Anggota DPR: Kenaikan Tarif PPN Bakal Hantam Daya Beli dan Bahayakan Industri Ritel
Merdeka.com - Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Anis Byarwati menilai rencana pemerintah menaikkan tarif pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat dan membahayakan industri ritel.
"Kenaikan PPN dampak kontraksinya bisa ke segala lapisan masyarakat, khususnya masyarakat menengah bawah. Dampak yang utama adalah menghantam daya beli masyarakat dan membahayakan industri ritel," kata Anis kepada Liputan6.com, Kamis (27/5/2021).
Menurut dia, menaikkan tarif PPN dalam kondisi daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi dan krisis ekonomi bukanlah merupakan kebijakan yang tepat. Dia pun mempertanyakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap rakyat.
-
Apa dampak dari kebijakan Kemendag di Pasar Tanah Abang? Kebijakan Kementerian Perdagangan memberi dampak signifikan bagi para pedagang fisik seperti di Tanah Abang ini. 'Selain laris, yang berbelanja sudah mulai ramai. Pembeli memang belum pulih seperti dulu, tetapi wajah penjual sudah mulai tersenyum. Kalau ditanya apakah sudah ada yang belanja, sebagian besar bilang sudah,'
-
Apa itu Pajak Progresif? Sementara itu, pajak progresif adalah biaya yang harus dibayarkan jika seseorang memiliki lebih dari satu kendaraan, dimana total pajak akan bertambah seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Siapa yang merasa sulit mengimbangi inflasi? Sayangnya, inflasi tinggi membuat uang yang mereka miliki saat ini seperti tidak berarti. Sekitar 67 responden dalam survei itu mengatakan bahwa mereka tidak mampu mengimbangi inflasi.
-
Kenapa pajak penting? Karena peranannya, pajak banyak diberlakukan di berbagai negara, tak hanya di Indonesia.
-
Bagaimana riba bisa merugikan masyarakat? Riba dapat menyebabkan kemiskinan karena peminjam kerap terjebak dalam perangkap utang yang sulit untuk dibayar. Bunga yang tinggi dapat menyebabkan beban utang yang semakin berat, hal itu kemudian menyulitkan mereka untuk mengatasi masalah keuangan.
"Terus terang saya merasa aneh dengan kebijakan pemerintah ini, ketika ekonomi sedang berjuang tertatih tatih utk bangkit dan pulih, tetapi malah dihantam dengan rencana menaikkan PPN," ujarnya.
Menurutnya, Pemerintah jangan mencari jalan pintas untuk memenuhi target pajak. Jangan sampai Pemerintah kembali 'mencederai rasa keadilan'. Padahal beberapa waktu lalu pemerintah baru saja menurunkan tarif PPh Badan, obral insentif pajak.
"Bahkan pembebasan PPnBM yang hanya menyasar kalangan tertentu yang notabene golongan menengah ke atas," imbuhnya.
PPN Paling Dekat ke Kehidupan Masyarakat
Tetapi, di saat yang sama pemerintah berencana menaikkan tarif PPN yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari karena menyangkut konsumsi barang dan jasa masyarakat secara keseluruhan.
PPN konteksnya pajak yang paling dekat dengan masyarakat, misalnya beli minum, beli baju, belanja di supermarket atau restoran, semua ada PPN-nya dan itu semua dibebankan oleh penjual kepada konsumen akhir.
"Jangan sampai kenaikan PPN ini menjadi beban baru bagi konsumen dan dunia usaha secara luas. Jangan menambah beban masyarakat yang sedang susah dengan kenaikan PPN. Bahkan lebih bagus lagi kalau pemerintah menurunkan PPN dari 10 persen ke 5 persen. Ini bisa membantu menaikkan daya beli," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengkhawatirkan efek domino yang ditimbulkan akibat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen
Baca SelengkapnyaPadahal, masyarakat masih terbebani kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 lalu.
Baca SelengkapnyaKenaikan PPN menjadi 12 persen ini akan berdampak pada meroketnya harga berbagai barang.
Baca SelengkapnyaPelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil buruh.
Baca SelengkapnyaAjib Hamdani menilai, opsi menaikkan tarif PPN ini menjadi sebuah dilema dalam konteks perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaPKB paham pemerintah butuh penguatan APBN, namun situasi ekonomi sekarang belum tepat.
Baca SelengkapnyaPemerintah bisa menunda kenaikan ppn 12 persen seperti penundaan pajak karbon, yang seharusnya efektif dimulai 1 April 2022.
Baca SelengkapnyaDampak tarif PPN 12 persen dapat mendorong ekonomi masyarakat kelas menengah kian sulit hingga mengurangi belanjanya.
Baca SelengkapnyaPengenaan pajak pada sejumlah barang berwujud yang meliputi elektronik, fesyen hingga otomotif akan berdampak pada penjualan.
Baca SelengkapnyaHasto menyebut pemerintah semestinya mendengarkan aspirasi rakyat terhadap aturan sebelum diterapkan.
Baca Selengkapnya