Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Fakta ekonomi Indonesia lebih rentan krisis dibanding Malaysia

5 Fakta ekonomi Indonesia lebih rentan krisis dibanding Malaysia Kemiskinan kota meleset. ©2013 Merdeka.com/imam buhori

Merdeka.com - Malaysia belakangan ini menjadi sorotan dunia karena memimpin pelemahan nilai tukar negara di Asia terhadap dolar Amerika (USD). JPMorgan Asia Dollar Index pernah melacak pergerakan 10 mata uang sepanjang Agustus 2015, termasuk Yen yang melemah 2,6 persen terhadap USD. Ini merupakan penurunan bulanan terbesar sejak 2012.

Ringgit Malaysia anjlok paling parah mencapai 8,7 persen terhadap USD, dan ini merupakan kinerja terburuk sejak 1998 silam. Skandal politik yang melanda Malaysia melemahkan kepercayaan investor, selain itu rendahnya harga komoditas juga menghantam negeri jiran.

Lebih baik dari Ringgit Malaysia, nilai tukar Rupiah hanya turun 3,7 persen terhadap USD dan merupakan terburuk dalam 11 bulan terakhir. Sedangkan Yuan hanya anjlok 2,7 persen terhadap USD.

Orang lain juga bertanya?

Namun demikian, nilai tukar Rupiah masih melanjutkan pelemahan. Perdagangan kemarin, nilai tukar Rupiah menyentuh level Rp 14.280 per USD atau terendah sejak Juli 1998 saat krisis keuangan melanda Asia.

Dilansir dari CNBC, melemahnya nilai tukar Rupiah terjadi karena melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya penghindaran risiko yang meredupkan daya tarik aset negara.

Kegiatan ekonomi melemah dan ditambah lagi kekhawatiran reformasi yang mengulur-ulur. Akibatnya, investasi asing belum meningkat secepat yang diharapkan pemerintah.

Terlepas dari data nilai tukar, kondisi ekonomi Indonesia disebut jauh lebih rentan terhadap krisis. Berbagai fakta diungkap lembaga pemeringkat asing Standard & Poor (S&P).

Berikut uraiannya seperti dilansir merdeka.com dari media Malaysia, Thestar di Jakarta, Selasa (8/9):

Dana asing kabur ke luar negeri

Fakta pertama yang diungkap Standard & Poor (S&P) adalah soal arus modal atau dana asing yang ada di Indonesia. S&P menyebut Indonesia sangat rentan dengan arus modal masuk dan arus modal keluar. Hal ini sangat berisiko karena akan menggerus cadangan devisa negara.

"Malaysia lebih sedikit ketergantungan pada modal asing dibanding korporasi atau bank untuk mendanai pertumbuhan. Sedangkan Indonesia lebih rentan terhadap perubahan arus keluar dan arus masuk. Kami khawatir tentang cadangan devisa Indonesia," ucap Direktur S&P, Kyran Curry di Singapura seperti dilansir dari media Malaysia, Thestar, Jakarta, Selasa (8/9).

Cadangan devisa Indonesia anjlok hampir 7 persen dalam lima bulan belakang. Curry mengaku khawatir dengan otoritas moneter Indonesia yang baru-baru ini karena telah menghabiskan banyak cadangan devisa untuk menstabilkan volatilitas mata uang, Rupiah.

Pasar saham Indonesia anjlok lebih dalam

Fakta kedua yang diungkap S&P soal perekonomian Indonesia adalah menyangkut pasar modal. Menurut lembaga pemeringkat ini, pasar modal Indonesia anjlok tajam melebihi pasar saham Malaysia. Meski Ringgit Malaysia melemah paling parah, namun pasar sahamnya masih jauh lebih baik dibanding Indonesia.

Data S&P menyebut, Rupiah telah melemah hingga 4,9 persen sejak akhir Juli atau masih lebih rendah dibanding pelemahan Ringgit Malaysia yang mencapai 11 persen. Namun demikian, saham Indonesia dan obligasi internasional disebut jatuh lebih cepat dari Malaysia dalam tiga bulan terakhir.

Bahkan pemerintah Indonesia disebut membeli kembali obligasi negara dan mendorong BUMN untuk membeli saham untuk membendung penurunan. "Pasar modal Malaysia jauh lebih besar dan lebih dalam," katanya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) disebut telah turun 15 persen dalam tiga bulan terakhir.Sedangkan pasar saham Malaysia hanya 10 persen saja. Obligasi mata uang lokal kedua negara juga turun, di mana Malaysia hanya turun 0,7 persen dan Indonesia jatuh 1 persen menurut Bloomberg Indeks.

Current account Indonesia defisit

Tidak hanya S&P, BMI Research juga menyebut ekonomi Indonesia rentan terhadap krisis. salah satu alasannya adalah defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit.

Head of Asia country risk and financial markets strategy at BMI Research, Stuart Allsopp di Singapura mengatakan, meski mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, Malaysia masih mencatat surplus current account sebesar USD 1,8 miliar pada kuartal II-2015. Sementara Indonesia mencatat defisit sebesar USD 4,4 miliar.

Tidak hanya itu, Allsopp juga mengatakan, berbeda dengan Indonesia, Malaysia juga memiliki posisi investasi internasional yang positif.

"Ini berarti jika USD menguat karena kenaikan suku bunga The Fed, Indonesia akan kesulitan membayar utang luar negeri karena nilainya meningkat. Dalam kasus Malaysia, nilai aset eksternal malah akan meningkat, sehingga dampaknya sangat kecil," kata Allsopp seperti dilansir dari media Malaysia, Thestar di Jakarta, Selasa (8/9).

Indonesia terlalu banyak dana asing

Data S&P menyebut, sepanjang tahun ini dana asing yang telah keluar dari pasar saham Indonesia atau capital outflow mencapai USD 467 miliar atau setara RM 2,02 miliar. Sedangkan dana asing yang masuk pada 2014 mencapai USD 3,8 miliar.

Jika dibandingkan dengan Malaysia, dana yang keluar dari pasar saham mencapai RM 16,4 miliar pada 2015. Sedangkan tahun lalu dana asing yang keluar mencapai RM 6,9 miliar.

Dari data di atas, dana asing yang masuk ke Indonesia sangat besar atau mencapai USD 3,8 miliar karena yield atau imbas hasil surat utang Indonesia cukup besar dan menarik investor asing untuk masuk.

Namun kondisi ini rentan ketika asing membawa 'kabur' uang mereka. Kini, investor asing menguasai hampir 38 persen surat utang Indonesia dan ini lebih besar dari Malaysia yang hanya 32 persen.

"Malaysia tidak pernah merasakan aliran dana masuk secara besar-besaran, sedangkan Indonesia banyak beberapa tahun terakhir," ujar Direktur S&P, Kyran Curry.

Peringkat surat utang Indonesia lebih rendah dari Malaysia

Peringkat utang Indonesia maupun Malaysia dari S&P saat ini masih belum menghadapi ancaman yang sangat serius. Namun, lembaga pemeringkat ini belum memberikan 'gelar' investment grade pada Indonesia.

Namun demikian, peringkat Malaysia lebih baik dari Indonesia. Indonesia hanya mendapatkan peringkat yang terbaik di antara terburuk atau BB+. Sedangkan peringkat utang Malaysia kini sudah lebih tinggi yaitu A- dengan outlook stable.

Outlook Indonesia disebut bisa berubah positif jika pemerintah bisa memperbaiki ketidakseimbangan makroekonomi.

Di lain pihak, Barclay Plc merekomendasikan kliennya untuk menghindari obligasi Malaysia dan netral terhadap Indonesia. Ahli strategi Barclays, Rohit Arora mengatakan, dari segi perdagangan, Malaysia cukup berisiko karena anjloknya harga komoditas.

"Kami sama sama prihatin dengan kedua negara ini. Tapi dari sisi perdagangan dan perputaran pelemahan harga komoditas, maka Ringgit Malaysia lebih rentan dari pada Rupiah. Di Indonesia, pasar (saham) domestik masih belum cukup dalam, jadi masih tergantung dengan asing," katanya.

Ketergantungan pada dana asing tersebut sangat rentan ketika bank sentral AS menaikkan suku bunga dan perlambatan ekonomi China memburuk. (mdk/idr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Transaksi Perdagangan Nasional Defisit, Masa Depan Rupiah Diprediksi Suram
Transaksi Perdagangan Nasional Defisit, Masa Depan Rupiah Diprediksi Suram

Transaksi berjalan Indonesia telah mengalami defisit secara terus-menerus dalam dua kuartal terakhir.

Baca Selengkapnya
Waspada, Kondisi Pasar Keuangan Global Memburuk Dipicu Ketegangan di Timur Tengah
Waspada, Kondisi Pasar Keuangan Global Memburuk Dipicu Ketegangan di Timur Tengah

tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).

Baca Selengkapnya
Perputaran Uang Makin Kering, Jokowi: Jangan-Jangan Banyak Dipakai untuk Beli SBN
Perputaran Uang Makin Kering, Jokowi: Jangan-Jangan Banyak Dipakai untuk Beli SBN

Para pelaku usaha mengeluh ke Jokowi soal makin keringnya perputaran uang.

Baca Selengkapnya
Ekonomi Dunia Membaik, Indonesia Waspadai Kenaikan Harga dan Suku Bunga
Ekonomi Dunia Membaik, Indonesia Waspadai Kenaikan Harga dan Suku Bunga

Sri Mulyani mengatakan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ternyata Begini Dampak Tingginya Suku Bunga The Fed ke Ekonomi Indonesia
Ternyata Begini Dampak Tingginya Suku Bunga The Fed ke Ekonomi Indonesia

Indonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.

Baca Selengkapnya
Investasi Properti Susah Dijual, Masyarakat Indonesia Masih Pilih Simpan Emas
Investasi Properti Susah Dijual, Masyarakat Indonesia Masih Pilih Simpan Emas

Banyak masyarakat Indonesia yang memilih berinvestasi pada emas di tengah gempuran beragam pilihan investasi lain.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Ungkap Untung Rugi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekonomi Indonesia
Sri Mulyani Ungkap Untung Rugi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekonomi Indonesia

Begini untung rugi Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya
BI Catat Modal Masing Asing Masuk Rp8,91 Triliun
BI Catat Modal Masing Asing Masuk Rp8,91 Triliun

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan.

Baca Selengkapnya
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun

Naiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

Baca Selengkapnya
Inggris dan Jepang Alami Resesi, Jokowi Ingatkan Pemerintahan Baru Hati-Hati Mengelola Indonesia
Inggris dan Jepang Alami Resesi, Jokowi Ingatkan Pemerintahan Baru Hati-Hati Mengelola Indonesia

Indonesia masih terus bertahan agar tidak masuk dalam kondisi resesi seperti yang dialami oleh negara maju.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Buka-bukaan soal Parahnya Imbas Gejolak Ekonomi Global ke Indonesia
Sri Mulyani Buka-bukaan soal Parahnya Imbas Gejolak Ekonomi Global ke Indonesia

Indeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Prediksi Dua Agenda Besar Ini Bisa Dongkrak Daya Beli Masyarakat
Pemerintah Prediksi Dua Agenda Besar Ini Bisa Dongkrak Daya Beli Masyarakat

Menurut pemerintah, deflasi saat ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan pasar global akibat konflik internasional.

Baca Selengkapnya