Anggota DPR Harap Kebijakan Cukai Pemerintah Tak Sisakan Celah untuk Dimanfaatkan
Merdeka.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI, Ahmad Najib mengharapkan kebijakan cukai pemerintah tidak menyisakan celah untuk dimanfaatkan, sehingga hasilnya bisa berkeadilan.
"Prinsip dalam sebuah kebijakan itu salah satunya menganut asas keadilan, jangan menganut asas menyeluruh dengan menyisakan celah untuk dimanfaatkan," katanya seperti dikutip Antara, Rabu (18/9).
Pernyataan tersebut menanggapi wacana penggabungan sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang yang saat ini masih dikaji oleh pemerintah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa itu rokok putih? Rokok putih adalah rokok buatan pabrik yang tidak mengandung campuran tambahan cengkeh atau menyan.
Menurut Najib, penggabungan SKM dan SPM perlu dilakukan agar tidak ada lagi pabrikan besar asing yang memanfaatkan celah dengan membayar tarif cukai murah.
Data menunjukkan, aturan mengenai penggabungan batasan produksi SKM dan SPM ini sejatinya telah diterapkan pada PMK 146 Tahun 2017 kemudian direvisi menjadi PMK 156 Tahun 2018.
Sayangnya, dalam aturan yang baru poin penggabungan batasan produksi SKM dan SPM dihapuskan. Hal ini yang kemudian menjadi kegaduhan di industri rokok.
Padahal aturan tersebut sudah mencerminkan azas keadilan yakni pabrikan besar tidak akan berhadapan dengan pabrikan kecil.
"Batasan volume produksi dijadikan acuan besaran cukai sangat mudah untuk diakali, salah satunya dengan sengaja untuk tidak mencapai batasan volume tadi, sehingga bea yang diterapkan akan rendah," kata Najib.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah tidak menerapkan sebuah kebijakan yang dengan mudah disiasati sehingga tujuan dan target dari kebijakan yang akan diterapkan tidak akan pernah tercapai.
Sebelumnya, hasil penelitian Indef menunjukkan ada ketidaksesuaian tarif cukai rokok yaitu terdapat perusahaan yang tidak ingin mencapai batas produksi SKM atau SPM tiga miliar batang.
Jumlah ini adalah batas minimal produksi agar sebuah perusahaan rokok membayar tarif cukai tertinggi (golongan 1). Dengan begitu, perusahaan besar akan bersaing dengan pabrikan besar dan demikian sebaliknya.
Data Indef sebelumnya, bahkan menunjukkan terdapat pabrikan besar asing yang memproduksi SPM sebanyak 2,9 miliar batang atau hanya 100 ribu di bawah batas tiga miliar batang agar mereka terhindar dari cukai tertinggi dan cukup membayar tarif golongan dua yang nilainya jauh lebih murah.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menyebut, hal serupa juga terjadi pada SKM.
"Jika perusahaan rokok SKM golongan 2B (tarif cukai rendah) memproduksi satu miliar batang dengan harga jual minimum Rp715 per batang, pendapatan kotornya Rp715 miliar per tahun. Apakah ini termasuk perusahaan kecil?" kata Tauhid.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kontribusi penting IHT tidak hanya pada pemasukan negara, tetapi juga penyerapan lapangan kerja.
Baca SelengkapnyaMereka menyampaikan permohonan kepada pemerintah untuk melindungi keberlangsungannya, terutama dari rencana kenaikan cukai 2025.
Baca SelengkapnyaAturan ini dianggap diskriminatif terhadap produk tembakau.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca SelengkapnyaAturan ini telah luput dalam mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan cukai yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca SelengkapnyaKenaikan cukai sejak 2022 sampai 2024 masih dirasakan dampaknya sampai sekarang
Baca SelengkapnyaMukhamad Misbakhun, mengkritik wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek atau plain packaging bagi produk tembakau.
Baca SelengkapnyaKini, industri tembakau tengah menghadapi berbagai tantangan, termasuk terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
Baca SelengkapnyaDari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaKebijakan kemasan rokok polos mengabaikan hak-hak hidup masyarakat yang bergantung pada industri tembakau.
Baca SelengkapnyaLangkah untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi pun menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah berkirim surat kepada pemangku kepentingan.
Baca Selengkapnya