Anjloknya harga minyak picu perang anggota OPEC dengan Arab Saudi
Merdeka.com - Rendahnya harga minyak dunia menghantam ekonomi beberapa negara, terutama produsen minyak. Arab Saudi misalnya, negara ini kesulitan karena pemasukan negara selama ini mengandalkan dari hasil penjualan minyak.
Selain Arab Saudi, Kanada juga menderita karena merupakan salah satu negara eksportir minyak terbesar dunia. Harga minyak mentah berada di bawah USD 50 per barel, menjadi bencana dan memukul pertumbuhan ekonomi Kanada.
Meski harga minyak dunia bertahan rendah, Arab Saudi tetap menolak mengurangi pasokan untuk menyeimbangkan permintaan. Persediaan minyak dunia saat ini melimpah dan membuat harga terseok-seok di kisaran USD 50 per barel. Kebijakan Arab Saudi ini memicu peperangan negara kecil produsen minyak sesama anggota OPEC, terutama dengan Arab Saudi.
-
Kenapa Arab Saudi melakukan embargo minyak? Ini adalah balasan bagi AS yang selama perang Yom Kippur terus menerus mengirimkan senjata ke Israel untuk melawan negara-negara Arab.
-
Siapa yang memimpin Arab Saudi saat embargo minyak terjadi? Embargo minyak dilakukan oleh Pemimpin Arab Saudi, Raja Faisal bin Abdulaziz Al Saud pada negara-negara pendukung Israel.
-
Apa yang terjadi di Arab Saudi? Baru-baru ini dunia dihebohkan dengan fenomena salju yang turun di tengah padang pasir di wilayah Al-Jaws di Arab Saudi.
-
Bagaimana Pertamina Hulu Energi meningkatkan produksi minyak? Perlu dilakukan upaya-upaya khusus untuk peningkatan produksi minyak dengan berbagai macam recovery plan yang sudah disiapkan serta inisiatif baru.
-
Apa kelemahan Arab Saudi? 'Oleh karena itu, mereka sering kesulitan saat berhadapan dengan tim yang memiliki kecepatan tinggi, yang bermain dengan strategi menunggu dan mengandalkan serangan balik, seperti yang diperlihatkan oleh Thailand,' tambahnya.
-
Kenapa klub Arab Saudi masih bisa merekrut pemain dari Eropa? Oleh karena itu, selama jendela transfer masih aktif, klub-klub Arab Saudi dapat merekrut pemain dari Eropa meskipun tenggat waktu di Eropa telah berlalu.
Perang kata-kata telah pecah antara negara OPEC seperti Arab saudi dengan negara produsen minyak lainnya. Negara kecil seperti Venezuela dan Aljazair kesulitan karena rendahnya harga minyak dunia. Negara yang lebih kecil ingin OPEC dan Arab Saudi mengurangi pasokan untuk membantu mengangkat harga minyak.
Sebagai produsen terbesar, Saudi tetap ngotot tak mau mengurangi pasokan. Mereka tetap bertahan di harga minyak yang rendah dengan tujuan menekan Amerika Serikat agar keluar dari pasar minyak global. Dengan cara itu, Saudi akan kembali mendapat pangsa pasar yang selama ini beralih ke Amerika Serikat.
Sepuluh tahun yang lalu, Arab Saudi adalah negara produsen minyak bumi terbesar dunia. Tapi, beberapa tahun terakhir, produksi minyak mentah Amerika meroket berkat shale oil. Shale oil adalah minyak yang terkandung dalam sejenis bebatuan lunak.
Minyak dalam bebatuan ini diekstrak dengan proses pemanasan atau teknik-teknik lain. Dengan ditemukannya cadangan shale oil yang melimpah, Amerika serikat memiliki cadangan minyak untuk memenuhi kebutuhannya selama ratusan tahun ke depan.
Hari ini, Amerika Serikat memproduksi hampir sebanyak Arab Saudi. Gempuran minyak Amerika Serikat membuat harga minyak dunia anjlok dari USD 100 per barel menjadi sekitar USD 40 sejak pertengahan 2014 lalu.
Berikut 4 Fakta soal anjloknya harga minyak dunia picu perang anggota OPEC dengan Arab Saudi seperti dikutip merdeka.com dari CNN, Rabu (25/11):
Anggota OPEC yang lemah berhadapan dengan Arab Saudi
Jatuhnya harga minyak dunia menyakiti anggota OPEC yang kurang makmur seperti Aljazair, Angola, Ekuador, Nigeria dan Venezuela. Mereka semua memohon pada Arab Saudi agar mengubah strategi dengan mengurangi produksi. Namun, semakin mereka memohon, Arab Saudi makin tak terkendali.
"OPEC tidak pernah berbagi," ucap analis Oppenheimer, Gadel Gheit.
Menteri Perminyakan Venezuela bahkan telah memperingatkan bahwa harga minyak dunia bisa terjun ke USD 25 per barel jika OPEC tidak mengambil tindakan. Sementara itu, Aljazair menyerukan agar dibentuk harga minyak dasar, dan Ekuador mengatakan satu-satunya cara untuk menyeimbangkan pasar adalah mengurangi produksi.
Mantan Gubernur Bank Sentral Nigeria, Muhammad Sanusi II mengatakan bahwa keputusan Arab Saudi membanjiri pasar dunia dengan minyak adalah sebuah kesalahan. "Ini tidak membantu mereka (Arab Saudi) dan juga tidak membantu siapapun," katanya.
Peperangan bisa menghancurkan OPEC
Semua anggota OPEC siap 'berperang' demi mengamankan harga minyak dunia. Mereka sedang menyiapkan strategi yang akan dibawa dalam pertemuan OPEC di Wina pada 4 Desember 2015 nanti.
Mereka berharap Arab Saudi bisa mengurangi produksi, namun mereka juga bersiap jika harus menghadap penolakan dari Arab Saudi.
Pertikaian ini mengancam keberadaan OPEC. "Tentu saja bisa terjadi, itu risikonya," ucap analis intelijen Bloomberg, Philipp Chladek.
Arab Saudi tak mungkin mengalah
Merosotnya harga minyak dunia hingga 60 persen sejak Juni 2014 silam telah memangkas pendapatan OPEC hampir USD 500 miliar per tahun. Angka ini didapat dari data Badan Energi Internasional.
Kantor berita resmi Arab Saudi melaporkan bahwa negara tersebut siap bekerja sama dengan semua produsen minyak dan negara pengekspor. Tapi, komentar ini tidak memberikan rincian atau sinyal kesediaan Arab Saudi untuk mengurangi pasokan.
Kerajaan Arab Saudi juga pernah mengeluarkan pernyataan serupa di masa lalu.
Sumber kementerian di Arab Saudi mengatakan bahwa negaranya tidak mau mengalah dan mengurangi produksi jika Rusia masih terus memproduksi hampir 11 juta minyak per hari.
Arab Saudi saat ini bergabung dengan negara kaya minyak lainnya seperti Qatar, Kuwait, dan mereka memiliki kemampuan untuk menahan harga minyak murah setidaknya untuk beberapa tahun lagi.
Negara Teluk, khususnya Arab Saudi secara teoritis bisa mengurangi produksi minyak. Tapi mereka enggan melakukan itu karena tak mau menyerahkan pangsa pasar ke Amerika Serikat, Rusia dan negara saingan lainnya yang tidak masuk dalam anggota OPEC.
Amerika Serikat pegang kendali
Revolusi minyak di Amerika Serikat dengan munculnya shale oil sebenarnya memegang kunci rendahnya harga minyak saat ini. Teknologi Shale telah mengubah jalan industri minyak dunia selama ini.
"Teknologi Shale Oil telah mengubah industri selama ini. Mereka bisa dapat lebih baik karena berdasarkan teknologi. Waktu tidak berpihak pada OPEC," ucap analis Oppenheimer, Gadel Gheit.
Meski demikian, Arab Saudi saat ini masih saja menunggu produsen minyak Amerika Serikat untuk berhenti membanjiri pasar dengan minyak. Masalahnya adalah bahwa industri energi di AS tidak seperti OPEC, mereka bukan kartel yang dirancang untuk memperbaiki harga.
"Arab Saudi tidak sebenarnya tidak bisa menekan Amerika Serikat. Di AS, semua terserah pada diri mereka sendiri."
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terkini, brent telah diperdagangkan pada kisaran USD95 per barel.
Baca SelengkapnyaAnak Buah Sri Mulyani tersebut meyakini kenaikan harga minyak mentah dunia bersifat sementara.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan harga minyak dunia timbulkan kekhawatiran bakal turut berdampak terhadap harga BBM di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaData pertumbuhan ekonomi ini melemahkan harga minyak di awal sesi, namun para pedagang menyadari pasar minyak sedang ketat dan situasi di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaAlokasi APBN untuk subsidi BBM memang sangat memberatkan jika harga minyak dunia tembus di kisaran USD 90 per barel.
Baca SelengkapnyaMengingat salah satu negara importir minyak mentah terbesar di dunia yakni, Arab Saudi.
Baca SelengkapnyaHarga minyak mentah dunia terus menunjukan tren pelemahan hingga USD74,5 per barrel. Meski demikian, penurunan itu tidak diikuti oleh harga BBM Pertamina.
Baca SelengkapnyaUsai pemilu, kemungkinan harga BBM bakal naik karena mengacu pada situasi yang ada saat ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah terus memonitor perkembangan konflik Iran-Israel dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan skenario kebijakan.
Baca SelengkapnyaHarga minyak bisa mencapai rekor tertinggi jika perang makin memanas.
Baca SelengkapnyaKonflik Iran Vs Israel berpotensi menaikkan harga minyak dunia dan subsidi BBM pemerintah bengkak.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga minyak dunia saat ini akan berpengaruh kepada harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi di Tanah Air.
Baca Selengkapnya