Alasan Pelajar Indonesia di Luar Negeri Ogah Pulang ke Tanah Air
Merdeka.com - Menempuh pendidikan di luar negeri hingga kini masih menjadi cita-cita sebagian masyarakat Indonesia. Mereka pergi dengan idealisme bahwa setelah tamat, mereka kembali dan mengabdikan diri di Tanah Air.
Koordinator PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Dunia Fadlan Muzakki menyebut bahwa ada juga pelajar Indonesia yang ogah kembali setelah usai mengenyam ilmu. Sebab mereka merasa kondisi di Tanah Air belum sepenuhnya mendukung mereka untuk menerapkan ilmu.
"Banyak teman-teman yang sebenarnya mereka mau kembali ke Indonesia. Belum ada wadah atau tempat untuk mereka," ujar dia dalam diskusi di Jakarta, Jumat (18/10).
-
Apa kendala utama pendaftaran siswa baru? 'Kalau sekarang harus buat akun dulu dan itu antre sangat lama. Terus antre di ruang sini. Terus antre lagi di scan. Dan ini membuat orang tua semakin repot. Saya sudah dua hari ini mengurus beginian, dan sampai sekarang belum selesai,' kata Titin Sumarni, salah satu orang tua calon peserta didik baru.
-
Apa masalah utama yang dihadapi pendatang baru di Jakarta? Celakanya, Pemprov DKI menemukan sebanyak 17,89 persen atau sebanyak 220 orang dari ribuan pendatang itu tercatat tak punya pekerjaan. Bahkan, PJ Gubernur DKI Heru Budi Hartono menemukan pendatang yang jadi pemulung. "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Apa aja kendala cari kerja? Selain bahasa, kesulitan generasi muda mendapatkan pekerjaan adalah keengganan untuk menggapai pekerjaan impian Generasi muda menginginkan yang instan, padahal karier sebaiknya dirintis dari nol
-
Siapa yang kesulitan mendapatkan pekerjaan? Indira adalah bagian dari kelompok generasi terbesar di Indonesia, Generasi Z, yang mencakup lebih dari 74 juta orang, atau 27,9 persen dari populasi Indonesia, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012.
-
Apa masalah sarjana dalam mencari kerja? Meskipun tingkat pengangguran laki-laki di Amerika Serikat tergolong rendah dibandingkan beberapa dekade terakhir, Colflesh termasuk di antara laki-laki yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, atau bahkan berhenti mencari pekerjaan.
-
Siapa yang kesulitan cari kerja? Dan Colflesh, seorang warga Amerika Serikat mengeluh dia sangat kesusahan mendapat pekerjaan meski sudah bergelar sarjana.
Hambatan yang pertama yaitu lulusan luar negeri yang kembali harus mengikuti proses penyetaraan ijazah. Proses ini bisa memakan waktu yang lama sehingga membuat para tamatan luar negeri merasa dipersulit.
"Kalau mereka kuliah kedokteran, mereka mau pulang ke Indonesia, mereka dipersulit. Misalkan untuk penyetaraan mereka butuh 3-5 tahun," ungkapnya.
Hambatan berikut dari sisi penerapan teknologi di Indonesia yang masih belum maju. Sementara mayoritas pelajar Indonesia, belajar di luar negeri dengan teknologi tinggi.
"Jurusan biosciense atau IT, mereka belajar dengan teknologi tinggi. Ketika balik ke Indonesia kaget karena teknologinya misalkan di luar negeri di China, Jerman, Amerika mereka sudah pakai teknologi tahun 2019. Kembali ke Indonesia mereka pakai teknologi 1998," ujar dia.
"Sehingga walaupun mereka lebih advance dalam keahlian dan kemampuan ketika kembali mereka bingung mau seperti apa. Dan dikira sama masyarakat mereka tidak bisa apa-apa. Sehingga mereka tidak terserap oleh bursa kerja," imbuhnya.
Upah juga menjadi poin pertimbangan bagi mereka yang ogah pulang kampung. Lulusan luar negeri cenderung membandingkan upah di luar negeri dengan upah di Indonesia. "Ketika mereka kembali mereka tidak dihargai dengan jumlah upah yang sebenarnya cukup jika kita lihat dari perspektif gaji standar di Indonesia," urai dia.
Perhitungan upah di luar yang secara kurs lebih tinggi dari Indonesia membuat mereka menilai upah di Indonesia sangat rendah. Padahal, jika dilihat secara teliti, upah di Indonesia sebenarnya cukup. "Mereka ke Eropa, Amerika yang kursnya di atas Indonesia. Misalkan mereka digaji Rp60 juta sampai Rp100 juta, walaupun biaya hidup mereka juga di sana tinggi. Kembali ke Indonesia mereka dapat gaji di kisaran Rp8 juta sampai Rp15 juta."
"Mereka tidak berpikir bahwa gaji Rp8 sampai Rp15 juta di Indonesia itu sudah cukup. Dengan demikian mereka sudah pesimis duluan sebelum mencoba terjun ke lapangan kerja baru," lanjut dia.
Menghadapi kenyataan ini, dia mengusulkan kepada pemerintah untuk menyediakan sarana pendukung, atau wadah sebagai tempat para lulusan luar negeri menerapkan ilmu. "Pemerintah selama beberapa tahun terakhir sedang mempersiapkan SDM. Yang harus dipersiapkan oleh pemerintah memang SDM-nya, tetapi selain dari itu, sarana dan prasarana ketika SDM itu sudah unggul," kata dia.
"Ketika mereka balik, kalau sarana dan prasarana di Indonesia tidak memadai, tidak wadah bagi mereka yang ada mereka yang sudah unggul pergi ke keluar negeri," tandasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data terakhir PPI (Persatuan Pelajar Indonesia), saat ini terdapat 162.000 pelajar Indonesia di luar negeri. Mereka tersebar di 60 negara.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Presiden Soekarno sedang gencar memberikan beasiswa kepada para mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Baca SelengkapnyaSatryo menyebut jika penerima LPDP pulang tanpa lapangan pekerjaan yang cukup sama saja akan menyulitkan mereka.
Baca SelengkapnyaBerikut cerita orang Indonesia yang pindah ke negara lain saling berbagi pengalaman.
Baca SelengkapnyaUni Eropa terancam kehilangan satu generasi karena banyak perusahaan yang menghentikan perekrutan sejak Pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data yang dihimpun oleh orang tua siswa alumni, dari tujuh yang terdata, ada lulusan 2019 yang belum mendapatkan ijazah.
Baca SelengkapnyaDPR menilai apabila penerima beasiswa LPDP tidak pulang maka uang sekolah harus dianggap sebagai pinjaman atau student loan.
Baca SelengkapnyaKementerian Hukum dan HAM mencatat ribuan warga negara Indonesia berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura.
Baca SelengkapnyaSaat tinggal sendiri dan merantau jauh dari orangtua, mahasiswa perlu melakukan persiapan mental.
Baca SelengkapnyaSebagian besar universitas Korea mengharuskan mahasiswanya untuk menyelesaikan delapan semester untuk kelulusan.
Baca SelengkapnyaDiaspora, orang yang tinggal di negara lain dengan penuh tantangan.
Baca SelengkapnyaDalam satu tahun biaya pendidikan di Technion Israel berkisar USD 15.000 atau setara Rp 238 juta.
Baca Selengkapnya