Apa Itu Base Equity yang jadi Dasar Sri Mulyani Suntik Rp 4,3 T untuk Kereta Cepat?
Merdeka.com - Pemerintah memutuskan memberikan tambahan modal kepada Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 6,9 triliun yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) 2021. Di mana dari Rp 6,9 triliun itu sebanyak Rp 4,3 triliun digunakan untuk memenuhi base equity proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB).
"Untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung kebutuhan untuk memenuhi base equity sebesar Rp 4,3 triliun," katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Senin (8/11).
Lantas apa yang disebut dengan base equity?
-
Kenapa KCIC yakin Kereta Cepat bisa mendongkrak ekonomi? PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yakin Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) bakal mendongkrak perkonomian dan sektor pariwisata Indonesia.
-
Mengapa PT KAI meluncurkan kereta baru? KAI berharap, dengan kehadiran armada baru ini dapat memberikan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman, asyik, dan modern.'Seiring dengan perubahan sarana di beberapa kereta api ini, diharapkan bisa memberikan perjalanan baru yang lebih nyaman dan menyenangkan,' tulis KAI dalam akun Instagram resmi @kai121_, dikutip Jumat (6/12).
-
Kenapa KAI nambah kereta di bulan Juni? PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 1 Jakarta akan menambah sebanyak 8 KA yang beroperasi di bulan Juni 2024 untuk mengantisipasi lonjakan pelanggan selama masa liburan sekolah semester genap.
-
Siapa yang memproduksi Kereta Cepat Jakarta Bandung? Adapun kereta yang digunakan adalah produksi dari China, yakni CR400AF.
-
Bagaimana anggaran tambahan KKP akan digunakan? Rinciannya, Rp200 miliar untuk penambahan biaya operasional kapal pengawas selama 60 hari sehingga total hari layar menjadi 100 hari yang dikelola Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan (DJPSDKP).
-
Apa yang baru dari PT KAI? Menjelang musim libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, PT Kereta Api Indonesia (KAI Persero) menghadirkan inovasi baru untuk para penumpang dengan menambah armada New Generation.
Pengamat BUMN, Herry Gunawan menjelaskan, base equity bahasa sederhananya merupakan modal dasar. Biasanya jumlahnya menjadi dasar untuk mendapatkan pembiayaan seperti kredit.
"Misalnya, untuk dapat kredit x Rupiah, maka diperlukan modal dasar ya Rupiah," kata dia kepada merdeka.com, Selasa (9/11).
Dia mengatakan, modal dasar merupakan perjanjian awal yang harus disetor pemegang saham saat pembentukan perusahaan bersama, dalam hal ini PT Kereta Cepat Indonesia China. Kompensasinya adalah besaran saham. Sehingga kalau konsorsium BUMN tidak mampu memenuhi modal dasar, jumlah sahamnya bisa berkurang (terdelusi).
"Terkait dengan kereta cepat, dana itu akan diserahkan kepada KAI sebagai BUMN yang menjadi pemimpin konsorsium pemegang saham proyek kereta cepat itu," jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, proyek KCJB tadinya memang bersifat bussines to bussines (B to B). Di mana BUMN yang seharusnya memenuhi kewajiban, namun karena PT Kereta Api mengalami pukulan dari situasi covid-19 jumlah penumpang merosot tajam.
Maka kemampuan BUMN untuk memenuhi ekuitas asal atau ekuitas awal dari kereta cepat tidak bisa dipenuhi oleh mereka. "Sehingga Pemerintah memasukkan Rp 4,3 triliun di dalam PT Kereta Api Indonesia dalam rangka memenuhi base equity dari penyelesaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung," ujarnya.
Jokowi Izinkan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pakai APBN
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
Proyek kereta cepat diketahui memerlukan dana tambahan, sehingga dana penuntasan proyek tersebut membengkak. Dalam beleid yang diundangkan dan ditandatangani Jokowi pada 6 Oktober 2021 ini, antara lain mengizinkan penambahan dana proyek kereta cepat Jakarta Bandung dari APBN.
Penambahan dana ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 pada Perpres No. 93 Tahun 2021. Disebutkan selain dana-dana yang diatur pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut, dimasukkan APBN sebagai penopang dana tambahan.
"Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," tulis pasal 4 ayat 2, dikutip dari laman maritim.go.id, Minggu (10/10).
Pembiayaan melalui APBN tersebut melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN. PMN kepada pimpinan konsorsium BUMN tersebut diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasita usaha pimpinan konsorsium.
"(Untuk) pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal (base equity) perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) kepada perusahaan patungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)," tulis Pasal 4 ayat 4a.
"Memenuhi kewajiban perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) akibat kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung," dilanjutkan pasal 4 ayat 4b.
Diketahui, konsorsium pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dipimpin PT Kereta Api Indonesia dan terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Pada pasal 4 ayat 5 aturan tersebut, mencakup juga mekanisme jika terjadi kenaikan atau perubahan biaya yang dimaksud sebelumnya. Mulai dari pengajuan hingga tindak lanjutnya.
Pimpinan konsorsium badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) mengajukan permohonan dukungan Pemerintah kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) dengan menyertakan kajian mengenai dampaknya terhadap studi kelayakan terakhir proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Kemudian, berdasarkan permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan reviu secara menyeluruh terhadap perhitungan kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) serta dampaknya terhadap studi kelayakan terakhir proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Selanjutnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara menelaah hasil reviu Badan pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan menyampaikannya kepada Komite dengan menyertakan rekomendasi langkah serta dukungan Pemerintah untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun).
Lalu, Komite membahas rekomendasi dari Menteri Badan Usaha Milik Negara dan hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta dapat menunjuk konsultan independen untuk melakukan kajian dan memberikan masukan untuk penyusunan struktur pendanaan yang optimal dalam rangka penanganan masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun).
"Komite menetapkan jumlah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) yang disetujui dan menentukan langkah serta dukungan Pemerintah yang diambil untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun)," bunyi ayat 5e.
"Berdasarkan keputusan Komite, Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan sesuai kewenangannya menindaklanjuti proses pelaksanaan langkah dan dukungan pemerintah untuk mengatasi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," susul pasal 4 ayat 5f.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo memastikan cost overrun atau pembengkakan biaya pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah tertutupi.
Baca SelengkapnyaUntuk Badan Bank Tanah dimohonkan Rp1 triliun ini akan digunakan untuk pemenuhan modal bank tanah sesuai dengan amanat pasal 43 ayat 1 PP 64 tahun 2021.
Baca SelengkapnyaPinjaman senilai Rp7 triliun dari CDB telah dicairkan ke PT KAI.
Baca SelengkapnyaBesaran penjaminan akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan PT PII.
Baca SelengkapnyaDana ini akan digunakan untuk pengadaan 19 rangkaian kereta atau trainset untuk operasional Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek.
Baca SelengkapnyaRieke mengatakan, total alokasi yang telah digelontorkan negara kepada BUMN sebesar Rp243 T
Baca SelengkapnyaPemerintah perlu menyampaikan roadmap perkeretaapian Indonesia tentang kebutuhan transportasi penduduk.
Baca Selengkapnya3 trainset KRL impor baru ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2024-2025.
Baca SelengkapnyaIni merupakan upaya lanjutan dalam replacement 19 rangkaian sarana KRL yang dimiliki KAI Commuter secara bertahap mulai tahun 2023 tiga hingga 2026.
Baca SelengkapnyaSeluruh pembiayaannya dari pinjaman KAI Commuter, shareholder loan dari PT KAI dan bantuan dari Pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca SelengkapnyaKAI Commuter terus mengupayakan peningkatan layanan untuk 900-950 ribu lebih penumpang KRL Jabodetabek.
Baca Selengkapnya11 rangkaian KRL baru itu untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang KRL Jabodetabek.
Baca Selengkapnya