah kecelakaan buruk," ujar Scot kemarin.

Namun, pemerintah tidak ingin menganggap kejadian ini sebagai suatu kelalaian. Oleh karena itu, pemerintah melalui Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo menjamin, Freeport tidak akan mendapat hukuman akibat insiden yang menewaskan 28 pekerja itu.

Pemerintah tak bertaji renegosiasi royalti Freeport

Tragedi longsornya terowongan pusat pelatihan Big Gosan PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, yang menewaskan 28 orang pekerja pekan lalu, telah menyita perhatian publik.

Tragedi ini juga seolah ingin mengingatkan pemerintah untuk mendesak Freeport agar taat akan aturan main di Indonesia. Tidak hanya soal keselamatan dan jaminan kerja bagi pekerja perusahaan tambang emas itu saja, tapi juga soal andilnya Freeport untuk Indonesia yang selama ini kekayaan alamnya telah dikuras habis.

Sejak pertengahan 2010, wacana renegosiasi kontrak karya Freeport terus bergulir. Salah satu poin utama adalah soal andil Freeport terhadap Indonesia dalam bentuk royalti dan dividen.

Freeport hanya memberikan royalti 1 persen dari hasil penjualan emas dan 3,75 persen masing-masing untuk tembaga dan perak. Kewajiban yang terbilang sangat rendah dibanding keuntungan yang dikantongi Freeport.

Pemerintah menginginkan royalti Freeport sepuluh persen. Dari ujung timur Indonesia, Freeport menyatakan siap berunding, namun belum sepakat mengenai besaran royalti. Setelah lebih dari dua tahun berunding, hasilnya bisa ditebak. Pemerintah tak berdaya menghadapi kuatnya Freeport.

Pembayaran dividen tak sesuai besaran

Selain royalti, Freeport juga berkewajiban memberikan dividen ke negara. Sebab, pemerintah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia. Tapi, lagi-lagi Freeport berulah. Tahun lalu saja, dari kewajiban memberi dividen Rp 1,5 triliun, setoran Freeport kurang Rp 350 miliar.

Tidak ada yang bisa memastikan kapan pemerintah berhasil memaksa Freeport ikut aturan main di Indonesia. Padahal, idealnya negara tidak boleh kalah dari kepentingan asing yang telah menguras kekayaan alam Indonesia.

Ngotot tetap bisa ekspor tambang mentah

PT Newmont Nusa Tenggara menyatakan akan ada dampak buruk akibat pelarangan ekspor bahan tambang tanpa dimurnikan 100 persen di dalam negeri, seperti diamanatkan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009. Salah satunya adalah pemecatan pegawai, karena tingkat produksi dan penjualan anjlok.

Direktur Utama Newmont Martiono Hadianto mengatakan, jika pemerintah berkukuh melarang mereka mengekspor konsentrat tembaga dan emas, maka risikonya harus ditanggung pegawai. Dia memastikan, pemecatan merupakan opsi yang serius dipikirkan perusahaan berinduk ke Amerika Serikat itu buat mengurangi biaya operasional.

Newmont bersama sesama perusahaan AS lainnya, yakni PT Freeport Indonesia, jadi salah satu kubu paling bersuara keras terhadap keputusan melarang ekspor produk tambang yang belum dimurnikan di dalam negeri mulai 1 Januari 2014.

Pemerintah pun pusing dibuatnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lantas meminta bantuan ahli hukum Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji aturan ini. Pandangan Yusril akan dijadikan pertimbangan pemerintah dalam PP untuk 'kompensasi' UU Minerba.

Tetap beroperasi pasca tragedi longsor meski belum kangtongi izin

Tragedi longsornya gua Big Gosan, di tambang Freeport, Tembagapura yang menewaskan 28 orang, memaksa Freeport menghentikan seluruh kegiatan penambangannya.

Penutupan kawasan tambang emas terbesar di Indonesia itu dilakukan untuk proses evakuasi sekaligus investigasi. Tujuh orang tim investigasi independen yang terdiri 4 orang pakar dalam negeri serta 3 orang pakar asing, diberi target menyelesaikan investigasi dalam kurun waktu 60 hari. Artinya, selama 2 bulan Freeport tidak bisa berproduksi.

Lagi-lagi, ketidaktegasan pemerintah menghukum Freeport membuat perusahaan ini tidak takut untuk menjalankan kembali aktivitasnya. Terlebih, pemerintah sempat berucap bahwa perusahaan asing itu boleh melakukan aktivitas lagi secara terbatas di area terbuka. Asalkan telah mendapat lampu hijau dari inspektorat jenderal pertambangan kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Pernyataan itu seolah menjadi angin segar bagi perusahaan yang berpusat di Kota Phoenix, Amerika Serikat ini. Benar saja, Direktur Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto menuturkan, dalam waktu dekat, Freeport akan kembali dibuka dan kembali beraktivitas. Padahal, belum jelas apakah sudah ada izin dari pemerintah atau belum.

"Dalam 2 atau 3 hari ini kita akan mulai produksi tapi tidak mencapai 140.000 ton," ujar Rozik.

Jika belum mengantongi izin dari pemerintah namun Freeport tetap nekat beroperasi, maka perusahaan asing itu benar-benar membuat masalah baru. Pasca tragedi longsor, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Freeport tidak nekat memaksakan kehendak. Jangan sampai ada jatuh korban lagi karena Freeport memaksakan kehendak untuk beroperasi.

"Kalau mau buka (kembali aktivitas) harus pertimbangkan faktor keselamatan," ujar Satya kepada merdeka.com, Rabu (29/5) malam.

Baca juga:Resah akan dipecat, Hatta minta pekerja Freeport sabar tunggu PPFreeport dan Newmont dituding niat membangkang UU sejak awalBeri dispensasi, pemerintah takluk di kaki Freeport dan NewmontApa yang bikin Freeport dan Newmont berani melawan pemerintah?Pengusaha tambang tak serius patuhi larangan ekspor bahan mentah (mdk/bim)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto

Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.

Baca Selengkapnya
Ragam Objek Pajak di Masa Lampau, Ada Pajak Tanah sampai Pajak Judi
Ragam Objek Pajak di Masa Lampau, Ada Pajak Tanah sampai Pajak Judi

Di masa kerajaan, masyarakat dibebani pajak tanah dan pajak tenaga kerja.

Baca Selengkapnya
Jokowi Cerita Sempat Dibisiki 'Hati-hati Digulingkan' Saat Ingin Ambil Alih Freeport
Jokowi Cerita Sempat Dibisiki 'Hati-hati Digulingkan' Saat Ingin Ambil Alih Freeport

Jokowi menyebut, Indonesia kini memegang saham 51 persen dari PT Freeport dan ditargetkan akan menjadi 61 persen.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Beri Sinyal Freeport Bisa Lanjut Gali Emas Papua Hingga 2061
Pemerintah Beri Sinyal Freeport Bisa Lanjut Gali Emas Papua Hingga 2061

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia berakhir di 2041.

Baca Selengkapnya
Dulu Salah Satu Terbesar di Indonesia, Intip Kondisi Tambang Timah Dabo Singkep Riau yang Kini Terbengkalai
Dulu Salah Satu Terbesar di Indonesia, Intip Kondisi Tambang Timah Dabo Singkep Riau yang Kini Terbengkalai

Sekitar dua abad silam, geliat produksi logam ini terus meningkat hingga menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

Baca Selengkapnya
Menilik Sejarah Emas di Indonesia hingga Jadi Pilihan Investasi yang Populer
Menilik Sejarah Emas di Indonesia hingga Jadi Pilihan Investasi yang Populer

Di tengah isu Emas Antam palsu yang menjadi sorotan, menarik untuk diketahui sejarah singkat emas di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ada di Papua, Begini Penampakan Kota Modern Pertama di Indonesia Terapkan Teknologi Canggih di Setiap Rumah
Ada di Papua, Begini Penampakan Kota Modern Pertama di Indonesia Terapkan Teknologi Canggih di Setiap Rumah

Bukan di Jawa, kota modern di Indonesia justru berada di Papua.

Baca Selengkapnya
Bukan di Luar Negeri, Tambang Timah Terbesar di Asia Tenggara Ternyata Dulu Ada di Belitung
Bukan di Luar Negeri, Tambang Timah Terbesar di Asia Tenggara Ternyata Dulu Ada di Belitung

Siapa sangka jika tambang timah terbuka (open pit) terbesar di Asia Tenggara ternyata berada di Bangka Belitung.

Baca Selengkapnya
Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit
Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit

Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.

Baca Selengkapnya
Menilik Sejarah Tambang Salido Sumatra Barat, Tambang Emas Tertua di Indonesia yang Dikelola VOC
Menilik Sejarah Tambang Salido Sumatra Barat, Tambang Emas Tertua di Indonesia yang Dikelola VOC

Aktivitas pertambangan di Pulau Sumatra sudah berlangsung sejak era pendudukan VOC pada abad ke-19. Tambang kemudian menjadi komoditas penting di Nusantara.

Baca Selengkapnya
Kopi Priangan Merajai Pasaran Eropa
Kopi Priangan Merajai Pasaran Eropa

Sejarah kopi Priangan merajai pasar Eropa. Namun di Tanah Air meninggalkan kesengsaraan.

Baca Selengkapnya
Menilik Asal Usul Sumenep, Daerah yang Mengalami Empat Zaman, Kini Punya Pelabuhan Terbanyak di Jatim
Menilik Asal Usul Sumenep, Daerah yang Mengalami Empat Zaman, Kini Punya Pelabuhan Terbanyak di Jatim

Pernah jadi daerah di bawah bayang-bayang Jawa hingga jadi daerah khusus

Baca Selengkapnya