Asosiasi ritel: Kami tak ambil untung dari kantong plastik
Merdeka.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memastikan tak mengambil keuntungan dari kantong plastik berbayar. Sebab, kebijakan tersebut hanya bertujuan menurunkan penggunaan kantong plastik di masyarakat.
"Kami tidak ambil untung dari sini. Kami ambil keuntungan dari barang dagangan, bukan dari kantong plastik," ujar Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta, Jakarta, Rabu (24/2).
Berdasarkan kesepakatan antara Aprindo dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), harga kantong plastik ditetapkan Rp 200 per lembar.
-
Siapa yang mendapatkan hasil penjualan barang? Hasil penjualan barang-barang karya warga binaan selanjutnya diserahkan kepada anak istri saat mereka membesuk.
-
Bagaimana cara mengelola profit bisnis? Ketika memulai bisnis yang menjadi perhatian adalah gaji untuk pemilik dari bisnis tersebut. Akun @suryaarditjong mengingatkan, meski Anda adalah seorang 'bos' dari bisnis yang sudah mulai berkembang, keuntungan dari bisnis tersebut biarlah menggulung untuk dijadikan modal selanjutnya. Gaji yang Anda dapatkan, akan lebih tepat disesuaikan dengan kebutuhan hidup.
-
Kenapa pedagang Solo merasakan keuntungan? Selain itu, kemenangan Timnas atas Turkmenistan ini juga menjadi berkah bagi para pedagang yang berjualan di Stadion Manahan Solo dan sekitarnya.
-
Bagaimana pelaku usaha Bontang bisa menang persaingan? Tidak hanya itu, penting juga untuk memenangkan persaingan usaha dengan memilih produk yang inovatif, produk yang dimodifikasi serta mempunyai nilai yang tinggi baik dalam desain warna, ukuran, kemasan, merek, dan ciri-ciri lain.
-
Apa yang dibuat warga Tangerang untuk raup untung? Seorang warga Kota Tangerang berhasil meraup cuan hingga belasan juta rupiah dari usaha pembuatan tas plastik rajut.
-
Apa yang disita dari pedagang? Barang bukti yang sita itu 4,5 kg daging anjing dan (ada yang sudah diolah) berupa rica-rica dan rawon. Itu, katanya laris dikonsumsi oleh orang-orang terbatas,' kata Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, saat dikonfirmasi Kamis (1/8).
"Kami minta ke KLHK. Pada surat edaran yang pertama belum disepakati harga kantong plastik). Tetapi surat edaran yang kedua minimum Rp 200 dan mekanisme dikembalikan ke ritel modern," jelasnya.
Menurut Tutum, kebijakan tersebut berpotensi menurunkan harga barang. Sebab, perital sudah bisa mengeluarkan ongkos pengadaan kantong plastik dari struktur pembentuk harga barang.
"Harusnya harga barang bisa turun. Barang-barang jualan tidak lagi dibebankan pengadaan kantong plastik." (mdk/yud)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku usaha ritel menolak wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek atau plain packaging produk tembakau.
Baca SelengkapnyaHari ini kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, bahkan omzet pedagang turun dampak daya beli rakyat.
Baca SelengkapnyaSelama ini produk rokok telah memberikan kontribusi besar bagi pendapatan pedagang kecil
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca SelengkapnyaSetiap orang dilarang menjual produk tembakau secara satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaTutum menilai aturan ini akan menimbulkan kerancuan saat pembelian produk tembakau dan akan menimbulkan berbagai faktor lain.
Baca SelengkapnyaPetani termbakau tegas menolak aturan-aturan yang berdampak pada mata pencariannya.
Baca SelengkapnyaBagi mereka, menjual rokok ketengan seperti memberi keringanan bagi perokok yang tak punya uang.
Baca SelengkapnyaAturan ini tengah digodok Kemenkes melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.
Baca SelengkapnyaPenerapan aturan mengenai kemasan polos atau tanpa merek berpotensi untuk menurunkan industri rokok dalam negeri.
Baca SelengkapnyaDewan Pimpinan Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPD APTI) Jawa Barat, Nana Suryana dengan tegas menyatakan tak setuju terhadap kebijakan tersebut.
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca Selengkapnya