Aspek legalitas ganjal perbankan gandeng industri fintech
Merdeka.com - Izin penuh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan aspek legalitas masih mengganjal beberapa bank untuk menggandeng perusahaan teknologi finansial (fintech). Sampai saat ini, baru satu perusahaan fintech yang sudah mendapat izin penuh OJK.
Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan, spek legal berupa izin penuh untuk suatu penyelenggara fintech menjadi catatan pengawas perbankan demi memitigasi risiko. Menurutnya, kehati-hatian terhadap izin ini penting mengingat industri fintech baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir, sehingga rekam jejaknya masih minim.
"Perbankan akan lebih mudah memberikan kerja sama kalau izin penuh fintech sudah diperoleh. Karena itu salah satu aspek pengurangan risiko, yakni aspek legal," ucapnya seperti ditulis Antara, Rabu (5/9).
-
Apa peluang baru yang diciptakan oleh fintech? Selain itu, perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam industri keuangan, di mana fintech (teknologi keuangan) telah menciptakan peluang baru dan mengubah cara layanan keuangan disajikan.
-
Bagaimana OJK ingin tingkatkan governansi di Sektor Jasa Keuangan? 'Penerapan manajemen risiko di Sektor Jasa Keuangan perlu bertransformasi dari compliance- driven menjadi terintegrasi pada proses bisnis sehingga dapat meningkatkan kinerja, mendorong inovasi, dan mendukung pencapaian tujuan organisasi sehingga tercipta ekosistem keuangan yang bersih dan sehat,' kata Sophia.
-
Apa yang diminta Kemenkumham terkait kemudahan berbisnis? 'Negara Asia Afrika harus menjamin kemudahan berbisnis. Ini tentu akan menarik minat investor asing,' kata Yasonna dalam kata sambutan di acara Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) 2023 di Bali, Selasa (17/10) yang dibacakan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo R Muzhar.
-
Apa yang dipastikan OJK mengenai sektor jasa keuangan? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kinerja sektor jasa keuangan sangat baik di tengah kondisi global yang penuh tantangan.
-
Kapan industri fintech akan menghadapi dampak dari ketiadaan aturan yang jelas? Ia mendesak percepatan pengesahan aturan turunan dan pembentukan lembaga PDP karena telah melewati batas waktunya. Menurutnya, industri fintech akan menghadapi dampak serius dari ketiadaan aturan yang jelas dan lembaga yang mengawasi pelaksanaan PDP.'Bisnis fintech sangat bergantung pada reputasi dan kepercayaan pengguna, oleh karena itu pemerintah perlu mempercepat proses finalisasi RPP PDP dan segera membentuk lembaga PDP . Lembaga PDP perlu menjadi badan independen dan berada langsung di bawah Presiden guna menjaga otoritas dan ketegasan dalam penegakan kepatuhan PDP,' ungkapnya.
-
Bagaimana Kemenkumham memastikan keamanan agar kemudahan berbisnis tidak disalahgunakan? Namun, kita harus memastikan sistem dan juga entitas bisnis tidak disalahgunakan untuk kegiatan kriminal, jadi mempermudah bisnis juga harus menyiapkan keamanan yang seimbang,' tambahnya.
Legalitas yang jelas dari otoritas menurutnya menjadi aspek utama selain aspek lain yang menjadi pertimbangan perbankan bekerja sama dengan fintech, yakni aspek komersial, prospek, hingga rekam jejak. "Kan bisa saja seperti kemarin, sudah terdaftar tahu-tahu status terdaftarnya batal bahkan dicabut oleh OJK. Itu akan jadi kendala bank kalau mau bekerja sama dengan mereka dalam bentuk apapun. Jadi, perlu kehati-hatian dari manajemen risiko bank tersebut," tuturnya.
Pada 2 September, OJK kembali mencabut status terdaftar untuk 5 penyelenggara fintech. Mereka adalah Tunaiku, Dynamic Credit, Relasi, Karapoto, dan Pinjamwiwin. Pencabutan status terdaftar dilakukan karena kelima penyelenggara fintech tersebut ketahuan mengganti jajaran pemegang sahamnya tanpa seizin otoritas.
Per Agustus 2018 kemarin, jumlah penyelenggara fintech yang terdaftar OJK tercatat sebanyak 61 perusahaan. Namun, baru satu di antaranya yang memperoleh izin penuh, yakni Danamas.
David mengakui, pencabutan izin 5 penyelenggara fintech tersebut akan menambah kehati-hatian perbankan dalam bekerja sama dengan fintech. Padahal, kerja sama perbankan dan fintech bisa menjadi simbiosis mutualisme karena perbankan juga kadang membutuhkan sinergi dengan perusahaan-perusahaan fintech.
"Ada beberapa segmen pasar yang sulit dipenetrasi oleh bank. Itu bisa dengan mudah dilakukan via fintech," ujar David.
Katanya, kerja sama yang bisa dilakukan perbankan dengan fintech sebenarnya bisa dalam tiga bentuk. Tidak hanya channeling dalam penyaluran dana, tapi kolaborasi juga bisa dilakukan dengan penanaman modal oleh perbankan, hingga pemberian utang kepada fintech.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi sempat mengatakan perizinan memang sulit diperoleh, untuk membuat iklim usaha fintech yang seimbang. Menurutnya, hak dan kewajiban penyelenggara fintech dengan status terdadtar maupun berizin tidaklah berbeda, kecuali dalam hal pencabutan izin.
Dikatakannya, OJK memiliki kewenangan untuk segera mencabut tanda terdaftar penyelenggara fintech yang melanggar aturan tanpa terlebih dahulu memberi peringatan tertulis. Hak pencabutan status terdaftar atas dasar pertimbangan OJK ini bahkan tertuang dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016.
Namun, jika perusahaan fintech sudah menyandang status berizin penuh, tak semudah itu OJK bisa melakukan pencabutan izin. "Bisa kami lakukan pencabutan izin. Tetapi ketika kami mencabut izin, karena ini izin permanen, implikasi hukumnya jauh lebih luas," ungkapnya, beberapa waktu lalu.
Untungnya, menurut Direktur Amartha Mikro Fintek Aria Widyanto belum diperolehnya status berizin penuh oleh OJK untuk perusahaannya, tidak benar-benar membuat mereka kehilangan peluang bekerja sama dengan perbankan.
Sejauh ini, Amartha sudah mampu menjalin kerja sama dengan 20 BPR hingga kolaborasi dengan Bank Mandiri untuk menyalurkan dana dengan plafon Rp 50 - Rp 100 miliar hingga kuartal I-2019.
"Amartha sudah bekerja sama dengan Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia, dan tidak ada concern tersebut," ucapnya.
Hanya saja berdasarkan pengalamannya, Aria mengakui, upayanya meggandeng perbankan, kerap teradang regulasi yang belum spesifik tentang channeling perbankan ini. Alhasil, pengawas perbankan kerap ragu untuk menjalin kerja sama channeling dengan fintech.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Baca SelengkapnyaAda empat tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan industri fintech di Indonesia.
Baca Selengkapnyapenerapan GRC terintegrasi dapat mensinergikan aspek governance structure, risk management dan compliance, serta environment dan social.
Baca SelengkapnyaBerikut catatan penting bagi pemerintah dari komunitas tekfin agar industri semakin berkembang.
Baca SelengkapnyaKemudahan berusaha menjadi spirit dalam UU Cipta Kerja
Baca SelengkapnyaPerusahaan Teknologi Keuangan Digital, Trans Digital Cemerlang (TDC) menyambut baik acara Indonesian Fintech Summit & Expo 12-12 November 2024 lalu.
Baca SelengkapnyaProgram ini diharapkan mendorong adopsi fintech dan meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan, manfaat.
Baca SelengkapnyaKementerian Investasi BKPM telah menjalin kerjasama yang baik dengan Bank Indonesia dalam bentuk kegiatan promosi bersama di dalam maupun luar negeri.
Baca SelengkapnyaBeberapa parameter keuangan tumbuh positif pada posisi Juli 2024.
Baca SelengkapnyaPeluncuran roadmap ini merupakan upaya OJK untuk mewujudkan industri fintech peer to peer (P2P) lending.
Baca SelengkapnyaDengan kolaborasi yang solid, sektor keuangan dapat mengatasi tantangan sekaligus memanfaatkan peluang menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
Baca SelengkapnyaMahendra Siregar memcermati dampak digital transformasi sektor keuangan di Indonesia apakah sebagai keberkahan atau kutukan.
Baca Selengkapnya