Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Akhir kerahasiaan bank, awal petaka pengemplang pajak

Akhir kerahasiaan bank, awal petaka pengemplang pajak SPT pajak. ©2013 Merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Pada awal tahun lalu, negara-negara anggota organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan (OECD) dan kelompok 20 (G20) menyepakati standar pelaporan untuk pertukaran informasi perbankan.

Lebih jauh, sebanyak 97 negara sudah menegaskan komitmennya untuk mulai membuka data nasabah asing di lembaga keuangannya dalam dua tahun mendatang. Dimana, sekitar 56 negara plus Indonesia mulai tahun depan. Sisanya, 40 negara pada 2018.

Jika ini bisa dianggap sebagai ujung masa kerahasiaan bank. Maka, di lain sisi, kondisi itu bisa menjadi awal petaka pengemplang pajak.

Bagaimana tidak. Pengemplang pajak menjadi minim pilihan, jika enggan menyebut tak ada sama sekali, tempat untuk melarikan aset guna menghindari kewajiban iuran di negara asal.

"Tak ada lagi tempat untuk menyembunyikan uang," kata Darussalam, Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia, dalam sebuah diskusi, pekan ini.

"Mau dilarikan kemana? Negara yang dikenal menjadi surga pajak juga komitmen untuk bertukar informasi perbankan."

Tax Justice Network memerkirakan, ebih dari lima dekade terakhir, negara surga pajak telah menjadi tempat pelarian dana global sekitar USD 21 trilun-USD 32 triliun. Uang haram yang mengalir ke sana pun ditaksir mencapai USD 1 triliun-USD 6 triliun per tahun.

Adapun Indonesia, berdasarkan data Ditjen Pajak Kemenkeu, dana yang di parkir di luar negeri dan tak dilaporkan sedikitnya mencapai Rp 3 ribu triliun-Rp 4 ribu triliun. Itu pun baru Singapura, belum surga pajak lainnya.

Dengan demikian, momentum pertukaran informasi melempengkan jalan banyak negara mengejar pengemplang pajak. Tak salah jika kemudian Indonesia berencana meluncurkan tax amnesty atau pengampunan pajak tahun depan.

Pemerintah bisa meminta data dari perbankan negara lain terkait aset yang disimpan orang Indonesia untuk mengecek kepatuhan pajaknya. Jika masih berlubang, maka pemerintah bisa memaksa mereka menambalnya lewat pengampunan pajak.

Dimana, mereka bisa dibebaskan dari sanksi pajak asal melaporkan nilai aset ditanam di luar negeri. Sebagai balasan, pemerintah mendapat uang tebusan, besarannya lebih kecil ketimbang tarif pajak, dari setiap aset dilaporkan.

"Belajar dari pengalaman banyak negara, kunci kesuksesan pengampunan pajak ada pada data. Apakah otoritas pajak di negara itu punya data untuk menilai perilaku pengemplang pajak pascapengampunan pajak sudah jujur atau belum," kata Darussalam.

Sayang, pemerintah tak berwenang meminta perbankan Tanah Air untuk ikut bertukar informasi dengan negara lain. Untuk itu, perlu peran Otoritas Jasa keuangan (OJK).

Meskipun kerahasiaan data nasabah perbankan dijamin dalam Undang-Undang No.10/1998. Namun, beleid itu juga membolehkan perbankan membuka data keuangan sepanjang nasabah sukarela memberikan kuasa.

Nah, OJK perlu membuat aturan mewajibkan perbankan atau lembaga keuangan lainnya meminta kuasa pada para nasabah asingnya untuk membuka rekening.

"Masalahnya OJK belum mau keluarkan aturan," kata Darussalam.

Menurutnya, pemerintah perlu meyakinkan lembaga superbody itu untuk tak khawatir melanggar kerahasiaan bank dan ketakutan pelarian modal. Bisa? (mdk/yud)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Panji Gumilang Larang Simpan Uang di Bank
VIDEO: Panji Gumilang Larang Simpan Uang di Bank

Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun mengatakan jangan menyimpan uang di bank. Awalnya, Panji mengungkap dapat sumbangan mencapai Rp900 juta.

Baca Selengkapnya
Jelang Pemilu, PPATK Waspadai Serangan Fajar Lewat Uang Elektronik dan Aset Kripto
Jelang Pemilu, PPATK Waspadai Serangan Fajar Lewat Uang Elektronik dan Aset Kripto

PPATK mewaspadai penyalahgunaan teknologi di tahun politik.

Baca Selengkapnya