5 Masalah beras di Indonesia, mulai dari berkutu hingga palsu
Merdeka.com - Bagi orang Indonesia, mengonsumsi beras dan nasi mungkin sudah menjadi budaya. Tidak heran jika Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi beras tertinggi di dunia.
Untuk level Asia, konsumsi beras di Indonesia mengalahkan empat negara juga konsumsi berasnya tertinggi seperti Korea, Jepang, Malaysia dan Thailand.
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BPK) Kementerian Pertanian (Kementan), Sri Sulihanti.
-
Dimana konsumsi beras dunia meningkat? Berdasarkan analisa Tauhid, tren peralihan konsumsi beras sudah terjadi sekitar 20 tahun terakhir.
-
Kenapa konsumsi beras di Indonesia turun? Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan jika diselisik lebih jauh, data konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia mengalami penurunan.
-
Berapa jumlah beras yang dimiliki Bulog? “Masyarakat tidak perlu khawatir, stok beras yang dikuasai Bulog saat ini ada sebanyak 750 ribu ton , disamping itu juga hingga hari ini Bulog sudah menyerap lebih dari 700 ribu ton beras petani dalam negeri dan akan terus menyerap selama produksi masih ada dan sesuai ketentuan.
-
Kenapa Bulog impor beras? Selanjutnya menyikapi bahaya El Nino yang berdampak pada kelangkaan pasokan, Bulog juga ditugaskan menambah pasokan dari importasi.
-
Dimana harga beras juga naik? Kenaikan harga sembako juga terjadi di Pasar Belakang Kodim Brebes. Harga telur ayam dari Rp26.000 per kilogram menjadi Rp28.000 per kilogram. Begitu pula dengan harga beras medium yang naik Rp1.000 per kilogram.
-
Mengapa Indonesia konsumsi mi instan tinggi? Indonesia berada tepat di bawah peringkat China sebagai negara dengan konsumsi mi tertinggi di dunia. Hal ini tidak mengejutkan karena banyak makanan Indonesia yang dipengaruhi oleh China.
"Konsumsi beras Indonesia memang yang paling banyak atau tertinggi di dunia," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Beras Analog untuk Ketahanan Pangan Berkelanjutan,' di Kementan, Jakarta.
Berdasarkan data Kementan, hingga akhir 2012, konsumsi beras per kapita ialah 102 Kg per tahun. Konsumsi beras di Korea hanya 40 Kg, Jepang 50 Kg, Malaysia sebesar 80 Kg serta Thailand sebesar 70 Kg per tahun.
Tingginya kebutuhan akan beras membuat komoditas ini rentan permasalahan. Apa saja sebetulnya masalah bahan pokok masyarakat Indonesia ini? Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
Berkutu
Warga mengeluh buruknya kualitas beras raskin yang diberikan Badan Urusan Logistik (Bulog). Beras tersebut ternyata stok lama atau persediaan tahun lalu (2014).Direktur Bulog Lely Pelitasari menyebutkan, sampai saat ini stok beras raskin tahun lalu yang tersimpan di gudang Bulog masih menyisakan 300.000 ton.Lely tidak memungkiri buruknya kualitas beras raskin yang saat ini akan disalurkan ke masyarakat."Artinya itu stok lama yang memang banyak kita tahu, nyimpen beras sekarung ditaruh saja sebulan sudah kutuan," ujarnya usai diskusi 'Pangan Kita' yang digelar RRI, Merdeka.com, IJTI, IKN dan DPD RI di restoran Warung Daun, Jakarta Pusat.
Mafia beras
Melonjaknya harga beras belakangan ini memunculkan asumsi adanya praktik nakal penimbunan beras. Fakta itu disaksikan langsung Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.Dia mengaku banyak menemukan praktik penimbunan serta pengoplosan beras di pasaran. Temuan tersebut didapat setelah dilakukan sidak ke beberapa pasar. " Jakarta banyak," kata Rachmat di kantor wapres, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.Hasil temuannya, pedagang beras melakukan pencampuran atau oplos beras kualitas bagus dengan beras dengan kualitas rendah demi meraup keuntungan besar."Saya bilang pada waktu lalu saya dapatkan gudang beras pedagang oplos masuk kantong merek dagang sendiri. Kalau lihat suplai yang ada Jakarta banyak sekali. Termasuk beras operasi pasar. Kenapa tidak ada barang itu di pasar," ungkap Rahmat.
Kualitas buruk
Warga Dusun Aji Gunung, Desa Gunung Sekar, Kecamatan/Kabupaten Sampang, mengeluhkan kondisi raskin (beras untuk rumah tangga miskin) yang mereka terima pada Jumat (15/5). Warga tidak berani mengonsumsi beras itu. Selain berbau apek dan berwarna kecokelatan, di dalam beras tersebut terdapat banyak kutu dan kerikil.Abdul Muhyi, 58, warga setempat yang juga termasuk rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) raskin, mengaku kecewa karena mendapat beras yang tidak layak konsumsi. Padahal, warga harus menebus raskin 15 kilogram itu seharga Rp 24 ribu. Namun, hasilnya tidak bisa dimasak."Karena kondisinya sudah tidak layak konsumsi, beras ini tidak kami masak. Berasnya berbau apek dan warnanya kecokelatan," tuturnya.
Beras rakyat miskin digigiti koruptor
Sebanyak tiga kepala desa terjerat kasus korupsi bantuan beras bagi warga miskin (raskin) di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Ketiga kepala desa itu masing-masing Kepala Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Moh Urip, Kepala Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, Mustahep, dan Kepala Desa Toket, Kecamatan Proppo, Isnaini."Kepala Desa terbaru yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi raskin ini adalah Isnaini," kata tim penyidik Kejari Pamekasan Yulistiono, seperti dilansir Antara.Kasus dugaan korupsi bantuan raskin di Kabupaten Pamekasan ini terjadi di 178 desa yang tersebar di 13 kecamatan di Kabupaten Pamekasan. Hal ini, sesuai dengan laporan yang disampaikan masyarakat ke institusi aparat penegak hukum di Pamekasan ini.Para kepala desa umumnya tidak mencairkan bantuan raskin sesuai dengan ketentuan, yakni setiap bulan sebanyak 15 kilogram per rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM). Ada kepala desa yang hanya menyerahkan bantuan raskin selama tiga bulan dalam setahun, itupun jumlahnya tidak sesuai dengan ketentuan yakni 15 kilogram per bulan.
Palsu
Beras palsu buatan China marak beredar. Bahkan beras tiruan mengandung bahan plastik ini diduga juga ditemukan beredar di daerah Bekasi, Jawa Barat. Tentu hal ini membuat masyarakat Indonesia sebagai pengonsumsi beras khawatir.Beras palsu ini terbuat dari gabungan kentang, ubi jalar dan limbah plastik yang direkayasa sedemikian rupa sehingga berbentuk menyerupai beras. Tidak hanya itu, produsen beras palsu ini juga menambahkan resin sintetis industri. Resin sintetis ini dikatakan sangat berbahaya jika dikonsumsi karena bisa memicu kanker.Dewi Setiani, warga Bekasi, Jawa Barat menemukan sejumlah keanehan dengan beras yang dibelinya. Sehingga dia menduga bahwa beras tersebut adalah beras palsu yang terbuat dari plastik. Dugaan tersebut muncul ketika dia mengolah beras itu menjadi bubur untuk dia santap esok paginya. Namun setelah didiamkan beberapa jam, bubur ini pun berbentuk aneh."Berasnya jadi aneh dan rasanya juga enggak kayak nasi pada umumnya. Lebih terasa kayak plastik, karena sintesisnya berasa banget," kata Dewi saat dihubungi merdeka.com. (mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Konsumsi beras Indonesia dalam Lima tahun terakhir mengalami tren yang meningkat.
Baca SelengkapnyaSebanyak 2,7 juta ton yang diimpor berjenis beras patahan.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kebutuhan pangan sejalan dengan pertumbuhan laju penduduk.
Baca SelengkapnyaIndonesia sebagai negara ke-4 sebagai negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia.
Baca SelengkapnyaHarga beras terus mengalami kenaikan sejak tahun lalu. Impor beras menjadi solusi cepat yang dipilih pemerintah.
Baca SelengkapnyaPlt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti mengungkap penyebab harga beras meroket.
Baca SelengkapnyaDuduk perkara Bulog dan Bapanas dilaporkan ke KPK atas dugaan penggelembungan harga beras impor.
Baca SelengkapnyaIndonesia menargetkan impor hingga 3,6 juta ton beras tahun ini.
Baca SelengkapnyaSaid menilai perlu bagi pemerintah agar fokus terhadap program kemandirian pangan
Baca SelengkapnyaMengutip Panel Harga Badan Pangan Nasional harga beras di Papua Tengah pernah mencapai Rp36.130 per kg di 10 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga beras sekarang telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaHarga beras medium kini bertengger di atas Rp12.000 per kg dari semula hanya Rp10.000 per kg
Baca Selengkapnya