Aturan biaya isi ulang e-money dinilai berbenturan dengan program non-tunai
Merdeka.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, pengenaan biaya isi ulang (top up) untuk uang elektronik (e-money) dianggap berbenturan dengan program pemerintah yang ingin mendorong gerakan non-tunai. Langkah Bank Indonesia (BI) yang akan mengatur biaya top up e-money tersebut dinilai kurang tepat untuk dilakukan saat ini.
Peneliti Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kebijakan BI yang berbarengan dengan pelaksanaan elektronivikasi pembayaran jalan tol ini sangat kontradiktif. Di sisi lain, hal ini juga bertolak belakang dengan gerakan non tunai yang digagas BI dan pemerintah.
"Di satu sisi menyuruh masyarakat memakai e-money dan mendorong gerakan non tunai tapi justru dikenakan pungutan. Ini jelas disinsentif bagi nasabah e-money khususnya masyarakat pengguna jasa transportasi umum dan tol," ujarnya ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (20/9).
-
Bagaimana BRI mendorong digitalisasi finansial? Lewat kegiatan ini, BRI terus mendorong sosialisasi pemakaian QRIS BRI sebagai wujud edukasi digitalisasi finansial kepada masyarakat.
-
Mengapa BI mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Kenapa tilang elektronik diterapkan? Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum lalu lintas dengan memanfaatkan teknologi otomatis, sehingga mengurangi interaksi langsung antara petugas dan pelanggar serta meminimalkan praktik-praktik yang tidak diinginkan dalam proses penilangan.
-
Bagaimana cara BRI mendorong transformasi digital? Terdapat beberapa strategi yang dilakukan BRI dalam mendorong transformasi digital tersebut. Pertama, dengan mendorong digitalisasi proses bisnis internal. Dalam hal ini, BRI berupaya menyederhanakan proses bisnis dan meningkatkan efisiensi. Lalu selanjutnya, BRI mendorong new business model demi mendorong penciptaan value.
-
Mengapa BRI fokus pada digitalisasi? Hal ini untuk menjawab tantangan yang harus dihadapi oleh BRI terkait pemanfaatan data yang begitu besar untuk menumbuhkan kinerja. Karena kami menyadari mayoritas nasabah BRI adalah UMKM yang perlu edukasi dan sosialisasi untuk pemanfaatan teknologi perbankan secara khusus',
-
Kenapa sistem ini dinilai bisa menekan politik uang? Sistem proporsional tertutup dinilai mampu meminimalisasi politik uang karena biaya pemilu yang lebih murah dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka.
Ketika dikenakan biaya isi ulang e-money, kata dia, dikhawatirkan masyarakat akan kembali menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Tentu hal ini malah menjadi kemunduran. Dia juga menyayangkan bank sebagai penyedia kartu e-money, di mana dalam bisnis e-money sebetulnya bank sudah mendapat untung tanpa harus ada pengenaan biaya isi ulang e-money.
"Misalnya dari awal kan masyarakat sudah bayar kartu e-money. Beli perdana Rp 50.000, dapat saldo Rp 30.000, harga kartu Rp 20.000. Uang hasil penjualan kartu sebenarnya tercatat sebagai fee based income bank. Harusnya dengan keuntungan dari penjualan kartu perdana e-money tidak perlu lagi memungut fee top up, karena dinilai memberatkan konsumen," jelasnya.
Contohnya seperti di Hong K0ong yang menggunakan octopus card. Untuk biaya maintenance mesin EDC dan investasi infrastruktur ditanggung perusahaan penerbit kartu dan operator jasa transportasi publik. Bahkan dengan sharing cost tersebut si konsumen bisa dapat potongan harga. Insentif ini yang membuat 95 persen penduduk Hong Kong menggunakan Octopus card.
"Dalam konteks Indonesia, sharing cost ini bisa dilakukan antara bank penerbit kartu, jasa penyelenggara jalan tol dan merchant penyedia top up. Jadi kalau kebijakan tarif ini tetap dilakukan, masyarakat kembali lagi pakai uang cash. Kecuali di tol karena terpaksa," tegasnya.
Sebelumnya, pihak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menegaskan, bahwa berdasarkan arahan Menteri BUMN Rini Soemarno, bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN memutuskan untuk tidak mengenakan biaya isi ulang e-money. Ketua Himbara, Maryono mengatakan, langkah ini diambil untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka lebih mencintai sistem cashless di Indonesia.
Karena jika saat awal sudah langsung dikenakan tarif, maka animo dan simpati masyarakat terhadap sistem pembayaran cashless di dalam negeri menjadi tidak maksimal. "Ini atas dasar dalam rangka awal kami menciptakan sistem pembayaran cashless. Dan untuk sosialisasi ke masyarakat juga sebenarnya sehingga mereka cinta kepada sistem pembayaran cashless," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pun ikut menambahkan, bahwa besaran biaya suatu produk keuangan sebaiknya penetapannya diserahkan ke industri dalam menentukannya. "Kalau soal fee dan sebagainya ini adalah keputusan bagaimana industri untuk memberikan jasa itu. Fee ini biarin keputusan industri," jelasnya.
Kendati demikian, lanjut Wimboh, harus dipastikan masyarakat tidak dirugikan dengan penetapan biaya tersebut. Dirinya menyebutkan, bahwa kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. "Kalau masyarakat dirugikan, misalnya fee terlalu besar dan tidak make sense, ya otoritas concern lindungi masyarakat," tegas Wimboh.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Trian mengungkapkan, industri logistik di kota dan daerah di Indonesia 90 persen sudah melakukan digitalisasi dalam sistem pembayaran.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Andre Rosiade menyebut teknologi MLFF sebagai barang rongsokan.
Baca SelengkapnyaBasuki percaya sistem pembayaran tol tanpa gerbang dan tanpa sentuh ini perlahan dapat diterima oleh para pengguna.
Baca SelengkapnyaBasuki mengutarakan peralihan menuju sistem MLFF memang punya tantangan tersendiri.
Baca SelengkapnyaMelakukan penukaran uang dipinggir jalan berisiko merugikan masyarakat atas potensi peredaran uang palsu.
Baca SelengkapnyaKebijakan pembayaran menggunakan non tunai sudah berlaku sejak lama.
Baca SelengkapnyaMelakukan penukaran di layanan resmi dijamin keaslian uangnya.
Baca SelengkapnyaBI menegaskan rupiah digital tidak akan menggantikan uang kertas dan koin yang ada saat ini
Baca SelengkapnyaPembayaran tol saat ini masih mengikuti karakteristik dari pengguna yang dirasa masih memadai.
Baca SelengkapnyaTransaksi digital di Indonesia semakin pesat. Hal itu tercatat dalam laporan tahunan BI 2021.
Baca SelengkapnyaUang tunai rupiah merupakan alat transkasi yang sah di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSetiap pecahan rupiah termasuk uang logam merupakan mata uang yang menggambarkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Selengkapnya