5 Pembelaan saat Rupiah melemah dekati titik saat krisis 1998
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terpuruk ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir atau semenjak krisis 1998. Mengutip data Bloomberg, tadi pagi Rupiah dibuka di Rp 14.822 per USD dan sempat menguat ke level Rp 14.700-an per USD. Saat ini, Rupiah berada di level Rp 14.935 per USD.
Pada 2018, Rupiah menjadi salah satu mata uang berkinerja buruk di regional. Hal ini dipicu investor yang melepas aset pasar negara berkembang seiring penurunan mata uang Peso Argentina.
Analis menilai, nilai tukar Rupiah yang tertekan itu didorong defisit neraca transaksi berjalan dan kekacauan di pasar negara berkembang yang disebabkan krisis keuangan Turki.
-
Kapan rupiah mengalami devaluasi pertama? Pada 7 Maret 1946, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 29,12 persen, dari Rp1,88 per USD1 menjadi Rp2,65 per USD1.
-
Kapan nilai tukar Dolar Singapura tercatat pada 11.762,02 Rupiah? Menurut data dari Google Finance pada 25 September 2024 pukul 03.10 UTC, nilai tukar Dolar Singapura terhadap Rupiah tercatat pada 1 SGD = 11.762,02 IDR.
-
Apa yang terjadi dengan rupiah di era Soeharto? Perekonomian era Soeharto juga sangat kental dengan pro asing. Namun, stabilitas rupiah tidak berumur panjang di era Soeharto. Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Apa Redenominasi Rupiah itu? Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan.
-
Mata uang apa yang nilainya paling tinggi? Mata uang memiliki peran sentral dalam mencerminkan kondisi ekonomi suatu negara.Namun, kekuatan sebuah mata uang sebenarnya dapat diukur melalui daya belinya terhadap barang, jasa, atau mata uang lainnya.
-
Apa dampak pelemahan Rupiah terhadap harga kedelai? Harga kedelai impor kembali mengalami kenaikan dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
"Kepemilikan asing yang tinggi pada obligasi ditambah dengan utang Dolar Amerika Serikat perusahaan Indonesia yang meningkat juga membuat (Rupiah) cenderung melemah," ujar Ekonom Mizuho Bank, Vishnu Varathan, seperti dikutip dari laman CNBC.
Indonesia, dinilai rentan terhadap aksi jual besar pada saat terjadi tekanan pasar karena fundamental ekonomi. Apalagi defisit transaksi berjalan negara saat ini melebar menjadi USD 8 miliar pada kuartal kedua tahun ini.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelemahan Rupiah hingga Rp 14.700 per USD disebabkan oleh krisis yang terjadi di Argentina. Dia menegaskan, pelemahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga beberapa negara lain di Asia Tenggara.
Atas fenomena ini pihak regulator pun memberikan pembelaannya. Apa saja? Berikut rangkumannya.
Pelemahan Rupiah berbeda dari saat krisis 1998
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, meminta masyarakat untuk tidak membandingkan nilai tukar Rupiah saat ini dengan saat krisis 1998. Sebab, menurut dia, kondisinya sangat jauh berbeda.
Menko Darmin mengatakan, meski nilai tukar Rupiah sama-sama tembus kisaran Rp 14.000, namun posisi awal Rupiah jauh berbeda. Pada 1998, Rupiah tembus Rp 14.000 setelah sebelumnya berada di posisi Rp 2.800 per Dolar Amerika Serikat (USD).
"Gini deh, jangan dibandingkan Rp 14.000 sekarang dengan 20 tahun lalu. Sekarang dari Rp 13.000 ke Rp 14.000. Tahun 2014, dari Rp 12.000 ke Rp 14.000. Maksud saya, cara membandingkan juga, ya dijelaskan lah," ujar dia.
Pelamahan tak hanya pada Rupiah
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengakui bahwa nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan terhadap dolar AS. Namun, tekanan itu tak hanya dialami oleh Rupiah saja."Sebenarnya di dunia ini yang melemah bukan cuma Rupiah. Swedish crown juga melemah 10 persen, Dolar Australia juga melemah 6 persen. Jadi di seluruh dunia melemah terhadap dolar AS," jelas dia.Mirza melanjutkan, seharusnya pelemahan Rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan terjaga dengan baik. "Likuiditas terjaga baik, non performing loan (NPL) di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 persen menjadi 2,7 persen," kata Mirza.
Krisis Argentina di luar ekspektasi
Menko Darmin Nasution mengatakan, krisis Argentina cukup membuat pasar terkejut. Sebab, negara tersebut sempat mengajukan pinjaman kepada Dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) sebesar USD 50 miliar."Dia itu kan sudah dapat bantuan IMF sebetulnya USD 50 miliar. Orang anggap dia mestinya akan survive akan selamat dengan itu tapi ternyata gerakan capital outflow masih sekarat. Makanya dia naikkan tingkat bunga tidak tanggung tanggung sampai 60 persen. Jadi itu sudah tingkat yang luar biasa besar nya sehingga biasanya kalau udah gitu biasanya pasar jitery (gelisah)," jelasnya.
Fundamental ekonomi RI masih baik
Menko Darmin menyatakan, saat ini kondisi ekonomi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan pada 1998. Meski diakui saat ini Indonesia juga punya permasalahan yaitu soal transaksi berjalan yang defisit."Kita fundamental ekonomi masih oke. Kelemahan kita hanya transaksi berjalan yang defisit. Berapa? 3 persen. Lebih kecil dari 2014 yaitu 4,2 persen. Masih lebih kecil dari Brasil, Turki, Argentina, itu lah. Betul, kita lebih kecil. Coba yang lain, inflasi. Di Argentina berapa? Sekarang 30 persenan, setahun yang lalu 60. Kita gimana? Malah deflasi. Pertumbuhan, oke kita 5 koma persen," jelas dia.Oleh sebab itu, jika dilihat dari sisi mana pun, lanjut dia, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan 1998."Dilihat dari sudut mana pun. Meski pun kita ada defisit transaksi berjalan, ini bukan penyakit baru. Dari 40 tahun yang lalu transaksi berjalan ini defisit. Memang ini agak besar tapi enggak setinggi 2014, tahun 1994-1995, tidak setinggi 1984. Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tandas dia.
Rupiah melemah tak ganggu pembangunan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan sejauh ini depresiasi Rupiah belum memiliki dampak besar pada proyek infrastruktur. "Sementara ini belum (ada dampak depresiasi rupiah terhadap proyek infrastruktur)," kata dia.Dia menyampaikan, proyek infrastruktur baru akan terganggu bila terjadi situasi force majeure atau kejadian luar biasa. "Karena dalam kontrak itu akan terpengaruh kalau ada kahar (force majeure). Kalau tidak ditetapkan sebagai kahar tidak akan ada dampaknya," jelas Menteri Basuki.
ÂÂ
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rupiah kembali melemah hingga ke level Rp16.000 terhadap mata uang dolar AS seperti yang pernah dialami Indonesia saat krisis moneter 1998.
Baca SelengkapnyaMengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah diperdagangkan di level Rp16.255 per USD pada Senin (29/4).
Baca SelengkapnyaHal ini membuat nilai tukar mata uang dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaDari sisi internal, pelemahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi gejolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaMelemahnya Rupiah bisa berdampak pada kenaikan harga-harga bahan kebutuhan pokok hingga elektronik berikut ini.
Baca SelengkapnyaSaat ini, permasalahan yang muncul di industri dalam negeri menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia terus melakukan berbagai inovasi untuk meredam segala tekanan terhadap rupiah.
Baca SelengkapnyaRupiah anjlok 38 poin setelah sebelumnya menyentuh level Rp16.375 per dolar AS pada Selasa (25/6).
Baca SelengkapnyaAda dua pertimbangan yang membuat rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaPada Jumat (8/9), nilai tukar rupiah berada di level Rp 15.327 per USD.
Baca SelengkapnyaShinta menilai mebijakan devisa hasil ekspor (DHE), local currency transaction (LCT), SRBI, dan SVBI belum dapat menjaga nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaKinerja Rupiah yang masih baik tersebut didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan surplus neraca perdagangan barang.
Baca Selengkapnya