Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Fakta di Balik Putusan Jokowi Tambah Utang Besar Tangkal Krisis Corona

5 Fakta di Balik Putusan Jokowi Tambah Utang Besar Tangkal Krisis Corona Utang. ©Shutterstock

Merdeka.com - Pemerintah telah memutuskan untuk melebarkan defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,07 persen dalam 3 tahun atau sampai 2022. Pelebaran defisit ini sebagai langkah mengantisipasi dampak virus corona pada perekonomian Indonesia.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, pelebaran defisit APBN ini menembus batas defisit 3 persen yang diatur dalam Undang-Undang dan belum pernah dilakukan sebelumnya.

"Nominalnya mencapai Rp 852 triliun. Kenaikan defisit 3 persen yang diatur UU, kita tidak pernah lampaui sejak era reformasi, baru sekali ini kita lebarkan defisit," kata Askolani.

Orang lain juga bertanya?

Askolani membeberkan beberapa opsi pembiayaan defisit yang sudah dipersiapkan pemerintah. Mulai dari penghematan belanja pemerintah pusat, pinjaman dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia atau Asian Development Bank, sampai penerbitan obligasi pemerintah.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan penerbitan surat utang Indonesia sendiri dilakukan untuk menambah jumlah pembiayaan penanganan Covid-19. Sebab, beban APBN tidak cukup jika terus-terusan dikuras. Oleh karenanya, butuh pembiayaan alternatif lain untuk menopang APBN.

Pemerintah menyadari jumlah penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak di tahun ini akan turun akibat pandemi virus Corona. Sementara, di satu sisi pemerintah harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menghidupkan seluruh lini bisnis baik, UMKM, dunia usaha yang telah tertekan akibat Covid-19.

"Kita pinjam dulu, pinjamnya bisa ke Bank Indonesia bisa ke dunia ke masyarakat supaya kita bisa membiayai tadi."

Berikut sejumlah fakta yang dirangkum merdeka.com di balik putusan pemerintah menambah utang dalam jumlah besar saat ini.

1. Berutang Saat ini Tak Hanya Dilakukan Indonesia

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut bahwa penerbitan surat utang global atau global bond menjadi suatu hal wajar dilakukan di sejumlah negara-negara dunia. Penerbitan surat utang itu pun didasari untuk keperluan negara dalam melakukan pemulihan ekonomi.

"Kita pinjam dulu, pinjamnya bisa ke Bank Indonesia bisa ke dunia ke masyarakat supaya kita bisa membiayai tadi. Emangnya negara lain juga berutang? Ya iyalah," kata Menteri Sri Mulyani.

Bendahara negara ini menambahkan meski pemerintah menerbitkan surat utang namun pengelolaannya dan prinsipnya tetap dilakukan secara kehati-hatian. "Kita melakukan hati-hati dan pasti ada batasnya," tandas dia.

2. Telah Terbitkan Surat Utang Berdenominasi Dolar Terbesar Sepanjang Sejarah Indonesia

Pemerintah Jokowi Ma'ruf berhasil melakukan transaksi penjualan tiga seri Surat Utang Negara (SUN) atau global bonds dalam denominasi US Dollar (USD Bonds) dengan total nominal sebesar USD4,3 miliar. Penerbitan Global Bonds kali ini akan digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum, termasuk biaya untuk upaya penanganan dan pemulihan Covid-19.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyamapaikan, dari dari ketiga surat utang negara tersebut terdiri dari masing-masing RI1030 sebesar USD 1,65 miliar untuk tenor 10,5 tahun, RI1050 sebesar USD 1,65 miliar untuk tenor 30,5 tahun, dan RI0470 mencapai sebesar USD 1 miliar untuk tenor 50 tahun.

"Di tengah kondisi pasar luar biasa gejolak, pemerintah RI berhasil terbitkan global bonds USD4,3 miliar. Ini juga penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan USD bonds oleh pemerintah RI. Ini juga merupakan negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bonds sejak covid-19 terjadi."

Dengan total penerbitan USD 4,3 miliar atau yang terbesar sepanjang penerbitan USD Bonds, transaksi ini memperlihatkan kemampuan pemerintah untuk memanfaatkan window penerbitan dengan baik.

"Penerbitan tenor 50 tahun yang pertama diterbitkan RI juga merupakan tenor terpanjang yang dilakukan pemerintah. Secara implisit menunjukkan kepercayaan investor terhadap track record kondisi ekonomi dan pengelolaan keuangan negara," jelas dia.

3. Utang Berfungsi Cegah PHK Pekerja Imbas Corona

Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan penerbitan surat utang baru bertema recovery bond untuk memperkuat likuiditas keuangan dunia usaha dalam menghadapi wabah virus corona. Penerbitan ini juga bertujuan agar tiap perusahaan memiliki kecukupan dana dalam menggaji karyawannya, sehingga tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Untuk mengurangi PHK, kita ingin menjaga perusahaan, pelaku dunia usaha butuh cashflow, jaga likuiditas keuangan. Oleh karenanya pemerintah menjajaki akan mengeluarkan surat utang baru, recovery bond," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso.

Susiwijono melanjutkan, recovery bond tersebut akan diluncurkan dalam bentuk denominasi rupiah, sehingga nantinya dapat dibeli oleh Bank Indonesia (BI) ataupun pihak swasta.

"Itu surat utang Pemerintah lewat rupiah yang nanti dibeli BI atau perusahaan swasta yang mampu. Dana hasil penjualan itu kemudian disalurkan ke dunia usaha melalui kredit khusus, itu nanti akan dibuat seringan mungkin, sehingga pengusaha bisa mendapatkan kredit khusus untuk membangkitkan usahanya," tuturnya.

Namun, ada dua persyaratan bagi pelaku usaha yang hendak memanfaatkan skema kredit khusus tersebut. Pertama, perusahaan tidak boleh melakukan PHK pada karyawannya. Kedua, jika perusahaan bersangkutan terpaksa harus melakukan PHK, maka badan usaha harus mempertahankan 90 persen karyawannya dengan gaji utuh.

4. Pemerintah Cari Utang Berbunga Rendah

Menteri Sri Mulyani menambahkan jika terjadi pelebaran defisit maka pemerintah dan Bank Indonesia akan membuka seluruh sektor pembiayaan. Dari sisi multilateral, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) maupun IMF, untuk memberikan kemampuan dukungannya terhadap Indonesia.

Pemerintah juga meminta masukan keduanya untuk melihat mana pembiayaan terbaik agar Indonesia bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga dan risiko kecil. "Bilateral juga ditingkatkan, baik dari negara yang selama ini mendukung maupun kita melihat negara lain gimana atasi financing deficit yang besar," jelas dia.

Selain itu, pemerintah juga akan mencari pembiayaan melalui lelang reguler ataupun privat dan sumber lain. Bank Indonesia pun dimungkinkan melakukan pembiayaan SBN di bawah 12 bulan. "Itu opsi semua kita buka supaya pemerintah punya pilihan apabila defisit meningkat, maka kita memiliki sumber pembiayaan yang aman," kata dia.

5. Terbitkan Surat Utang Terbesar Dalam Sejarah, Posisi Utang Diklaim Masih Aman

Pemerintah melakukan transaksi penjualan tiga seri Surat Utang Negara (SUN) atau global bonds dalam denominasi US Dollar (USD Bonds) dengan total nominal sebesar USD4,3 miliar. Penerbitan Global Bonds kali ini akan digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum, termasuk biaya untuk penanganan dan pemulihan Covid-19.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, penerbitan utang tersebut masih terbilang aman. Sebab jumlahnya masih 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh dari batas maksimal utang yakni 60 persen PDB.

"GDP ratio kita masih 30 persen. Kita bukan berada di posisi yang susah banget," kata Febrio dalam diskusi virtual bertajuk 'Macroeconomic Update 2020', Jakarta, Senin, (20/4).

Namun hal ini bukan bermakna pemerintah bebas menambah utang luar negeri. Sebab, jika kenaikan utang terus terjadi dan cepat dalam kurun waktu 2 tahun, ini bakal menimbulkan resiko yang berat. "Kita memang dalam kondisinya nyaman, tetapi kita tidak bisa ceroboh dalam menaikkan ini dengan tiba-tiba," kata dia.

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
10 Tahun Jokowi dan Warisan Utang Pemerintah
10 Tahun Jokowi dan Warisan Utang Pemerintah

Per Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani: Defisit APBN 2023 Sebesar Rp347,6 Triliun, Lebih Baik Dibanding 2019 dan 2020
Sri Mulyani: Defisit APBN 2023 Sebesar Rp347,6 Triliun, Lebih Baik Dibanding 2019 dan 2020

Pada APBN 2019, defisit sebesar Rp348,7 triliun atau 2,20 persen terhadap PDB.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani: APBN Alami Defisit Rp35 Triliun per 12 Desember 2023
Sri Mulyani: APBN Alami Defisit Rp35 Triliun per 12 Desember 2023

Pendapatan negara sampai 12 Desember 2023 tercatat mencapai Rp2.553,2 triliun.

Baca Selengkapnya
Defisit APBN Agustus 2024 Tembus Rp153,7 Triliun
Defisit APBN Agustus 2024 Tembus Rp153,7 Triliun

Meski mengalami defisit, kinerja APBN selama Agustus diklaim mengalami perbaikan.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Tarik Utang Rp266 Triliun Hingga 31 Juli 2024, Lebih Tinggi Dibanding Realisasi Tahun Lalu
Pemerintah Tarik Utang Rp266 Triliun Hingga 31 Juli 2024, Lebih Tinggi Dibanding Realisasi Tahun Lalu

Realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan yang tinggi bila dibandingkan realisasi tahun lalu, yakni sebesar 36,6 persen.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Tarik Utang Baru Rp600 Triliun Tahun Depan, Buat Apa?
Pemerintah Tarik Utang Baru Rp600 Triliun Tahun Depan, Buat Apa?

Ini penjelasan Kementerian Keuangan mengenai utang baru Rp600 triliun.

Baca Selengkapnya
OJK Sebut Nasib Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Ada di Tangan Menko Airlangga
OJK Sebut Nasib Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Ada di Tangan Menko Airlangga

Presiden Jokowi meminta restrukturisasi kredit terdampak pandemi kembali diperpanjang sampai tahun 2025.

Baca Selengkapnya
DPR Sahkan UU APBN 2025, Target Pendapatan dari Pajak Rp2.490 Triliun
DPR Sahkan UU APBN 2025, Target Pendapatan dari Pajak Rp2.490 Triliun

Pengesahan ini menjadi landasan Prabowo Subianto menjalankan pemerintahannya di tahun pertama.

Baca Selengkapnya
Defisit Anggaran Tetap di Bawah 3%, Stafsus Presiden: Keberlanjutan Nyata dari Jokowi ke Prabowo
Defisit Anggaran Tetap di Bawah 3%, Stafsus Presiden: Keberlanjutan Nyata dari Jokowi ke Prabowo

"Memperlihatkan, keberlanjutan dari pemerintahan Jokowi ke pemerintahan Prabowo benar-benar nyata,” kata Grace

Baca Selengkapnya
APBN Surplus Rp22 Triliun, Sri Mulyani: Didorong Pendapatan Negara Rp493 Triliun
APBN Surplus Rp22 Triliun, Sri Mulyani: Didorong Pendapatan Negara Rp493 Triliun

Namun demikian, pendapatan negara mengalami kontraksi sebesar 5, 4 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Baca Selengkapnya
Tambah Anggaran Bansos Pupuk, Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Blokir Uang Belanja K/L hingga Rp50 Triliun
Tambah Anggaran Bansos Pupuk, Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Blokir Uang Belanja K/L hingga Rp50 Triliun

Penambahan anggaran ini diperlukan seiring meningkatnya jumlah petani calon penerima pupuk subsidi.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Tarik Utang Rp132 Triliun Hingga Mei 2024
Sri Mulyani Tarik Utang Rp132 Triliun Hingga Mei 2024

Sri Mulyani mencatat, realisasi pembiayaan SBN mencapai Rp141,6 triliun atau turun 2 persen secara yoy dibandingkan Mei 2023 sebesar Rp144,5 triliun.

Baca Selengkapnya