Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Tanggapan pemerintah dan DPR soal harga rokok Rp 50.000

5 Tanggapan pemerintah dan DPR soal harga rokok Rp 50.000 Ade Komarudin. ©dpr.go.id

Merdeka.com - Munculnya wacana untuk menaikkan harga rokok hingga menjadi Rp 50.000 per bungkus mulai menuai pro dan kontra. Hal ini tentu menjadi dilema sendiri untuk pemerintah yang ingin menaikkan cukai rokok pada tahun depan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penaikan harga rokok bakal berbanding lurus dengan penurunan tingkat konsumsinya di masyarakat miskin. Sebab, masyarakat miskin bakal kesulitan membeli rokok.

"Harga rokok yang tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin. Harga rokok mahal akan membuat keterjangkauan mereka terhadap rokok menurun," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, seperti dikutip Antara, Minggu (21/8).

Menurut Tulus, 70 persen konsumsi rokok menjerat rumah tangga miskin. Data BPS menunjukkan belanja rumah tangga miskin terbesar adalah untuk beras dan rokok. Kemudian disusul pemenuhan gizi dan pendidikan anak.

"Rokok berbahaya bagi kesehatan dan sama sekali tidak memiliki kandungan kalori sama sekali. Bila tidak bisa membeli rokok, rumah tangga miskin bisa menggunakan uangnya untuk menambah kalori keluarga,"

Dia menegaskan, sudah seharusnya harga rokok dimahalkan lewat pengenaan cukai yang tinggi. Cukai merupakan instrumen untuk membatasi dan mengendalikan konsumsi suatu barang.

"Di negara maju, harga rokok sudah lebih dari Rp 100.000 dan terbukti di sana tidak membuat pabrik rokok bangkrut atau memberhentikan buruh-buruhnya. Pabrik rokok memberhentikan buruhnya karena pabrik melakukan mekanisasi, menggantikan buruh dengan mesin," katanya.

"Itu juga yang terjadi di Indonesia. Sebelum harga mahal untuk rokok diwacanakan, industri rokok sudah lebih dulu memberhentikan buruhnya karena melakukan mekanisasi."

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan rokok kretek filter masih mendominasi sebagai kelompok komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah beras terhadap garis kemiskinan.

"Rokok tidak menyumbang kalori, tapi tetap harus dihitung sebagai pengeluaran," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin (18/7).

Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua setelah beras terhadap garis kemiskinan, yaitu sebesar 9,08 persen di perkotaan dan 7,96 persen di pedesaan.

Metode untuk menghitung garis kemiskinan terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makanan (GKBM). Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari.

BPS memasukkan rokok sebagai salah satu jenis komoditi dalam komponen garis kemiskinan makanan. Secara nasional, BPS mencatat garis kemiskinan di Indonesia naik sebesar 2,78 persen, yaitu dari Rp344.809 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp354.386 per kapita per bulan pada Maret 2016.

Akan tetapi, pemerintah dan DPR masih mengkaji kenaikan harga rokok ini. Namun, tak sedikit pula pejabat negara yang setuju harga rokok naik hingga Rp 50.000 per bungkus.

Berikut tanggapan pemerintah dan DPR soal rencana ini seperti dirangkum merdeka.com:

(mdk/sau)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP